Alkisah di suatu negeri burung, tinggallah
bermacam-macam keluarga burung. Mulai dari yang kecil hingga yang besar. Mulai
dari yang bersuara lembut hingga yang bersuara menggelegar. Mereka tinggal di
suatu pulau nun jauh di balik bukit pegunungan. Sebenarnya selain jenis burung
masih ada hewan lain yang hidup di sana. Namun sesuai namanya negeri burung,
yang berkuasa dari kelompok burung.
Semua jenis burung ganas, seperti, burung
pemakan bangkai, burung kondor, burung elang dan rajawali adalah para penjaga
yang bertugas melindungi dan menjaga keselamatan penghuni negeri burung.
Burung-burung kecil bersuara merdu, bertugas
sebagai penghibur. Kicau mereka selalu terdengar sepanjang hari, selaras dengan
desau angin dan gesekan daun. Burung-burung berbulu warna-warni, pemberi
keindahan. Mereka bertugas bekeliling negri membentangkan sayapnya, agar
warna-warni bulunya terlihat semua penghuni. Keindahan warnanya menimbulkan
kegembiraan. Dan rasa gembira bisa menular bagai virus, sehingga semua penghuni
merasa senang.
Pada suatu ketika, seekor induk elang tengah
mengerami telur-telurnya.
Setiap pagi elang jantan datang membawa makanan
untuk induk elang. Akhirnya, di satu pagi musim dingin telur-telur mulai
menetas. Ada 3 anak elang yang nampak kuat berdiri. Dua anak elang hanya mampu
mengeluarkan kepalanya dari cangkang telur harus berakhir dalam paruh sang
ayah.
Dengan tangkas, elang jantan mengoyak cangkang
telur lalu mematuk-matuk calon anak yang tak jadi. Perlahan-lahan sang induk
memberikan potongan-potongan tubuh anaknya ke dalam paruh mungil anak-anak
elang.
Kejam...? Ini hanya masalah kepraktisan. Untuk
apa terbang dan mencari makan jauh-jauh jika ada daging bangkai di dalam
sarang. Sebagai hewan, elang hanya mempunyai naluri dan akal tanpa nurani.
Inilah yang membedakan manusia dan hewan.
Waktu berjalan terus, hari berganti hari.
Anak-anak elang yang tadinya berbentuk jelek karena tak berbulu, kini mulai
menampakkan keasliannya. Bulu-bulu halus mulai menutupi daging di tubuh
masing-masing. Kaki kecil anak-anak elang sudah mampu berdiri tegak. Walau
kedua sayapnya belum tumbuh sempurna.
Induk elang dan elang jantan, bergantian menjaga
sarang. Memastikan tak ada ular yang mengincar anak-anak elang dan memastikan
anak-anak elang tak jatuh dari sarang yang berada di ketinggian pohon.
Suatu pagi, saat induk elang akan mencari makan
dan bergantian dengan elang jantan menjaga sarang. Salah seekor anak elang
bertanya: “Kapankah aku bisa terbang seperti ayah dan ibu?”
Induk elang dan elang jantan tersenyum, bertukar
pandang lalu elang jantan berkata: “Waktunya akan tiba, anakku. Jadi sebelum
waktu itu tiba, makanlah yang banyak dan pastikan tubuhmu sehat serta kuat”.
Usai sang elang jantan berkata, induk elang merentangkan sayapnya lalu
mengepakkan kuat-kuat.
Hanya dalam hitungan yang cepat, induk elang
tampak menjauhi sarang. Terlihat bagai sebilah papan berawarna coklat melayang
di awan. Anak-anak elang, masuk di bawah sayap elang jantan. Mencari kehangatan
kasih sang ayah.
Waktu berjalan terus, musim telah berganti dari
musim dingin ke musim semi. Seluruh permukaan pulau mulai menampakan
warna-warni dedaunan. Bahkan sinar mentari memberi sentuhan warna yang indah.
Anak-anak elang pun sudah semakin besar dan sayapnya mulai ditumbuhi bulu-bulu
kasar.
Suatu ketika seeor anak elang berdiri di tepi
sarang, ketika ada angin kencang, kakinya tak kuat mencengkram tepi sarang
sehingga ia meluncur ke bawah. Induk elang langsung merentangkan sayang dan
mendekati sang anak seraya berkata: “Rentangkan dan kepakan sayapmu kuat-kuat!”
Tapi rasa takut dan panik menguasai si anak
elang karenanya ia tak mendengar apa yang dikatakan ibunya. Elang jantan
menukik cepat dari jauh dan membiarkan sayapnya terentang tepat sebelum si anak
mendarat di tanah. Sayap elang jantan menjadi alas pendaratan darurat si
anaknya.
Si anak elang yang masih diliputi rasa panik dan
takut tak mampu bergerak. Tubuhnya bergetar hebat. Induk elang, dengan kasih
memeluk sang anak. Menyelipkannya di bawah sayapnya dan memberikan kehangatan.
Sesudah si anak tenang dan tak gemetar, induk elang dan elang jantan membawa si
anak kembali ke sarang.
Peristiwa itu menimbulkan trauma pada si anak
elang. Jangankan berlatih terbang dengan merentangkan dan mengepakkan sayap.
Berdiri di tepi sarang saja ia sangat takut. Kedua saudaranya sudah mulai
terbang dalam jarak pendek. Hal pertama yang diajarkan induk dan elang dan
elang jantan adalah berusaha agar tidak mendarat keras di dataran.
Lama berselang setelah melihat kedua saudaranya
berlatih, si elang yang pernah jatuh bertanya pada ibunya:
“Adakah jaminan aku tidak akan jatuh lagi?”
“Selama aku dan ayahmu ada, kamilah jaminanmu!”
jawab si induk elang dengan penuh kasih.
“Tapi aku takut!' ujar si anak.
“Kami tahu, karenanya kami tak memaksa.” jawab
si induk elang lagi.
“Lalu apa yang harus kulakukan agar aku berani?”
tanya si anak.
“Untuk berani, kamu harus menghilangkan rasa
takut!”
“Bagaimana caranya?”
“Percayailah kami!” ujar elang jantan yang
tiba-tiba sudah berada di tepi sarang.
Si anak diam dan hanya memandang jauh ke tengah
lautan. Tiba-tiba si anak elang bertanya lagi; “Menurut ibu dan ayah, apakah
aku mampu terbang ke seberang lautan?”
Dengan tenang si elang jantan berkata: “Anakku
kalau kau tak pernah merentangkan dan mengepakkan sayapmu, kami tidak pernah
tahu, apakah kamu mampu atau tidak. Karena yang tahu hanya kamu sendiri!”
Lalu si induk elang menambahkan: “Mulailah dari
sekarang, karena terbang kecilmu akan menjadi awal perubahan hidupmu. Semua
perubahan dimulai dari terbang awal, anakku!”
Si anak elang diam tertegun, memandang takjub
pada induk elang dan elang jantan. Kini ia sadar, tak ada yang tahu kemampuan
dirinya selain dirinya sendiri. Kedua orang tuanya hanya memberikan jaminan
bahwa mereka ada dan selalu ada, jika si anak memerlukan. Didorong rasa bahagia
akan cinta-kasih orang tuanya, si elang kecil berjanji akan berlatih dan
mencoba.
Ketika akhirnya ia menggantikan elang jantan
menjadi pemimpin keselamatan para penghuni negeri burung, maka tahulah ia,
bahwa kesuksesan yang diraihnya adalah di mulai saat tekad terbangun untuk
melangkah. Sukses itu tak pernah ada kalau hanya sebatas tekad. Tapi tekad itu
harus diwujudkan
dengan tindakan nyata, walau dimulai dari langkah yang kecil.
Mulailah
rentangkan dan kepakkan sayap kemampuanmu, maka dunia ada digenggamanmu !