Fakta Hidup Anda


1. Sekurang-kurangnya ada 5 orang dalam dunia yang menyayangi Anda dan sanggup mati karena Anda.

2. Sekurang-kurangnya ada 15 orang dalam dunia ini yang menyayangi Anda dalam beberapa cara.

3. Sebab utama seseorang membenci Anda adalah karena dia ingin menjadi seperti Anda.

4. Senyuman dari Anda boleh membawa kebahagiaan kepada seseorang, walaupun dia tidak menyukai Anda.

5. Setiap malam ada seseorang mengingat Anda sebelum dia tidur.

6. Anda amat bermakna dalam hidup seseorang.

7. Kalau bukan karena Anda,seseorang itu tidak akan hidup bahagia.

8. Anda seorang yang istimewa dan unik.

9. Seseorang yang Anda tidak ketahui menyayangi Anda.

10. Apabila Anda membuat kesalahan yang sangat besar, ada hikmah dibaliknya.

11. Sekiranya Anda merasa dipinggirkan, pikirkan dahulu; mungkin Anda yang meminggirkan mereka.

12. Apabila Anda berpikir tidak mempunyai peluang untuk mendapatkan sesuatu yang Anda ingini, mungkin Anda tidak akan memperolehnya, tetapi jika Anda percaya pada diri sendiri lambat laun Anda akan memperolehnya.

13. Kenanglah segala pujian yang Anda terima. Lupakan segala caci maki.

14. Jangan takut untuk meluapkan perasaan Anda; Anda akan merasa senang bila seseorang mengetahuinya.

15. Sekiranya Anda punya sahabat baik, ambillah waktu untuk memberitahunya bahwa dia adalah yang terbaik. Hanya semenit diperlukan untuk mendapat sahabat baik, sejam untuk menghargainya, sehari untuk teman tetap paling setia. Walaupun punya harta yang banyak, teman tetap paling berharga.

The Candle of Hope

Ada 4 lilin yang menyala, Sedikit demi sedikit habis meleleh.
Suasana begitu sunyi sehingga terdengarlah percakapan mereka...

Yang pertama berkata: “Aku adalah Damai. Namun manusia tak mampu menjagaku: maka lebih baik aku mematikan diriku saja!”
Demikianlah sedikit demi sedikit sang lilin padam.

Yang kedua berkata: “Aku adalah Iman. Sayang aku tak berguna lagi. Manusia tak mau mengenalku, untuk itulah tak ada gunanya aku tetap menyala.”
Begitu selesai bicara, tiupan angin memadamkannya.

Dengan sedih giliran Lilin ketiga bicara:”Aku adalah Cinta. Tak mampu lagi aku untuk tetap menyala. Manusia tidak lagi memandang dan mengganggapku berguna.”
“Mereka saling membenci, bahkan membenci mereka yang mencintainya, membenci keluarganya.”
Tanpa menunggu waktu lama, maka matilah Lilin ketiga.

Tanpa terduga…
Seorang anak saat itu masuk ke dalam kamar, dan melihat ketiga Lilin telah padam.
Karena takut akan kegelapan itu, ia berkata: “Ekh apa yang terjadi?? Kalian harus tetap menyala, Aku takut akan kegelapan!”

Lalu ia mengangis tersedu-sedu.

Lalu dengan terharu Lilin keempat berkata:
"Jangan takut, Janganlah menangis, selama aku masih ada dan menyala, kita tetap dapat selalu menyalakan ketiga Lilin lainnya"
” Akulah H A R A P A N “

Dengan mata bersinar, sang anak mengambil Lilin Harapan, lalu menyalakan kembali ketiga lilin lainnya.

Apa yang tidak pernah mati hanyalah H A R A P A N yang ada dalam hati kita… dan masing-masing kita semoga dapat menjadi alat, seperti sang anak tersebut, yang dalam situasi apapun mampu menghidupkan kembali Iman, Damai, Cinta dengan HARAPAN-nya...

Beban bukan penyebab stres

Pada saat memberikan kuliah tentang Manajemen Stress, Stephen Covey mengangkat segelas air dan bertanya kepada para siswanya: "Seberapa berat menurut anda kira-kira segelas air ini?" Para siswa menjawab mulai dari 200 gr sampai 500 gr. "Ini bukanlah masalah berat absolutnya, tapi tergantung berapa lama anda memegangnya," kata Covey.

"Jika saya memegangnya selama 1 menit, tidak ada masalah. Jika saya memegangnya selama 1 jam, lengan kanan saya akan sakit. Dan jika saya memegangnya selama 1 hari penuh, mungkin anda harus memanggilkan ambulans untuk saya. Beratnya sebenarnya sama, tapi semakin lama saya memegangnya, maka bebannya akan semakin berat."

Beban hidup kita sama seperti gelas air yang diangkat Covey. Terkadang kita merasa beban hidup kita terlalu berat dan tidak teratasi lagi sampai merasa begitu putus asa.

Tetapi beban hidup tetap harus dihadapi, dan kita harus ingat bahwa Tuhan tidak akan pernah memberi suatu masalah atau beban yang tidak teratasi oleh kita. Pasti ada suatu cara bagaimana mengatasi masalah tersebut. Hanya bagaimana kita cara kita menghadapi dan mengatasi masalah dan beban hidup yang membuat kita berbeda satu sama lain.

Jika kita membawa dan memikirkan beban kita terus menerus maka beban itu semakin lama akan terasa semakin berat. Suatu saat kita harus meninggalkan beban tersebut untuk beristirahat agar kita lebih segar dan lebih kuat membawa beban itu lagi.

Jadi bukan beban berat yang menyebabkan stres, melainkan lamanya kita membawa beban hidup dan bagaimana cara kita menghadapi beban tersebut.

Semakin kita banyak bersyukur, seberat apapun beban hidup kita pasti akan terasa ringan dan pasti ada jalan keluar untuk menghadapi dan mengatasi beban tersebut.

Tukul yang bijaksana

Empat Mata dibredel, dan Negeri ini semakin lucu saja....
Jujur saya termasuk yang keberatan dengan keputusan KPI ini, meski saya bukanlah Tukulers hehe... Bukankah begitu banyak tayangan yg sebenarnya layak untuk dibredel? Sinetron gak jelas, Dangdut Aurat, Dan berbagai tayangan lain yang bikin eneg. Tapi Empat Mata? Ini kan tayangan komedi Bos...

Negeri yang Aneh, mau ketawa saja diatur... Bener kata Warkop DKI dulu, "Tertawalah sebelum tertawa itu dilarang."

Oke lah... mau apalagi coba?
Berikut kata-kata bijak ala Tukul,yang tentunya saat itu disampaikan sambil cengengesan.
Semoga bisa menginspirasi...


Buat apa jadi orang pinter tapi kerjaannya mbodohin orang lain.

Kerjaan yang paling gampang itu nyalahin orang lain.

Hidup itu praktek, gak perlu teori, teori itu cuma menang dan sukses di angan-angan, praktek itu kenyataan dan bukti otentik.

Orang sabar untungnya di depan mata, orang emosi ruginya di depan mata.

Kalau anak istri senang otomatis suami senang, tapi kalau suami senang-senang belum tentu anak istri senang.

Sanjungan adalah teror.

Jangan cuma cerdas aja tapi juga harus cermat.

Ibarat cermin kalau kita senyum dia juga senyum makanya kalau kita mau dihargai orang kita harus menghargai orang lain.

Kalau kau membuka pintu kemudahan pada orang lain maka pintu kemudahan akan terbuka untukmu.

Hidup harus penuh mimpi, siapa tahu suatu saat bisa kesampaian.

Kemewahan itu apa sih? Semuanya itu hanya mampir saja.

Kelemahan yang ada di dalam diri saya, saya nikmati saja dan justru itu menjadi berkah bagi saya.

Melawak itu ibarat bermain musik. Selain jam terbang, jiwanya juga harus besar.

Rezeki nggak boleh ditolak. Kalau kamu nolak rezeki, nanti rezeki ngomong dengan bahasa rezeki. Biar rezeki lain juga nolak kamu.

Harta , kekayaan popularitas itu hanya titipan. Tidak ada yang perlu dibanggakan.

Untuk menjadi besar harus mau membesarkan orang lain. Dengan demikian, anda akan menjadi besar. Jangan sebaliknya, untuk menjadi orang besar malah dengan cara mengecilkan orang lain.

Cinta itu biasanya berkolaborasi dengan nafsu tapi kalau sayang sudah pasti cinta.

Cinta itu misteri, dari lima orang yang pernah saya taksir. Sepuluh orang menolak! Iya, karena wajah saya tidak ganteng.

Orang yang lahir duluan biasanya egois.

Hidup itu harus tek en gif.

Orang itu jangan dilihat dari kekayaannya, tapi iner biutinya.

Sama perempuan itu harus persuasif, jangan represif.

Orang itu harus optimis, jangan pesimis, jangan kalah sebelum berperang tapi harus menang sebelum berperang.

Saya bukan yang terbaik tapi yang terlatih.

Cintailah pekerjaanmu seperti keluargamu sendiri

Muka saya memang keliru tapi omongan saya gak pernah keliru.

Hidup tanpa tantangan, anyep...

Lebih baik capek bekerja daripada capek mencari kerja

Kesederhanaan menjadi kekuatan

Doakanlah orang yang paling membenci kamu

Kalau rekayasa manusia itu hanya sebentar tapi kalau rekayasa Allah ituakan abadi

Hanya orang-orang yang beriman saja yang bilang Mas Tukul ganteng

Kalau soal kebaikan, minimal satu hari satu orang saya baikin

Ujian hidup itu harus kita nikmati

Lebih baik merendahkan diri sendiri daripada merendahkan orang lain

Jangan suka menghina makanan, nanti makanan itu ngomong dengan makanan yang lain, terus mereka kompak gak mau masuk ke mulutmu, nanti kamu diinfus lho…

Kalau cuma meniru, sarimin juga bisa

Biasanya orang pemalu makannya banyak

Kalau kita bekerja secara profesional, maka pekerjaan itu akan membuat kita menjadi profesional

Lelaki kalau mau disukai wanita, harus bertanggung jawab

Jangan lupa humanisasi, memanusiakan manusia!

Orang bodoh... ya sering nanya

Orang jangan dilihat dari casingnya tapi sinyalnya dong

Dosa di dunia itu merugikan sepihak: kamu untung aku rugi – kamu rugi aku untung

Bisakah kita bermanfaat untuk orang lain?



Dijaman ketika hidup tidak terlampau mudah seperti saat ini; memikirkan diri sendiri bisa jadi sudah merupakan warna paling kentara dalam keseharian kita. Padahal, memikirkan diri sendiri merupakan cikal bakal munculnya sikap mementingkan diri sendiri. Dan ketika seseorang sudah mementingkan dirinya sendiri; maka lupakanlah keberadaan sendi-sendi pengikat yang menghubungkan manusia yang satu dengan manusia yang lainnya. Sebab, ketika setiap orang sudah mementingkan diri sendiri; tidaklah mungkin mereka bersedia mendengarkan suara yang sayup berbisik melalui hati nurani. Jangan tanyakan lagi apa pedulimu kepada orang lain. Sebab, tanpa hati nurani, kepedulian kepada orang lain sudah dengan sendirinya berubah menjadi jenazah, yang tak mungkin kunjung bangkit hidup kembali. Sementara itu, dibelahan bumi kerontang hampir seribu lima ratus tahun yang lalu, konon seorang bijak berkata: Sebaik-baik manusia adalah orang yang paling banyak memberi manfaat kepada orang lain. Mungkinkah dijaman ini kita bisa menjadi manusia yang ’sebaik-baiknya’ itu?

Memberi. Sebuah kata yang penuh misteri. Mengapa kita harus memberi kalau hidup kita sendiri saja sudah sesusah ini? Sebuah pertanyaan yang beralasan. Terutama jika hidup kita sudah diliputi oleh semangat materialisme yang membutakan hati. Dengan demikian, sudah pasti hanya sedikit manusia yang bisa memberi kepada orang lain. Berapa pendapatan anda? Dijaman ini, anda yang berpendapatan 5 juta rupiah atau lebih sudah menjadi bagian elit yang konon tidak lebih dari 3% saja dari seluruh pegawai di Indonesia. Pendapatan resmi yang saya maksudkan. Jika pendapatan anda kurang dari 5 juta; dengan dua atau tiga orang anak, bagaimana anda mengelolanya – dan terutama bagaimana anda bisa memberi sebagian dari pendapatan itu untuk menjadi manfaat bagi orang lain? Sulit sekali bukan? Kita tidak sempat lagi memberi manfaat kepada orang lain. Maaf. Tapi, ya memang begitulah mekanisme berpikir materialistik kita. Betapa Tuhan berpihak kepada orang-orang kaya!

Tapi…, besar atau kecilnya nilai pendapatan tidak selalu melahirkan perbedaan bermakna atas sikap kita. Sekalipun, misalnya, pendapatan kita lebih tinggi dari itu, bahkan puluhan juta sekalipun. Atau mungkin anda, ada yang berpendapatan ratusan juta sebulan. Pada situasi seperti itu, kita bisa saja terjebak dalam bentuk ketidakberdayaan lain. Bukankah kadang kita masih menganggap bahwa pajak itu menghapuskan zakat? Sehingga kita merasa tidak lagi perlu membayar zakat karena – menurut kita – pajak sudah dengan sukarela atau terpaksa dibayarkan. Batin kita serasa sesak kalau melihat besaran angka pajak yang dipotong langsung di lembar kertas gajian kita. Lalu, sebuah serapah melompat dari mulut kita: Jalan didepan rumah gue, tetap saja gue-gue juga yang ngebenerin! Sedekah? Tanyakan saja kepada pemerintah. Bukankah mereka yang memungut uang pajak kita? Bahkan sebelum kita mencicipi hasil peras keringat itu. Semuanya sudah all in one. Lihatlah, Tuhan telah salah memilih orang. Tapi, setidaknya, mereka yang diberi Tuhan lebih banyak uang memiliki lebih banyak peluang. Untuk memberi manfaat kepada orang lain. Sekali lagi, Tuhan berpihak kepada orang-orang kaya!

Hey tunggu dulu; apa iya demikian? Jika Tuhan hanya memberi ruang kepada mereka yang banyak uang; apa bedanya Dia dengan penguasa lalim? Akui saja kalau kita sering terjebak dalam pandangan bahwa memberi selalu berurusan dengan materi. Tidak lebih dari itu. Kita lupa, bahwa banyak hal non-material yang bisa kita berikan kepada orang lain. Dan itu memberi manfaat kepada mereka. Bahkan konon katanya, tersenyum saja sudah senilai dengan sedekah. Tentu saja senyum yang tulus. Lantas, jika ternyata Tuhan menyediakan ruang untuk memberi manfaat kepada orang lain itu melalui begitu banyak jalan; indah rupanya itu semua. Indah memberi manfaat kepada orang lain itu adanya. Karena, sekalipun kita termasuk jenis manusia-manusia dengan pendapatan yang pas-pasan – misalnya – kita tidak pernah kehilangan ruang untuk memberi manfaat kepada orang lain – supaya kita bisa menjadi sebaik-baiknya manusia.

Jika saya tidak punya uang; bolehkah saya memberi manfaat kepada orang lain dengan tenaga saya? Jika saya tidak memiliki tenaga yang besar, bolehkah saya memikirkan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain? Duh, maaf. Saya bukan orang pintar. Tak mungkin saya bisa berpikir sejenius itu. Bahkan nilai matematika saya saja berwarna merah; bolehkah saya memberi manfaat kepada orang lain dengan mengatakan kepada mereka; anda orang yang diberkahi. Benar. Anda adalah orang-orang yang diberkahi. Anda mendapatkan bentuk tubuh yang indah. Tampan dan cantik. Dan menawan. Bisakah keindahan itu memberi manfaat kepada orang lain? Tidak. Saya tidak tampan. Jauh dari kata tampan. Bolehkah saya menampankan perilaku saya agar tak seorangpun terusik oleh tingkah dan langkah saya?

Tolong ijinkan saya untuk memberi manfaat kepada orang lain. Agar saya tidak kehilangan kesempatan untuk menjadi manusia sebaik-baiknya. Tolong. Karena bahkan saya tidak tahu bagaimana caranya. Tolong. Karena saya tidak memiliki apapun yang bisa diberikan kepada orang lain. Jangan tanya berapa pendapatan saya, karena bahkan sebelum tanggalan dikalender menuju ke bulan tua; hati saya sering gundah – bisakah anak dan istri saya mendapatkan nafkah. Nafkah yang halal, maksud saya. Jangan tanya apa yang bisa saya kontribusikan karena bahkan selama ini saya masih mengharapkan seseorang datang dan menolong saya agar terbebas dari segala kesulitan. Saya mau. Saya mau memberi manfaat kepada orang lain. Tapi tolong. Saya tidak tahu bagaimana melakukannya. Tetapi, jika itu boleh dengan sesuatu yang bukan uang, mungkin saya bisa. Iya. Setidaknya, saya akan memberi manfaat kepada orang lain dengan cara tidak membuat mereka menjadi sulit. Jika saya tidak membuat orang lain susah; apakah bisa diterima itu sebagai pemberian bagi mereka? Jika saya tidak menjadikan orang lain kesulitan karena saya, bisakah saya menjadi sebaik-baiknya manusia? Bukankah saya boleh mengatakan bahwa sebaik-baiknya manusia adalah orang yang tidak menyulitkan orang lain. Ah, entahlah. Itu urusan Tuhan saja. Jika Tuhan setuju, mungkin saya bisa menjadi sebaik-baiknya manusia, dengan tidak menyulitkan orang lain. Barangkali. Sebut saja itu cara paling murah. Paling lemah. Tapi, belum tentu selalu paling mudah.

Kata-kata adalah doa



Kata-kata yang kita ucapkan, diucapkan keluar ataupun sekedar dalam hati, memiliki pengaruh yang luar biasa. Baik kepada diri sendiri, maupun kepada orang lain.

Percobaan Sederhana :

Isi kedua gelas dengan nasi yang kita makan sehari-hari. Nasinya diambil dari tempat yang sama, diisi di gelas yang kering dalam jumlah yang kira-kira sama, dan ditutup dengan plastik wrapper tipis dari gulungan yang sama. Untuk memastikan tidak ada udara keluar masuk, di bagian bawahnya diberi selotip. Kemudian dibiarkan selama 2 minggu.

Di gelas sebelah kiri, di beri stiker bertulisan "Jelek, Bodoh, Jahat."

Di gelas sebelah kanan, di beri stiker bertulisan "Cantik, Pintar, Baik."

Meski diletakkan berdampingan, selama 2 minggu perlakukan kedua gelas itu dengan berbeda. Setiap pagi dan malam, ambil gelas di sebelah kiri dan katakan, "Kamu jelek, bodoh, jahat! Saya tidak suka sama kamu!" disertai intensitas emosi yang memadai sebisa mungkin.

Kepada gelas yang di sebelah kanan, katakan, "Halo cantik. Kamu cantik, pintar dan baik deh. Terima kasih ya..." disertai intensitas emosi gembira dan bersyukur.

Setelah 2 minggu, tentu saja keduanya berjamur. Tapi jamur di gelas kiri berwarna kehitaman dan berbau tidak sedap. Jamur di gelas sebelah kanan cenderung berwarna putih dan tidak berbau. Menarik kan?....

Sebuah penelitian di Jepang juga membuktikan bahwa pikiran, kata-kata, ide dan musik akan mempengaruhi struktur molekul air.

Adalah Dr. Masaru Emoto dari Universitas Yokohama yang dengan tekun melakukan penelitian tentang perilaku air. Air murni dari mata air di Pulau Honshu didoakan secara agama Shinto, lalu didinginkan sampai -50 C di laboratorium, lantas difoto dengan mikroskop elektron dengan kamera kecepatan tinggi. Ternyata molekul air membentuk kristal segi enam yang indah. Percobaan diulangi dengan membacakan kata, “Arigato (terima kasih dalam bahasa Jepang)” di depan botol air tadi. Kristal kembali membentuk sangat indah. Lalu dicoba dengan menghadapkan tulisan huruf Jepang, “Arigato”. Kristal membentuk dengan keindahan yang sama. Selanjutnya ditunjukkan kata “setan”, kristal berbentuk buruk. Diputarkan musik Symphony Mozart, kristal muncul berbentuk bunga. Ketika musik heavy metal diperdengarkan, kristal hancur.

Ketika 500 orang berkonsentrasi memusatkan pesan “peace” di depan sebotol air, kristal air tadi mengembang bercabang-cabang dengan indahnya. Dan ketika dicoba dibacakan doa Islam, kristal bersegi enam dengan lima cabang daun muncul berkilauan. Dr. Emoto akhirnya berkeliling dunia melakukan percobaan dengan air di Swiss, Berlin , Prancis, Palestina, dan ia kemudian diundang ke Markas Besar PBB di New York untuk mempresentasikan temuannya pada bulan Maret 2005 lalu. Ternyata air bisa “mendengar” kata-kata, bisa “membaca” tulisan, dan bisa “mengerti” pesan. Dalam bukunya The Hidden Message in Water, Dr. Masaru Emoto menguraikan bahwa air bersifat bisa merekam pesan, seperti pita magnetik atau compact disk.

Semakin kuat konsentrasi pemberi pesan, semakin dalam pesan tercetak di air. Air bisa mentransfer pesan tadi melalui molekul air yang lain. Barangkali temuan ini bisa menjelaskan, kenapa air putih yang didoakan bisa menyembuhkan si sakit. Dulu ini kita anggap musyrik, atau paling sedikit kita anggap sekadar sugesti, tetapi ternyata molekul air itu menangkap pesan doa kesembuhan, menyimpannya, lalu vibrasinya merambat kepada molekul air lain yang ada di tubuh si sakit.

Tubuh manusia memang 75% terdiri atas air. Otak 74,5% air. Darah 82% air. Tulang yang keras pun mengandung 22% air. Air putih galon di rumah, bisa setiap hari didoakan dengan khusyu kepada Tuhan, agar anak yang meminumnya sehat, dan cerdas, dan agar pasangan yang meminum tetap setia...hehe. Air tadi akan berproses di tubuh meneruskan pesan kepada air di otak dan pembuluh darah. Dengan izin Tuhan, pesan tadi akan dilaksanakan tubuh tanpa kita sadari. Bila air minum di suatu kota didoakan dengan serius untuk kebaikan, mungkin semua penduduk yang meminumnya akan menjadi baik dan tidak beringas. Pantaslah air zamzam begitu berkhasiat karena dia menyimpan pesan doa jutaan manusia selama ribuan tahun sejak Nabi Ibrahim.

Apa pesan dari alam yang dapat kita petik dari sini? Tentu saja banyak. Tapi disini saya ingin fokus pada satu hal saja: KEKUATAN KATA-KATA, kata-kata yang kita tujukan ke diri sendiri maupun kepada orang lain.

Sebagian orang sering menggunakan kata-kata negatif kepada diri sendiri. "Saya tidak bisa", "Saya tidak sepintar dia", "Saya tidak berbakat", dsb.

Apa pula jadinya bila kita mengatakan pada anak kita, "Kok begitu saja tidak bisa?", "Kamu kok tidak sepandai dia?", "Dasar pemalas!", "Anak nakal!" dsb.

Air adalah sumber kehidupan. Karena itu, kualitas air sangatlah penting bagi makhluk hidup. Apa jadinya bila kita terus menerus menggunakan kata-kata negatif, kepada diri kita maupun kepada orang-orang yang kita cintai?

Berbaiklah kepada diri Anda dan orang-orang yang Anda cintai. Caranya: Berhentilah menggunakan kata-kata negatif. Gunakan kata-kata positif. Daripada mengatakan, "Saya tidak bisa", lebih baik kita mengatakan "Saya memang belum bisa. Tapi saya akan belajar sampai bisa!".

Daripada mengatakan kepada anak "Kok begitu saja tidak bisa?", lebih baik kita katakan, "Anak pintar, coba kita kerjakan sama-sama PR kamu." Kemudian kita duduk bersama mengerjakan hal-hal yang ingin dihindarinya. Dengan begitu, kita akan tahu dimana letak kelebihan dan kelemahannya, dan kita dapat memberi arahan yang lebih baik untuk anak kita.

Daripada mengatakan kepada sales team Anda, "Apa masalah yang kamu hadapi dalam pencapaian target tahun ini?", lebih baik mengatakan, "Apa tantangan yang kamu hadapi...". Bukankah suasananya terasa lain begitu kita memilih menggunakan kata-kata yang lebih positif?

Ingat! Stop menggunakan kata-kata negatif. Saya yakin Anda dapat melakukannya.

Don't judge a book by its cover



Seorang wanita yang mengenakan gaun pudar menggandeng suaminya yang berpa kaian sederhana dan usang, turun dari kereta api di Boston, dan berjalan dengan malu-malu menuju kantor Pimpinan Harvard University. Mereka meminta janji.
Sang sekretaris Universitas langsung mendapat kesan bahwa mereka adalah orang kampung, udik, sehingga tidak mungkin ada urusan di Harvard dan bahkan mungkin tidak pantas berada di Cambridge.

" Kami ingin bertemu Pimpinan Harvard ", kata sang pria lembut.
" Beliau hari ini sibuk, " sahut sang Sekretaris cepat.
" Kami akan menunggu, " jawab sang Wanita.
Selama 4 jam sekretaris itu mengabaikan mereka, dengan harapan bahwa pasangan tersebut akhirnya akan patah semangat dan pergi. Tetapi nyatanya tidak. Sang sekretaris mulai frustrasi, dan akhirnya memutuskan untuk melaporkan kepada sang pemimpinnya. " Mungkin jika Anda menemui mereka selama beberapa menit, mereka akan pergi," katanya pada sang Pimpinan Harvard.

Sang pimpinan menghela nafas dengan geram dan mengangguk. Orang sepenting dia pasti tidak punya waktu untuk mereka. Dan ketika dia melihat dua orang yang mengenakan baju pudar dan pakaian usang di luar kantornya, rasa tidak senangnya sudah muncul. Sang Pemimpin Harvard, dengan wajah galak menuju pasangan tersebut. Sang wanita berkata padanya, " Kami memiliki seorang putra yang kuliah tahun pertama di Harvard. Dia sangat menyukai Harvard dan bahagia di sini. Tetapi setahun yang lalu, dia meninggal karena kecelakaan. Kami ingin mendirikan peringatan untuknya, di suatu tempat di kampus ini, bolehkan?" tanyanya, dengan mata yang menjeritkan harap.

Sang Pemimpin Harvard tidak tersentuh, wajahnya bahkan memerah. Dia tampak
terkejut. " Nyonya," katanya dengan kasar, " Kita tidak bisa mendirikan tugu untuk setiap orang yang masuk Harvard dan meninggal. Kalau kita lakukan itu, tempat ini sudah akan seperti kuburan."
"Oh, bukan," Sang wanita menjelaskan dengan cepat, " Kami tidak ingin mendirikan tugu peringatan. Kami ingin memberikan sebuah gedung untuk Harvard."
Sang Pemimpin Harvard memutar matanya. Dia menatap sekilas pada baju pudar dan pakaian usang yang mereka kenakan dan berteriak, " Sebuah gedung ?!
Apakah kalian tahu berapa harga sebuah gedung ?! Kami memiliki lebih dari 7,5 juta dolar hanya untuk bangunan fisik Harvard."

Untuk beberapa saat sang wanita terdiam. Sang Pemimpin Harvard senang. Mungkin dia bisa terbebas dari mereka sekarang. Sang wanita menoleh pada suaminya dan berkata pelan, " Kalau hanya sebesar itu biaya untuk memulai sebuah universitas, mengapa tidak kita buat sendiri saja ?"
Suaminya mengangguk. Wajah sang Pemimpin Harvard menampakkan kebingungan.
Mr. dan Mrs. Leland Stanford bangkit dan berjalan pergi, melakukan perjalanan ke Palo Alto, California, di sana mereka mendirikan sebuah Universitas yang menyandang nama mereka, sebuah peringatan untuk seorang anak yang tidak lagi diperdulikan oleh Harvard.
Universitas tersebut adalah Stanford University, salah satu universitas favorit kelas atas di AS.


Kita, seperti pimpinan Hardvard itu, acap silau oleh baju, dan lalai. Padahal, baju hanya bungkus, apa yang disembunyikannya, kadang sangat tak ternilai. Jadi, janganlah kita selalu abai, karena baju-baju,acap menipu...

Belajarlah,maka kesempatan akan datang...



"Sumber dari segala macam bencana dan kutukan terhadap umat manusia adalah kebodohan dan ketidakmengertian. Sumber dari terciptanya peradaban tinggi adalah masyarakat yang menghormati pendidikan"

Setiap Manusia mempunyai potensi dan kesempatan yang sama untuk bahagia dalam hidupnya. Walau ukuran kebahagiaan manusia tidak bisa disama ratakan, namun secara umum bisa dilihat dari kesuksesan yang diraih selama hidupnya. Kesuksesan tidak bisa didapat begitu saja, butuh perjuangan dan usaha keras. Salah satu yang harus dilakukan untuk mendapat kesuksesan ter - sebut adalah dengan belajar. Belajar, merupakan tugas, tanggung jawab dan panggilan pertama bagi tiap manusia. belajar, selain membuat pengetahuan yang kita miliki bertambah, kesempatan terbukanya pintu kesuksesan pun semakin lebar.

Lantas bagaimana caranya agar kesuksesan yang ingin dicapai dengan cara belajar tersebut, dapat mudah kita raih ?? Ada beberapa hal yang patut kita ingat, ketika kita sedang belajar untuk menuju kesuksesan yaitu :

HASRAT KUAT

Belajar tanpa disertai oleh keinginan dan hasrat yang kuat untuk menuju sukses, tak akan berhasil. Karena segala seuatu (termasuk belajar) yang dilakukan tidak dengan sungguh-sungguh, hasil yang dicapaipun akan ala kadarnya. Bila kesuksesan merupakan salah satu proses yang ingin diraih untuk mencapai kebahagiaan, maka mulailah belajar sungguh-sungguh dengan hasrat kuat, keinginan dan harapan yang besar.

Selain keberhasilan tidak akan pernah singgah kepada orang-orang yang berhastar lemah dan tak punya kemauan, tidak bisa dipungkiri bahwa segala sesuatu hanya akan terjadi bila kita menginginkan itu terjadi Seperti kata pepatah "Siapa yang berpikir dia bisa, maka dia akan bisa menjadi siapapun yang dia inginkan" Ciptakan dan penuhi alam bawah sadar kita dengan hasrat yang kuat untuk meraih harapan.

BERANI BELAJAR

Semua orang pada dasarnya tidak tahu dan tidak mampu. Hanya orang- orang yang berani belajar yang akhirnya akan tahu dan mampu. Ada begitu banyak cara untuk belajar, baik melalui pengalaman diri sendiri pengalaman orang lain, buku-buku bacaan, perenungan, kursus ataupun pelatihan-pelatihan yang ada. Kita tinggal memilih cara belajar yang kita sukai. Namun harus dipastikan bahwa cara belajar yang dilakukan, bisa membuat kita lebih mengerti dan memahami banyak hal. Sehingga kita mampu melihat dan mengetahui bahwa ada banyak cara dan pilihan untuk meraih kehidupan yang lebih baik.

"Saya akan belajar, maka kesempatan akan datang" sunggu tepat apa yang dikatakan Abraham Lincoln tersebut Sebab tanpa belajar, maka segala kemungkinan menuju kesuksesan bisa hilang. Untuk menjadi siri yang selalu belajar (a becoming learling person) diperlukan keberanian dan ketabahan, yang berakibat terbukanya segala kemungkinan untuk kehidupan yang lebih baik.

BERANI BERUBAH

"Learning has not taken place, until behaviour has changed,: belajar tidak akan berarti apa-apa,sampai terjadi perubahan perilaku. Dengan belajar pengetahuan dan ketrampilan kita bertambah. Tetapi pengetahuan dan ketrampilan yang kita miliki tersebut tidak akan berarti apa-apa,jika ketrampilan yang kita miliki tersebut tidak sanggup merubah diri kita menjadi lebih baik dari sebelumnya. Pengetahuan kita akan hemat tidak akan men- jadikan kita kaya kecuali kita berani berubah menjadi orang hemat dan mungkin akan kaya. Pengetahuan kita tentang kerja keras tak akan memberi manfaat, sampai kita berubah menjadi seorang pekerja keras dan meraih keberhasilan.

Setelah kita belajar, kita memiliki pengetahuan dan ketrampilan tentang hal-hal yang kita pelajar. Langkah berikutnya adalah bagaimana kita bisa berubah menjadi pribadi yang lebih baik, berdasarkan pengetahuan yang kita miliki. Perubahan itu mungkin terjadi begitu lambat. Bagi orang-orang tertentu hal itu mungkin menjadikannya frustasi sehingga proses belajarpun terhenti ditengah jalan, karena tidak merasa mendapatkan manfaat dari proses belajar. Namun perlu disadari bahwa jauh lebih sulit menerapkan apa yang kita ketahui, dibanding dengan proses belajar untuk mendapatkan pengetahuan itu sendiri. Perubahan kearah lebih baik yang terjadi pada diri kita, walau berjalan secara perlahan, sedikit demi sedikit, hal itu akan sangat besar artinta bagi kesuksesan kita.

Teruslah belajar dan janganlah pernah menyerah, walau kegagalan bisa sewaktu-waktu menghampiri. Gagal bukan berarti mati, tapi gagal berarti ada banyak hal yang harus diperbaiki. Lupakan kata tidak mampu dan tidak mungkin, namun persiapkan fisik dan mental Anda untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.

Benar atau Pintar ?



Kini, manusia Indonesia lebih suka dinilai pintar daripada dinilai benar. Pintar milik beberapa orang, sedangkan benar milik semua orang, karena pintar berdimensi pikir, sedangkan benar berdimensi nurani.

Berbagai penghargaan diberikan kepada orang-orang pintar, orang-orang benar salah lahir di dunia orang pintar. Sebenarnya pintar itu kultur, kerja mental. Sedangkan benar adalah natur, terbawa sejak lahir.

Dunia modern adalah dunia orang pintar. Siapa yang pintar akan benar. Kebenaran orang pintar adalah konstruksi pikiran. Semuanya akan benar jika bangunan pikirannya tersusun rapi, koheren-menyatu, sesuai hukum logika. Kebenaran orang pintar adalah kebenaran eksklusif dan isolatif karena hanya benar dalam bangunannya sendiri. Orang pintar hanya benar di lingkungan yang bangunan pikirannya sama atau mirip.

Apakah kebenaran itu?

Apa yang dinilai benar selalu mendatangkan perdebatan karena kebenaran selalu dilihat dari segi kepintaran. Benar dan tidak benar dinilai dari alam kesadaran, yakni pikiran. Sedangkan kebenaran atau benar adalah soal kehadiran, penghayatan, pengalaman, realitas obyektif. Manusia sejak zaman balita telah belajar mengenali apa yang benar dan tidak benar. Benar itu terasa, cocok, pas, gathuk, dengan penghayatan manusia itu sendiri.

Benar itu amat nyata, hadir, terindra. Semua orang mampu melihat kebenaran itu. Kebenaran yang diperdebatkan senantiasa ada pikiran yang masuk ke dalamnya. Kanak-kanak adalah manusia paling peka dalam mengendus hadirnya kebenaran. Itu sebabnya, mereka yang kanak-kanak dijamin akan masuk surga.

Kini kian banyak orang pintar di televisi, radio, penerbitan, mimbar, dan panggung. Mereka pandai bersilat lidah. Mereka setiap hari memproduksi kosakata baru. Udara dipenuhi kata-kata. Manusia percaya pada kata-kata. Manusia menggantungkan diri dari kata-kata. Perdebatan kian merobek. Kekacauan menggila. Semua terjadi karena manusia mendewakan kata-kata, alat pikiran manusia pintar itu.

Manusia kian buta melihat kebenaran. Kebenaran tidak pernah dihayati, dialami. Dirasakan, dimasukkan dalam kata hati. Kebenaran hanya dilihat dalam kepintaran berkata-kata. Kebenaran yang nyata hadir secara konkret di depan mata itu pun dapat diingkari oleh kepintaran. Dunia ini dapat dijungkir balik oleh kepintaran. Yang benar itu salah, yang salah itu benar. Di mana nuranimu manusia? Di mana kanak-kanakmu?

Manusia yang benar kini dinilai sebagai manusia bodoh. Lebih baik menjadi orang benar meski tidak pintar. Tentu lebih baik lagi jika orang benar itu juga orang pintar, daripada menjadi orang pintar tetapi tidak benar. Dan kenyataannya di Indonesia ini kian banyak orang tidak benar sekaligus tidak pintar. Itulah tragedi bangsa ini, banyak orang pintar tidak benar dan banyak orang tidak benar yang tidak pintar.

Buta kebenaran

Kepekaan terhadap hadirnya kebenaran itulah yang kini mulai menipis di Indonesia. Mudah-mudahan bangsa ini belum buta kebenaran. Buta kepintaran masih lebih baik daripada buta kebenaran. Tanpa kepintaran, manusia masih dapat hidup. Tanpa kebenaran, manusia akan musnah. Benar lebih bernilai daripada pintar. Pintar menuntun manusia menuju kemakmuran duniawi. Benar menuntun manusia menuju keselamatan. Kombinasi pintar dan benar menuju masyarakat yang adil dan makmur. Apa gunanya makmur tanpa keadilan dan kebenaran?

Tanpa kebenaran, sebuah bangsa akan musnah. Bukan benar dalam arti ideal-rasional, tetapi benar dalam arti kualitas kebenaran itu sendiri, yang obyektif terwujud dan dirasakan, dialami, dihayati secara sama oleh semua orang. Yang benar itu tidak menipu jika dirasakan cocok dan gathuk dengan nurani manusia di mana pun dan kapan pun. Yang benar itu hadir secara nyata, gamblang, dan terang. Bagaimana pun orang mau memutarbalikkan yang benar secara rasional. Yang benar itu tetap akan benar.

Namun kini orang tak malu-malu lagi untuk memutarbalikkan kebenaran dengan nilai lidah kepintarannya. Tidak benar itu wajar-wajar saja di Indonesia. Korupsi itu bukan lagi tidak benar. Korupsi itu kewajaran di Indonesia. Bahkan korupsi itu semacam hak istimewa karena tidak setiap orang diberi kesempatan korup. Orang bisa bangga di depan hakim, di depan umum, dirinya seorang koruptor kakap, bukan koruptor teri. Koruptor kakap lebih bangga karena menunjukkan dirinya lebih pintar mengorup uang negara. Koruptor teri itu bodoh. Sudah korupnya recehan, ketahuan lagi. Sedang saya ini koruptor mahakakap selama puluhan tahun dan baru ketahuan sekarang. Kenyataan ini menunjukkan betapa lihainya memutar orang agar korupsi saya tak ketahuan.

Dalam Zaman Edan ini, negara memiliki menteri-menterinya yang cerdik pandai, namun mereka tak mampu menepis pejabat negara yang sudah edan, tidak ingat dan waspada terhadap kebenaran. Berbahagialah, di zaman edan ini, manusia yang peka, selalu ingat dan waspada, terhadap Yang Benar.

Cerita " Apple Tree "



Suatu ketika, hiduplah sebatang pohon apel besar dan anak lelaki yang senang bermain-main di bawah pohon apel itu setiap hari. Ia senang memanjatnya hingga ke pucuk pohon, memakan buahnya, tidur-tiduran di keteduhan rindang daun-daunnya. Anak lelaki itu sangat mencintai pohon apel itu. Demikian pula pohon apel sangat mencintai anak kecil itu.

Waktu terus berlalu. Anak lelaki itu kini telah tumbuh besar dan tidak lagi bermain-main dengan pohon apel itu setiap harinya. Suatu hari ia mendatangi pohon apel. Wajahnya tampak sedih. "Ayo ke sini bermain-main lagi denganku," pinta pohon apel itu. "Aku bukan anak kecil yang bermain-main dengan pohon lagi," jawab anak lelaki itu. "Aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang untuk membelinya." Pohon apel itu menyahut, "Duh, maaf aku pun tak punya uang... tetapi kau boleh mengambil semua buah apelku dan menjualnya. Kau bisa mendapatkan uang untuk membeli mainan kegemaranmu." Anak lelaki itu sangat senang. Ia lalu memetik semua buah apel yang ada di pohon dan pergi dengan penuh suka cita. Namun, setelah itu anak lelaki tak pernah datang lagi. Pohon apel itu kembali sedih.

Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel sangat senang melihatnya datang. "Ayo bermain-main denganku lagi," kata pohon apel. "Aku tak punya waktu," jawab anak lelaki itu. "Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Maukah kau menolongku?" "Duh, maaf aku pun tak memiliki rumah. Tapi kau boleh menebang semua dahan rantingku untuk membangun rumahmu," kata pohon apel. Kemudian anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting pohon apel itu dan pergi dengan gembira. Pohon apel itu juga merasa bahagia melihat anak lelaki itu senang, tapi anak lelaki itu tak pernah kembali lagi. Pohon apel itu merasa kesepian dan sedih.

Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel merasa sangat bersuka cita menyambutnya. "Ayo bermain-main lagi deganku," kata pohon apel. "Aku sedih," kata anak lelaki itu. "Aku sudah tua dan ingin hidup tenang. Aku ingin pergi berlibur dan berlayar. Maukah kau memberi aku sebuah kapal untuk pesiar?" "Duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang tubuhku dan menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau. Pergilah berlayar dan bersenang-senanglah." Kemudian, anak lelaki itu memotong batang pohon apel itu dan membuat kapal yang diidamkannya. Ia lalu pergi berlayar dan tak pernah lagi datang menemui pohon apel itu.

Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah bertahun-tahun kemudian. "Maaf anakku," kata pohon apel itu. "Aku sudah tak memiliki buah apel lagi untukmu." "Tak apa. Aku pun sudah tak memiliki gigi untuk mengigit buah apelmu," jawab anak lelaki itu. "Aku juga tak memiliki batang dan dahan yang bisa kau panjat," kata pohon apel. "Sekarang, aku sudah terlalu tua untuk itu," jawab anak lelaki itu. "Aku benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang bisa aku berikan padamu. Yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan sekarat ini," kata pohon apel itu sambil menitikkan air mata. "Aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang," kata anak lelaki. "Aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah setelah sekian lama meninggalkanmu." "Oooh, bagus sekali. Tahukah kau, akar-akar pohon tua adalah tempat terbaik untuk berbaring dan beristirahat. Mari, marilah berbaring di pelukan akar-akarku dan beristirahatlah dengan tenang." Anak lelaki itu berbaring di pelukan akar-akar pohon. Pohon apel itu sangat gembira dan tersenyum sambil meneteskan air matanya.

Ini adalah cerita tentang kita semua. Pohon apel itu adalah orang tua kita. Ketika kita muda, kita senang bermain-main dengan ayah dan ibu kita. Ketika kita tumbuh besar, kita meninggalkan mereka, dan hanya datang ketika kita memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan. Tak peduli apa pun, orang tua kita akan selalu ada di sana untuk memberikan apa yang bisa mereka berikan untuk membuat kita bahagia. Anda mungkin berpikir bahwa anak lelaki itu telah bertindak sangat kasar pada pohon itu, tetapi begitulah cara kita memperlakukan orang tua kita.

Sebarkan cerita ini untuk mencerahkan lebih banyak sahabat. Dan,yang terpenting: cintailah orang tua kita. Sampaikan pada orang tua kita sekarang, betapa kita mencintainya; dan berterima kasih atas seluruh hidup yang telah dan akan diberikannya pada kita.




[ Tiba-tiba saya ingat orang tua saya...,Saya merasa sudah jadi anak paling kurang ajar sedunia. ]

Penjara Jiwa



Dulu,ketika Soviet masih sebuah negara yang dikuasai partai tunggal Golkom (golongan komunis), para pembangkang yang paling gigih dan beranipun mengkeret menghadapi sistem penjara yang terkenal kejam. Disana, dulu ada kamp konsentrasi di Siberia, yang bisa membekukan tulang-tulang kering para pembangkang. Berkat sistem penjara yang ganas,kaku dan dingin thdp rasa kemanusiaan itu, pengarang besar Aleksander I. Solzhenitsyn menulis novel The Gulag Archipelago yang juga sudah difilmkan dgn bagus itu.Didukung jaringan mata-mata Soviet yang efektif dan terkejam di dunia, partai komunis pernah menjadikan seluruh negeri Soviet sebagai sebuah penjara raksasa.

Di negeri kita sini penjara atau bui --yang kemudian diubah menjadi "LembagaPemasyarakatan" tak sekejam itu. Meskipun begitu,tak seorangpun yang punya cita-cita luhur untuk sesekali mendekam di penjara.Kata penjara itu saja biarpun sudah ganti "kulit" menjadi "Lembaga Pemasyarakatan" sudah menakutkan. "Filsafat" yang melatarbelakangi sistem penjara kita,dan mungkin jg dimana-mana,jelas tidak dibumbui kedengkian dan hasrat balas dendam. Napi dipenjara supaya merenung,menyesali perbuatan dan memperoleh pelajaran untuk bisa hidup kembali di masyarakat secara baik.Tapi dimana-mana,dan juga di tempat kita, kenyataan sebaliknya sering terjadi.Maksudnya,seseorang dipenjara kemudian menjadi lebih jahat, lebih ganas.

Penjara memang mengurung,membatasi gerak,dan pada batas tertentu, juga melumpuhkan. Bayangkan,orang dikurung terus dan tak pernah menghirup kebebasan. Si terpenjara bisa dilumpuhkan secara fisik. Bisa juga secara psikologis. Mantan napi yang kemudian menjadi jahat, sebenarnya adalah orang yang telah dilumpuhkan fungsi-fungsi psikologisnya hingga benih-benih yang memiliki kecenderungan baik itu pada mati, dan bibit kasih sayangnya pun tak lagi berkembang. Pokoknya,dia berhasil dilumpuhkan.Ini hasil dari penjara yang meringkus dan membatasi gerak fisik orang.

Ada jenis penjara lain.Orang tidak terkurung di dalam penjara tapi ia terpenjara. Celakanya, banyak orang tak menyadari bahwa sebenarnya mereka terpenjara juga di dalam seluruh kebebasannya. Dalam konsep Inggris,penjara jenisini disebut captive mind: jiwa yang terpenjara (sekalipun fisiknya bebas melayang ke mana saja). Ini mungkin lebih membahayakan dan lebih kejam dibanding terpenjara secara fisik. Kebodohan,yang membuat kita menjadi picik, keras kepala, merasa benar sendiri, dan segenap ketidakmampuan bersikap kritis, pada dasarnya adalah potret sebuah keterpenjaraan jiwa. Pikir punya pikir,dimasyarakat kita banyak ulah manusia yang mungkin bisa disebut sebagai gambaran keterpenjaraan jiwa itu.

Nafsu "berkuasa" secara berlebihan (hasrat menjadi sesuatu dan tak memberi orang lain kesempatan menggantinya) adalah juga bentuk jiwa yang terpenjara. Untuk mudahnya,ini bisa dinamakan"penjara nafsu".Rangkaian dari keterpenjaraan ini banyak sekali. Biasanya, lanjutan nafsu berkuasa, adalah nafsu "ingin punya". Di dunia wayang kita kenal dengan Dasamuka.
Ia bernafsu menjadi jagoan paling sakti di bumi (bahkan juga di langit, ingin melebihi para dewa), dan ingin memiliki apa saja yang dimiliki orang lain.

Di sekeliling kita,nafsu ingin punya ini diwujudkan dalam bentuk ingin beli pulau,ingin beli gunung, ingin beli lembah, laut, danau, pabrik-pabrik, toko-toko,kantor. Apa saja yang ada.
Buat anak yang sudah bisa kerja dibelikan pabrik atau kantor yang disenangi. Untuk istri dibelikan kebun binatang dan kebun raya,mana tahu sang istri ingin menyegarkan jiwanya yang juga terpenjara itu. Apakah anak-anak yang masih sekolah tak dibelikan sesuatu? Jangan khawatir. Anak yang masih sekolah juga dibelikan sekolahan. Caranya,supaya tak mencolok dan tak jadi gosip di luaran, cukup menyogok gurunya.Kalau anaknya yang dungu itu tidak naik, gurunya dijejali dompet penuh duit.Dan rapor yang terbakarpun dipadamkan. Kemudian si anak dungu diberi kesempatan naik. Kalau anak atau cucu ingin juara dalam suatu lomba, untuk mereka kejuaraan juga bisa dibeli. Dengan kata lain,mereka bukan juara,melainkan "dijuarakan".

Betapapun bahayanya terpenjara secara fisik,segala dampak negatif dan aneka corak penderitaannya cukup dirasakan oleh yang bersangkutan. Tapi keterpenjaraan jiwa, diam-diam rupanya merembet, merayap, dan menggerayangi segenap pihak dalam keluarga. Bahkan mungkin segenap kerabat, famili, sanak,dan konco-konco seperjuangan dulu.

Keterpenjaraan jiwa,pendeknya,serupa wabah yang berjangkit.Wabah itu masa inkubasinya pendek, jangkauan dan daya ledaknya luas. Ancamannya: gawat, tapi tak selalu darurat. Soalnya, yang bersangkutan sering tak sadar. Dan karena itu juga tak harus merasa malu. Yang ada malah sejenis rasa bangga. Dokter medis, dokter jiwa, psikolog, pekerja sosial, kiai dan segenap ahli rohani harus dikerahkan untuk menyembuhkan keterpenjaraan jiwa seperti itu. Jika semua ahli itu masih belum menyembuhkan juga, mungkin tinggal satu yang bisa dijadikan tumpuan harapan: sejarah.

Artinya, biarkanlah sejarah yang sabar dan kalem itu dengan teliti mencatat, merekam, dan mengumpulkan segenap fakta yang diperlukan. Kelak, akhirnya sejarahpun akan bisa berkata seperti Chairil Anwar:
Bila telah sampai waktuku, ku mau tak seorang pun kan merayu.
Tidak juga kau(orang2 yg jiwanya terpenjara).
Tak perlu sedu sedan itu. Karena kau terlambat.
Saat kejatuhanmu telah tiba. Selamat jalan...
Betapa mengerikan akibat dari sebuah keterpenjaraan jiwa. Tapi mengapa harus ngeri? Tiap diri di antara kita, mungkin sudah dilengkapi alam dengan alat-alat sensor yang bisa mencegah
kemungkinan kita terjerumus ke dalam penjara seperti itu.

Soalnya: tinggal bagaimana kita sendiri. Terpenjara atau tidak, sebenarnya kita sendiri yang menentukan. Bukankah kita diberi hak utk jadi arsitek, buat melukis nasib kita sendiri.

Tuhan menciptakan kejahatan?



Apakah Tuhan menciptakan segala yang ada? Apakah kejahatan itu ada? Apakah Tuhan menciptakan kejahatan? Seorang Profesor dari sebuah universitas terkenal menantang mahasiswa-mahasiswanya dengan pertanyaan ini, "Apakah Tuhan menciptakan segala yang ada?".

Seorang mahasiswa dengan berani menjawab, "Betul, Dia yang menciptakan semuanya". "Tuhan menciptakan semuanya?" Tanya professor sekali lagi. "Ya, Pak, semuanya" kata mahasiswa tersebut.

Profesor itu menjawab, "Jika Tuhan menciptakan segalanya, berarti Tuhan menciptakan Kejahatan. Karena kejahatan itu ada, dan menurut prinsip kita bahwa pekerjaan kita menjelaskan siapa kita, jadi kita bisa berasumsi bahwa Tuhan itu adalah kejahatan."

Mahasiswa itu terdiam dan tidak bisa menjawab hipotesis professor tersebut. Profesor itu merasa menang dan menyombongkan diri bahwa sekali lagi dia telah membuktikan kalau agama itu adalah sebuah mitos.

Mahasiswa lain mengangkat tangan dan berkata, "Profesor, boleh saya bertanya sesuatu?"

"Tentu saja," jawab si Profesor

Mahasiswa itu berdiri dan bertanya, "Profesor, apakah dingin itu ada?" "Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja dingin itu ada. Kamu tidak pernah sakit flu?" Tanya si professor diiringi tawa mahasiswa lainnya.

Mahasiswa itu menjawab, "Kenyataannya, Pak, dingin itu tidak ada. Menurut hukum fisika, yang kita anggap dingin itu adalah ketiadaan panas. Suhu -460F adalah ketiadaan panas sama sekali. Dan semua partikel menjadi diam dan tidak bisa bereaksi pada suhu tersebut. Kita menciptakan kata dingin untuk mendeskripsikan ketiadaan panas.

Mahasiswa itu melanjutkan, "Profesor, apakah gelap itu ada?"

Profesor itu menjawab, "Tentu saja itu ada."

Mahasiswa itu menjawab, "Sekali lagi anda salah, Pak. Gelap itu juga tidak ada. Gelap adalah keadaan dimana tidak ada cahaya. Cahaya bisa kita pelajari, gelap tidak. Kita bisa menggunakan prisma Newton untuk memecahkan cahaya menjadi beberapa warna dan mempelajari berbagai panjang gelombang setiap warna. Tapi Anda tidak bisa mengukur gelap. Seberapa gelap suatu ruangan diukur dengan berapa intensitas cahaya di ruangan tersebut. Kata gelap dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan cahaya."

Akhirnya mahasiswa itu bertanya, "Profesor, apakah kejahatan itu ada?"

Dengan bimbang professor itu menjawab, "Tentu saja, seperti yang telah kukatakan sebelumnya. Kita melihat setiap hari di Koran dan TV. Banyak perkara kriminal dan kekerasan di antara manusia. Perkara-perkara tersebut adalah manifestasi dari kejahatan."

Terhadap pernyataan ini mahasiswa itu menjawab, "Sekali lagi Anda salah, Pak. Kejahatan itu tidak ada. Kejahatan adalah ketiadaan Tuhan. Seperti dingin atau gelap, kejahatan adalah kata yang dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan Tuhan. Tuhan tidak menciptakan kejahatan. Kejahatan adalah hasil dari tidak adanya kasih Tuhan dihati manusia. Seperti dingin yang timbul dari ketiadaan panas dan gelap yang timbul dari ketiadaan cahaya."

Profesor itu terdiam.

Nama mahasiswa itu adalah Albert Einstein.

Kisah Lalat



Beberapa ekor lalat nampak terbang berpesta diatas sebuah tong sampah didepan sebuah rumah. Suatu ketika anak pemilik rumah keluar dan tidak menutup kembali pintu rumah kemudian nampak seekor lalat bergegas terbang memasuki rumah itu. Si lalat langsung menuju sebuah meja makan yang penuh dengan makanan lezat. "Saya bosan dengan sampah-sampah itu, ini saatnya menikmati makanan segar" katanya.

Setelah kenyang si lalat bergegas ingin keluar dan terbang menuju pintu saat dia masuk, namun ternyata pintu kaca itu telah terutup rapat. Si lalat hinggap sesaat di kaca pintu memandangi kawan-kawannya yang melambai-lambaikan tangannya seolah meminta agar dia bergabung kembali dengan mereka.

Si lalat pun terbang di sekitar kaca, sesekali melompat dan menerjang kaca itu, dengan tak kenal menyerah si lalat mencoba keluar dari pintu kaca. Lalat itu merayap mengelilingi kaca dari atas ke bawah dan dari kiri ke kanan bolak-balik demikian terus dan terus berulang-ulang. Hari makin petang si lalat itu nampak kelelahan dan kelaparan dan esok paginya nampak lalat itu terkulai lemas terkapar di lantai.

Tak jauh dari tempat itu nampak serombongan semut merah berjalan beriringan keluar dari sarangnya untuk mencari makan dan ketika menjumpai lalat yang tak berdaya itu, serentak mereka mengerumuni dan beramai-ramai menggigit tubuh lalat itu hingga mati. Kawanan semut itu pun beramai-ramai mengangkut bangkai lalat yang malang itu menuju sarang mereka.

Dalam perjalanan seekor semut kecil bertanya kepada rekannya yang lebih tua "Ada apa dengan lalat ini Pak? Mengapa dia sekarat?".

"Oh.. itu sering terjadi, ada saja lalat yang mati sia-sia seperti ini, sebenarnya mereka ini telah berusaha, dia sungguh-sungguh telah berjuang keras berusaha keluar dari pintu kaca itu namun ketika tak juga menemukan jalan keluar, dia frustasi dan kelelahan hingga akhirnya jatuh sekarat dan menjadi menu makan malam kita" Semut kecil itu nampak manggut-manggut, namun masih penasaran dan bertanya lagi "Aku masih tidak mengerti, bukannya lalat itu sudah berusaha keras? kenapa tidak berhasil?".

Masih sambil berjalan dan memangggul bangkai lalat, semut tua itu menjawab "Lalat itu adalah seekor serangga yang tak kenal menyerah dan telah mencoba berulang kali, hanya saja dia melakukannya dengan cara-cara yang sama".

Semut tua itu melanjutkan perkataannya "Ingat semut muda, jika kamu melakukan sesuatu dengan cara yang sama namun mengharapkan hasil yang berbeda, maka nasib kamu akan seperti lalat ini".

"Para pemenang tidak melakukan hal-hal yang berbeda, mereka hanya melakukannya dengan cara yang berbeda"

Listening Skills



Di sebuah sekolah publik di Pennsylvania terdapat papan tulis yang konon dibuat pada tahun 1840. Yang menarik tentu bukan papan tulisnya, melainkan plakat yang tertempel di atasnya. Plakat yang terbuat dari logam tersebut bertuliskan “If wisdom’s ways you would wisely seek, these five things observe with care: of whom you speak, to whom you speak, how, when, and where.”

Sewaktu masih kuliah dulu, saya pernah berkonsultasi tentang hal sepele dengan seorang dosen yang juga businessman sukses. Di luar dugaan, beliau mendengarkan “keluhan gak penting” saya dengan penuh atensi sembari menjaga kontak mata dan body language yang positif — seolah-olah saya orang yang mahapenting di matanya.

Berbeda dengan tipikal dosen lain yang cenderung meremehkan mahasiswanya, anomali ini tentu merupakan ketidakbiasaan. Ketika saya tanyakan, beliau menjawab, “Listening is one of the most effective ways of learning what others value. When I listen to you, I learn what you value.” Katanya, ini adalah skill dan attitude yang mutlak dimiliki siapapun agar bisa memahami dan menghargai orang lain pada tingkat yang lebih tinggi.

Mendengarkan (listening) merupakan salah satu skill yang harus dimiliki siapapun — tak cuma pemimpin bisnis atau pejabat pemerintah, tetapi juga kita sendiri. Mendengarkan bukan merupakan solo performance, melainkan circular connection yang saling terkait. I listen, you respond; you listen, I respond.

Seperti kita tahu, komunikasi merupakan proses penyampaian ide antara dua pihak yang berbeda. Agar berjalan dengan efektif, kita tak cuma harus menjaga apa yang kita ucapkan — melainkan juga mendengarkan dengan engagement yang penuh. Dosen saya itu juga berpesan, “When it’s obvious we’re not being heard, it’s time to listen, time to deliver the message differently.”

Dalam dunia bisnis, kemampuan mendengarkan menjadi sangat krusial. Seorang pemimpin (leader) bertanggung jawab terhadap kinerja dan hasil dalam suatu organisasi. Sukses tidaknya leader dipengaruhi oleh sebarapa efektif ia memobilisasi orang-orang di sekitarnya dengan misi, visi, nilai yang diemban organisasi; serta bagaimana orang-orang tersebut mendengar customer dengan baik. Dengan itu kita juga akan mendapatkan feedback positif yang berguna bagi pertumbuhan dan produktivitas.

Mendengarkan orang lain memang penting. Tetapi bagaimana kita mendengarkan hati kita — our inner self — juga tak kalah penting. Semakin tinggi intelektualitas seseorang semakin mudah mengabaikan bisikan hati kita. Makin sering kita mengabaikan, makin mudah kita menjadi seorang yang ignorant.

Kenapa bangsa ini terpuruk dan carut marut tak karuan? Kenapa bangsa ini mulai kehilangan nilai-nilai ketimurannya? Barangkali karena kita terlalu banyak berbicara — bukannya mendengarkan orang-orang di sekeliling kita dan memperhatikan apa-apa yang ada di sekitar kita.

Mungkin inilah saatnya untuk mulai belajar menghargai orang lain. Belajar mendengarkan orang lain.

Tidak Punya Apa-apa, Tapi Punya Segalanya



Belakangan ini, seluruh dunia sedang membicarakan krisis ekonomi yang kian menghantui. Terlepas dari masalah sistem keuangan, pengawasan dan lainnya, bila dikembalikan pada sifat dasar manusia, maka sumbernya tidak lain adalah : KESERAKAHAN.

Keserakahan adalah seperti sebilah pisau bermata dua. Bila diartikan sebagai sifat yang menginginkan sesuatu yang lebih dari yang dimiliki saat ini, maka sifat serakah adalah sesuatu baik, karena mendorong kita untuk melakukan lebih. Memiliki karir dan penghasilan yang lebih baik, memiliki lebih banyak teman, menjadi orang tua atau anak yang lebih baik, dsb.

Masalah muncul ketika berhadapan dengan keserakahan yang lepas kendali, yang menginginkan sesuatu dengan menghalalkan segala cara, yang biasanya tidak etis. Sumber masalahnya bukan lagi karena “kekurangan”, tapi karena “menginginkan lebih”. Ambil contoh korupsi. Korupsi terjadi bukan karena kekurangan penghasilan. Tapi karena keserakahan bertemu dengan kesempatan. Pengendalian diri yang lemah terhadap keserakahan bertemu dengan pengawasan yang lemah yang menciptakan kesempatan. Maka terjadilah peristiwa dimana orang menggadaikan integritas dirinya dengan melakukan korupsi.

Keserakahan tak terkendali seringkali terjadi karena orang TIDAK SABAR. Apa yang ada dipikiran seseorang ketika ia menerobos lampu merah di perempatan jalan? Apakah ia khawatir lampu merah itu tidak akan berganti menjadi hijau? Tentu tidak. Jawabannya sederhana: TIDAK SABAR.

Padahal sifat sabar adalah kecerdasan emosi yang menjadi salah satu ciri orang sukses. Ada sebuah penelitian di sebuah Fakultas Psikologi. Mereka mengumpulkan anak berumur 5-6 tahun dalam sebuah ruangan dan memberi permen coklat dihadapan mereka. Mereka diberitahu bahwa boleh langsung memakan permen itu atau menunggu 30 menit. Siapapun yang mau menunggu 30 menit, akan diberi 2 permen coklat. Ada anak yang langsung memakan permen itu, dan ada yang mau menunggu 30 menit untuk memperoleh tambahan 2 permen coklat.

Penelitian dilanjutkan 30 tahun kemudian. Anak yang mampu menunda kesenangan ternyata mendapatkan nilai sekolah yang lebih baik, menjadi karyawan yang lebih baik, atau menjadi pengusaha yang lebih sukses dibanding teman-teman mereka yang tidak mampu menunda kesenangan. Demikianlah sikap sabar dan kemampuan menunda kesenangan terbukti merupakan salah satu atribut orang sukses.

Banyak orang yang bahkan begitu tidak sabarnya sehingga seringkali memilih pola hidup di atas batas kemampuannya. Sering kita temui orang yang memiliki satu dompet penuh berisi kartu kredit. Tentu tidak ada yang salah dengan kartu kredit sebagai instrumen pembayaran yang disertai berbagai bonus dan diskon yang menggiurkan. Tapi ia akan menjadi salah bila digunakan tanpa perhitungan. Tagihan bulanan dibayar dengan cicilan minimum. Padahal sisanya dikenakan bunga yang sangat tinggi oleh bank penerbit kartu. Akhirnya, hutang yang satu ditutup dengan hutang yang lain. Akibatnya, hutang semakin menggurita. Begitu tidak terkendali, mereka jadi bingung sendiri.

Ada baiknya kita melihat pola hidup Warren Buffet dan George Soros. Kini, Buffet adalah orang terkaya di dunia, mengalahkan Bill Gates, bos Microsoft. Dalam buku “The Winning Investment Habit of Warren Buffet & George Soros”, dikatakan bahwa Buffet dan Soros adalah orang yang berprinsip “Hiduplah jauh di bawah kemampuan Anda.”

Meskipun termasuk jajaran orang kaya dalam Fortune 500, mereka menikmati kemewahan yang tidak berlebihan. Warren Buffet tetap tinggal di rumah dengan tiga kamar, yang dibelinya 50 tahun lalu ketika menikah. Ia mengatakan bahwa ia sudah memiliki segalanya di rumah itu. Soros tinggal di rumah yang sederhana, yang tidak berbeda dari lingkungannya. Ia mengatakan, “Saya selalu hidup dalam skala yang jauh lebih sederhana ketimbang sumberdaya keuangan saya.”
Mereka adalah contoh orang yang menjalani kehidupan sebagaimana orang kebanyakan. Kelihatannya mereka tidak punya apa-apa, tapi sebetulnya punya segalanya.

Tentu kita tidak perlu menunggu hingga menjadi orang terkaya dalam jajaran Fortune 500 untuk menjalani hidup “tidak punya apa-apa, tapi punya segalanya.” Dengan bersikap syukur, seringkali kita menemukan bahwa sesungguhnya kita punya segalanya. Kehidupan yang harmonis dengan pasangan hidup yang kita cintai. Anak-anak yang ceria dan selalu mencerahkan hari-hari kita. Teman-teman yang memperkaya hidup kita. Dan sebagainya.

Keinginan untuk mencapai atau memiliki sesuatu yang lebih dari yang ada saat ini merupakan hal positif yang mendorong seseorang untuk maju. Yang diperlukan adalah kecerdasan emosi berupa sikap sabar untuk menjalani proses, tidak bisa instant. Sehingga, proses yang dijalani tidak sampai membuat kita justru kehilangan hal yang paling penting dalam hidup kita, yang sebetulnya sudah kita miliki saat ini, yakni keluarga, teman, integritas dan jati diri kita sendiri.