Wahai Budak !


Sadarkah kau bahwa:

Kau telah melayani mereka sekian lama?

Setiap hari kau mesti memandikannya, meriasnya, memasakkan makanan,

memberi makan dengan menyuapi mulutnya,

mencari nafkah dan membanting-tulang untuk memenuhi kebutuhannya,

bahkan segala keinginannya.

Bila tidak kau jaga kesehatannya, ia mudah sakit,

ia juga amat malas, maunya senang-senang saja,

mendapatkan sesuatu dengan mudah,

bahkan seringkali tak segan mengambil keuntungan

dari penderitaan dan kerugian orang lain.

Sadarkah kau, bahwa:

setelah sekian lama engkau menjadi budaknya,

lebih banyak derita yang kau nikmati daripada bahagia yang engkau inginkan?

Tak segan-segan ia memerintahkanmu semaunya,

bahkan seringkali ia tak mengijinkan kamu istirahat barang sejenak pun.

Sadarkah kau,

betapa ia tak pernah terpuasi, betapapun ringkihnya kau melayaninya?

Ia pun tak peduli betapa kau menderita karenanya,

ia malah berkeluh kesah, ngomel, marah-marah,

bahkan ketika engkau sendiri telah kehabisan tenagamu.

Tidakkah ada keinginan 'tuk memberontak dari keterjajahan itu?

Hingga kapan kau tahan meladeni keserakahannya yang tak tahu diuntung,

tak mau peduli, mau menang sendiri, suka memaki dengan kata-kata keji,

banyak maunya, dan tak pernah kapok?

Apa yang kau harapkan dari menjadi budaknya?

Tidakkah pernah terlintas keinginan untuk bebas-merdeka?

Budak yang malang,

kini kau telah semakin ringkih, dayamu hampir terkuras habis,

ingatanmupun sudah tak sekuat dulu,

tubuhmu mulai tak taat perintah,

masihkah kamu hendak melayaninya?

Adakah tersisa sedikit keberanianmu untuk memberontak?

Sungguh malang engkau, wahai budak!

Nyalimu hilang hanya oleh gertakannya,

nalarpun sirna ditelan raga-cinta.

Mana kecerdasanmu?

Mana keberanianmu?

Mana pengetahuanmu yang dulu diajarkan Guru?

Sungguh aku menyayangimu,

bila tak sayang aku tak peduli kamu,

deritamu bukan deritaku, malangmu hanya karena kebodohanmu;

lantas apa peduliku pada budak seperti kau?

Kamu bukan ras-ku, kau bukan keluarga dekatku dan bukan pula kerabatku.

Cuma karena sayangku padamu ku beri tahu,

walaupun kau senantiasa keliru memandangku.

Aku tak peduli apa anggapanmu tentang aku, semua itu urusanmu.

Karena aku tahu dan kau tidak tahu,

aku merasa wajib memberitahu, hanya itu tugasku.

Aku tak harap terimakasihmu,

dan aku tak harap sanjunganmu yang semu,

aku hanya harapkan kau menyelamatkan dirimu dari belenggu.

Belenggu yang tak akan dengan begitu mudah melepasmu.

Sudahlah .... aku capek,

banyak tugasku selain mengurusimu.

Mungkin engkau berjodoh untuk mempercayaiku,

bila tidakpun, itulah karmamu.

Bila ku datang kini kau menutup pintumu,

kaupun tak 'kan pernah bisa menemuiku lagi.

Dunia kita akan jauh berbeda, duniaku hanya untuk yang percaya,

yang berupaya, para ksatrya utama, para pejuang sejati,

para pencinta kebebasan dan kemerdekaan.

Dengarlah makianku, hai dungu!

Kau tahu betapa pongahnya kau, sok pintar,

bahkan sok bijaksana, benar-benar tak tahu malu.

Katanya berguru, tak tahunya tetap dungu, tuli, buta, gagu dan lumpuh.

Begitukah orang berguru?

Kau bangga dengan nama kosongmu,

kau tetap angkuh meski semakin dungu.

Sementara gila hormat, tak pernah menghormati orang lain.

Tak mau disakiti tapi gemar menyakiti,

kau hanya memuji dirimu sendiri yang kotor dan berbau busuk.

Dasar pengemis tak tahu terimakasih, setelah diberi, kaupun lari.

Pemberian orang kau anggap rejeki,

bukannya ber-bhakti malah mencaci.

Kau benar-benar makhluk memuakkan,

hanya mengharap dan tak mau berusaha.

Mengagumi tanpa mau meniru.

Bicaramu lancar urusan dunia,

kaupun pintar menunjukkan kesalahan orang,

tapi semua salah ada padamu.

Hidung sendiri yang busuk,

malah menuduh orang yang kentut.

Jabatan kosongmu kau agungkan,

harta rampokanmu kau sombongkan,

kau angkuh dengan nama kosongmu itu.

Sungguh-sungguh tak tahu malu.

Dasar tak tahu balas-budi.

Pernahkah kau betanya kenapa kau ada disini?

Siapakah menyediakan semua ini untukmu?

Bila jerih payahmu,

kapan kau pernah membuat air, api, udara, tanah,

dan ruang kosong yang kau tempati?

Ayo jawab!

Sudah tak becus masih juga angkuh,

sudah dungu masih juga sombong.

Kapankah kesadaran datang padamu?

Apa kau pikir ia datang sendiri

dan menawarkan diri pada makhluk dungu?

Dasar bebal!

Tahukah kau akibat ketololanmu yang akut itu?

Tahukah kau terminal akhirmu kelak?

Neraka jahanam terlampau baik buatmu.