Agama apapun yang kita anut tidaklah penting

Religion is the recognition of all our duties as divine commands.

[ Immanuel Kant ]


Soal beragama sebetulnya bukan pada apa agamanya melainkan pada bagaimana kitanya, umat penganutnya itu sendiri. Agama apapun yang kita anut sesungguhnya tidak begitu penting, tidak sepenting bagaimana kita menganutnya. Ketika seorang umat beragama menginjakkan kakinya pada tataran hakikat, bukan saja nama organisasi agama tidak lagi penting, namun nama Tuhan-nyapun tidak penting lagi.

Anda bisa saja menaiki pesawat dengan tiket kelas bisnis dan saya dengan tiket kelas ekonomi ke Jakarta, namun ketika kita sampai, kita sampai di bandara dan Jakarta yang sama —dengan segala kemacetan, kerawanan, dan banjir tahunan dan lima-tahunannya. Sama saja….

Makanya, seperti apa yang pernah diucapkan oleh Benjamin Franklin, ‘mereka yang mempertengkarkan soal agama, justru kebanyakan adalah mereka yang tidak mempraktekkan ajaran agamanya’. Mereka yang fanatik justru umumnya mereka yang dangkal pemahamannya akan agamanya sendiri; oleh karenanya mereka merasa perlu memamerkan kefanatikannya secara superfisial sebagai kompensasi. Mereka yang sok paling militan di tengah kerumunan sesamanya yang mayoritas, umumnya takut setengah-mati ketika harus berada di tengah-tengah yang lainnya sendirian. Yang seperti ini beraninya hanya di bawah-kolong, di bawah perlindungan kelompoknya yang kebetulan mayoritas di suatu wilayah geografis tertentu itu; padahal sebetulnya luarbiasa pengecut.



Note : Saya posting ini dalam keadaan jengkel setengah mati sekaligus geli karena ada seorang teman yang menyatakan bahwa sebelum mati saya harus ber-agama Is*** agar masuk surga. Katanya hanya agama itulah yang boleh masuk ke surga hehehe… Oke,btw saya tak pernah mengharap surga tuh… Saya hanya jalani takdir saya sebagai manusia sebaik-baiknya. Sebagai manusia seutuhnya di hadapan Tuhan saya. How about you?

Mengharap Kesenangan dengan ''membuat orang senang''

If you are honest and frank,

people may cheat you;

Be honest and frank anyway.

~Mother Theresa~


Saya merasa senang kalau disanjung, dan tidak senang kalau dicerca. Ketika saya membuat sesuatu atau melakukan sesuatu, saya mengharapkan sanjungan dari pihak-pihak tertentu yang menikmati apa yang saya buat atau yang menjadi sasaran dari perbuatan saya. Dengan demikian rasa senang-susah saya, saya gantungkan pada orang-orang, pada sanjungan dan cercaan mereka.

Padahal, jangankan menggantungkan susah-senang kita pada hal-hal di luar, menggantungkannya pada fenomena di dalam saja masih labil, terlalu banyak ketidak-pastian, walaupun sudah lebih mantap ketimbang menggantungkannya pada hal-hal atau ke jadian-kejadian luar. Dengan berbuat demikian, perasaan akan sangat mudah terombang-ambing oleh sesuatu yang ada di luar kewenangan kita untuk mengaturnya, mengkondisikannya.

Sebab faktanya, kita tak bisa membuat semua orang senang, walaupun kita telah berusaha mati-matian untuk itu. Atau sebaliknya, kita tak bisa menghindari kemungkinan menyusahkan orang lain, walaupun itu memang tidak kita sengaja. Kita bisa saja memperlakukan seseorang dengan cara sedemikian rupa, yang menurut anggapan kita akan disukai orang lain, hanya lantaran kita sendiri memang suka diperlakukan demikian; namun, orang itu belum tentu menyukainya. Orang punya seleranya sendiri-sendiri bukan?

Sanjungan yang tidak tulus, yang dipaksakan misalnya, boleh jadi menyenangkan hati saya, namun tidak hati Anda karena Anda bisa melihat dan tak menyukai kemunafikan atau kepura-puraan itu. Atau, saya boleh jadi merasa senang kalau ada yang bersikap 'menjilat', tetapi bagi Anda itu najis.

Oleh karenanya, sejauh kita sendiri masih butuh disenangkan dan tak suka diperlakukan tak senonoh oleh orang lain, adalah sangat arogan sekaligus munafik untuk mengusung slogan 'membuat orang senang'. Karena sebetulnya kita sendirilah yang mengharapkan kesenangan dengan cara 'membuat orang senang'.

Wanita dan Kekerasan

Wanita, memang ditakdirkan hadir dengan penuh kelembutan. Sangat jauh dari kesan kekerasan. Digambarkan, senyumnya selalu tersungging, alis bulan sepenanggalan, rambut bak kembang mayang terurai, kulit mulus bak pualam dan seabreg keindahan lainnya. Sungguh sosok yang indah, penuh kelembutan dan sekali lagi, sangat jauh dari kesan kekerasan.

Tapi mengapa, sosok wanita juga berkaitan dengan kekerasan. Entah sebagai korban atau malah sebagai penyebab kekerasan itu sendiri. Sebagai korban, kita sudah sering mendengarnya. Mulai dari istri yang disiksa suami karena dianggap kurang pecus mengerjakan pekerjaan rumah, kurang cakap mendidik anak atau seringkali pula dianggap kurang pintar memuaskan suami. Ujung-ujungnya, wanita inilah yang menjadi korban dari semua sikap kekerasan yang dilakukan –tentu saja- oleh laki-laki.

Angka kekerasan terhadap wanitapun semakin meningkat setiap tahunnya. Meskipun angka-angka tersebut sangat diyakini jauh lebih kecil daripada kejadian yang sebenarnya. Selama ini masih banyak wanita-wanita yang enggan melapor alias dipendam dengan alasan malu atau malah takut dianggap sebagai membuka rahasia rumah tanga. Kebanyakan mereka, masih menyakini swargo nunut, neroko katut (Surga dan neraka, wanita ikut aja…). Kekerasan yang mereka alami mulai dai makian, pemaksaan hubungan badan sampai dengan kekerasan fisik.

Tapi di dalam kelembutannya, wanita juga banyak menyimpan pesona meraih kekuasaan. Kekuasaan yang kental dengan nuasa kekerasan. Dalam kisah lama, tradisi kekuasaan bagi wanita sesungguhnya sudah ada sejak zaman Hindu seperti Ratu Shima di Kalingga, Ratu Kencana Wungu di Majapahit, Ratu Kalinyamat zaman Mataram dan cerita-cerita rakyat seperti Calonarang.

Para wanita yang berkuasa tersebut ternyata lebih kretaif dan bervariasi dalam menggunakan sarana untuk mencapai kekuasaan. Ratu Shima mendapatkan kekuasaan di Kalingga bukan karena kesaktiannya, tetap lebih utama karena keadilan dan kejujurannya. Lain halnya dengan Ratu Kencana Wungu (dalam sejarah disebut Dewi Suhita) yang menemukan kekuasaan dengan cara memanfaatkan kekuatan pria.

Ratu Kencana Wungu telah berhasil menundukkan tokoh sakti, Kebo Macuet yang hendak berkuasa di Majapahit melalui kesaktian Adipati Menak Jingga (Bre Wirabumi). Dan Ketika Adipati Menak Jingga menginginkan tahta Majapahit sekaligus memperistrinya, lagi-lagi Kencana Wungu memanfaatkan kelihaian dan ketampanan seorang pria bernama Anglingdarma. Upaya meraih kekuasaan dengan memanfaatkan kekuatan pria semacam ini juga terjadi pada Ratu Kalinyamat.

Dari ketiga contoh wanita penguasa tersebut, tampaknya hanya Calonarang yang menggunakan kemampuan dan keunggulan pribadi, yaitu kesaktian dalam menebar racun dan kelihaian mengintimidasi penduduk di wilayah kekuasaannya.

Ada juga wanita yang menjadi penyebab aksi kekerasan. Kita bisa sebut nama Cleopatra dari Kerajaan Romawi Agung. Di kerajaan yang memuja banyak dewa ini, Cleopatra digambarkan sebagai wanita yang sangat menggoda hingga akhirnya menjadi perebutan kaisar-kaisar di sana. Malah Cleopatra juga disebut sebagai salah satu penyebab perang di zamannya.

Atau kalau mau yang lebih lokal lagi adalah kisah tentang Ken Arok. Pemuda sakti ini akhirnya sampai terbebani dendam nyawa 7 turunan dengan garis silsilah Adipati Tunggul Ametung, suami Ken Dedes yang pertama sebelum akhirnya wanita penuh pesona ini dinikahi Ken Arok.

Kalau membaca sejarah itu, kita akan tahu Ken Arok sangat terpesona dengan keindahan betis Ken Dedes dan membuatnya sangat berambisi untuk berkuasa dan memperistri Ken Dedes, apapun caranya. Saya tidak bisa membayangkan apa yang akan dilakukan Ken Arok seandainya saat itu dia tidak hanya melihat betis Ken Dedes.

Keindahan betis itu harus dibayar dengan 14 nyawa (7 turunan dari Ken Arok dan 7 turunan dari Tunggul Ametung). Lalu berapa nyawa yang harus dibayar untuk keindahan paha, payudara atau malah kemaluan Ken Dedes?

Karena itu, wahai wanita, jagalah auratmu dan pesonamu baik-baik karena itu bisa membuat laki-laki merasa di surga atau di jurang neraka.

Pertanyaan untuk Cinta

“Adakah telapak tanganmu berkeringat, hatimu berdebar kencang dan suaramu tersekat di dadamu? Itu bukan Cinta, itu SUKA.

Adakah kamu tidak dapat melepaskan pandangan mata darinya? Itu bukan Cinta, itu NAFSU.

Adakah kamu menginginkannya karena kamu tahu ia ada di sana? Itu bukan Cinta, itu KESEPIAN.

Adakah kamu mencintainya karena itulah yang diinginkan semua orang? Itu bukan Cinta, itu KESETIAAN.

Adakah kamu tetap mengatakan kamu mencintainya karena kamu tidak ingin melukai
hatinya? Itu bukan Cinta, itu BELAS KASIHAN.

Adakah kamu menjadi miliknya karena pandangan matanya membuat hatimu melompat? Itu bukan Cinta, itu TERGILA-GILA.

Adakah kamu memaafkan kesalahannya karena kamu menjaga perasaannya? Itu bukan Cinta, itu PERSAHABATAN.

Adakah kamu mengatakan padanya bahwa setiap hari hanya dia yang kamu pikirkan? Itu bukan Cinta, itu DUSTA.

Adakah kamu rela memberikan semua hal yang kamu senangi untuk kepentingan dirinya? Itu bukan Cinta, itu KEMURAHAN HATI.

Tetapi…

Adakah kamu tetap bertahan karena kesakitan dan kegembiraan yang membutakan dan tak terpahami … menarikmu mendekati dan tetap bersamanya? ITULAH CINTA.

Apakah kamu menerima kesalahannya karena itu bagian dirinya apa adanya?
Jika demikian, ITULAH CINTA.

Adakah kamu tertarik dengan orang lain tapi setia dengannya tanpa penyesalan?
Jika demikian, ITULAH CINTA.

Adakah kamu menangis karena kesakitannya walaupun saat itu dia kuat?
ITULAH CINTA.

Adakah hatimu sakit dan hancur ketika dia bersedih?
ITULAH CINTA.

Adakah hatimu gembira ketika dia berbahagia?
ITULAH CINTA.

Adakah matanya melihat hatimu dan menyentuh jiwamu begitu mendalam sehingga menusuk hatimu? Yang demikian itulah namanya CINTA

Beware of your Dark Side

Beware of your dark side” (Yoda Master, Star Wars)



Setiap orang mempunyai suatu sisi gelap. Itulah yang sering dikatakan orang. Bahkan, seorang humoris dan penulis terkenal Amerika, Mark Twain, sampai-sampai mengatakan, “Everyone is a moon and has a dark side he never shown to anybody” (Setiap orang adalah seperti bulan, mempunyai sisi gelap yang tidak pernah ia tunjukkan kepada orang lain).

Tampaknya, apa yang dikatakan Mark Twain sangatlah benar. Bahkan, lebih dari sekadar perlu disadari, sisi gelap ini sangatlah perlu diwaspadai. Masalahnya, dalam kondisi tak terkendali, bagian inilah yang serin merampas kegemilangan dan kesuksesan yang dirintis susah payah bertahun-tahun.

Kita ambil contoh saja, mulai dari seorang atlet, artis, politikus hingga seorang pemuka agama yang punya repu-tasi begitu tersohor, akhirnya dirusakkan oleh sisi gelapnya sendiri. Biasanya masyarakat umum mulai menghujat dan menjauhi mereka, tatkala sisi gelap ini terungkap. Dan, sampai kapan pun sisi gelap ini akan terus menjadi misteri yang menarik untuk diungkap.

Bicara soal sisi gelap ini memang menarik. Masih ingatkah Anda dengan kisah legendaris terkenal yang berjudul Dr Jekyll dan Mr Hyde karya sastrawan Inggris terkemuka, Robert Louis Stevenson?

Dalam kisah ini diceritakan soal seorang dokter terkemuka yang mempunyai dua sisi kepribadian. Pada suatu saat, dia adalah seorang dokter yang menolong dan membantu orang, menyelamatkan nyawa orang. Namun, setelah meminum ramuan tertentu, dia pun berubah menjadi seorang malaikat maut pencabut nyawa yang berbahaya.

Masih mempunyai hubungan dengan kisah ini, adalah film box office beberapa tahun lalu yakni Star Wars. Dalam salah satu kisahnya yakni serial Return of The Sith, diceritakan soal bagaimana seorang Jedi yang hidupnya terhormat bernama Anakin Skywalkers yang kemudian berubah menjadi pria yang ganas dan berbahaya.

Dua sisi

Kedua tokoh ini pada dasarnya mengingatkan kita soal dua sisi dalam kehidupan kita. Itulah sebabnya salah satu psikolog terkenal, Carl Gustav Jung, menyebutkan bahwa dalam diri setiap orang terdapat bagian yang disebutnya dengan shadow (bayangan).

Shadow ini berisi pribadi sisi gelap yang merupakan kumpulan insting, naluri, dan dorong-dorongan negatif dalam kehidupan kita. Bagaimana nyatanya shadow ini bersemayam pada diri setiap orang, perhatikanlah kedua kisah nyata ini.

Pertama, ada seorang ulama yang setiap hari berbicara soal agama dan memberikan kuliah soal moralitas. Akhirnya, begitu banyak orang mengaguminya karena sering tampil di depan publik dengan retorikanya yang begitu menggugah dan meyakinkan, khususnya jika dia mulai bicara soal moralitas.

Pengikutnya bahkan berkembang dan fans-nya banyak. Namun, tanpa ada yang tahu, si ulama ini ternyata banyak membohongi pengikutnya dengan mengutip uang dari mereka-mereka yang dengan tulus mendermakan uang untuk membantu proyek sosialnya. Akhirnya, kebohongan ini pun terkuak. Saat ketahuan, ternyata sudah bermiliar
rupiah dikutip oleh ulama ini dari pengikutnya. Dia pun akhirnya dikucilkan.

Kisah kedua menyangkut seorang direktur sebuah perusahaan yang kehidupannya membingungkan bagi orang-orang di sekitarnya. Di depan publik, si direktur yang juga banyak berbicara di forum-forum nasional ini banyak berbicara tentang manajemen yang jujur dan penuh integritas.

Dia pun mengajari orang soal bekerja sebagai ibadah dan menasihati orang soal keagamaan. Namun, di sisi lain, orang-orang sekitarnya mengetahui bahwa dirinya sangat manipulatif bahkan biasa menghalalkan berbagai cara untuk mencapai tujuan.

Nah pembaca, kedua kisah ini menggambarkan contoh bagaimana sisi gelap bekerja pada diri setiap orang, tidak peduli betapa terhormat dan bagaimanapun situasinya. Kenyataannya ini yang terkadang jarang disadari dan bahkan kadang sulit ditoleransi oleh orang-orang, saat sisi gelap ini muncul ataupun terungkap.

Bagaimana menyikapi sisi gelap pada diri kita dan orang lain? Hal terpenting, seperti diungkap oleh psikolog yang berbicara soal sisi gelap ini, yakni Carl Jung adalah kesadaran dan penerimaan bahwa setiap orang memiliki shadow-nya sendiri-sendiri.

Inilah bagian sisi yang oleh agama dan ajaran religius kita kerapkali disebut juga sebagai dosa. Karena itu, perlu dipahami bahwa sangat mudah bagi setiap orang untuk terjebak dalam sisi gelapnya. Namun, menyadari kecenderungan ini bukannya kita lantas harus tunduk pada sisi gelap ini. Dalam film Star Wars, Anakin Skywalker yang berubah menjadi jahat, digambarkan dengan bagus tatkala dia membiarkan sisi gelap mengambil alih kendali atas hidupnya.

Bagi banyak orang, perjuangan melawan sisi gelap ini merupakan suatu pertempuran yang paling menarik dalam sebagian besar dari perjuangan kehidupan manusia. Realita menunjukkan selalu terjadi pertempuran antara sisi gelap dan sisi terang dalam diri kita hingga memunculkan salah satu pemenang.

Untuk itulah, seorang penulis yang juga seorang clinical hypnotherapist Kyle Varner dari Maryland, memberikan tip cara menyikapi secara positif sisi gelap kita ini. Pertama, menurutnya adalah menyadari kecenderungan adanya sisi gelap kita. Tidak ada
seorang pun yang luput dari sisi gelap ini. Justru dikatakan mereka yang paling menggembar-gemborka n bahwa dirinya tidak berada dalam sisi gelap ini, merupakan mereka yang paling mudah terjerumus dalam lubang sisi gelap ini. Karena itu, pertama-tama adalah menyadari pola (pattern) kecenderungan sisi gelap diri kita ini.

Langkah kedua adalah berusaha tidak melawan, tetapi merenungkan mengapa muncul sisi-sisi gelap tersebut. Di balik sisi gelap tersebut umumnya ada kebutuhan dan keinginan yang mungkin belum terpenuhi, atau tepatnya unfinished business dalam kehidupan kita.
Memang sisi gelap tersebut bukannya harus diikuti, tetapi disikapi secara positif bahwa sisi gelap menunjukkan kemanusiaan kita yang nyata. Realita menunjukkan semakin kita melawan semakin besar dorongan dalam diri kita, semakin kita merasa kalut dan terjebak
semakin jauh. Menurut Kyle Verner, dengan menyadari dan menerima sisi gelap ini terlebih dahulu, barulah kita bisa belajar mengendalikannya.

Hal ketiga adalah mengarahkan energi sisi gelap tersebut untuk meraih kualitas hidup kita. Di satu sisi kita mengakui bahwa kita mempunyai kecenderungan negatif yang muncul dari sisi gelap tersebut, tetapi hal itulah yang sebenarnya bisa menjadikan hidup
kita lebih kuat. Khususnya jika kita mampu mengendalikan bahkan menaklukkan sisi gelap tersebut.

Banyak tokoh yang setelah bergumul melawan sisi gelap mereka, akhirnya justru mencapai kualitas diri yang jauh lebih luar biasa.

Awas Sinyal Bohong !

Kadang kala Anda merasa curiga kalau-kalau orang yang Anda ajak bicara itu berbohong pada Anda. Bagaimana Anda bisa mengetahui kebenarannya? Pasti ada suatu cara untuk mengetahui apakah mereka berbohong di mana Anda akan bisa memahami kebohongannya tersebut.Dalam percintaan, kehidupan bisnis, dan politik, sangat penting sekali untuk dapat mengidentifikasi perbedaan antara kebohongan dan kejujuran. Sebenarnya, sangat sulit untuk mengetahui apakah seseorang itu berbohong atau tidak. Beberapa orang bisa berbohong dengan amat mudah seperti mereka mengatakan hal sebenarnya.

Namun, Anda harus mampu memahami apakah seseorang yang berbicara dengan Anda itu berbohong atau tidak. Kalau tidak, Anda akan mudah ditipu oleh orang lain. Satu masalahnya adalah bagaimana cara Anda tahu mereka berbohong atau tidak?

Sebenarnya ada beberapa cara yang signifikan untuk mengetahui seseorang berbohong atau tidak. Anda harus melihat bahasa tubuh mereka. Beberapa tanda seperti gugup, melihat ke arah lain, terlalu banyak mengedipkan mata, atau terlihat cemas mengindikasikan bahwa seseorang itu berbohong.

Cara untuk Melihat Kebohongan Seseorang

Pengetahuan akan bahasa tubuh sangatlah penting untuk mengetahui apakah seseorang berbohong atau tidak. Inilah beberapa tanda untuk membantu Anda mengindikasikan kebohongan:

-Anda akan melihat bahwa orang yang berbicara pada Anda menghindari kontak mata. Matanya akan lebih sering berkedip atau berputar ke arah lain. Hal ini mengindikasikan kondisi mental yang tidak nyaman.

-Orang itu menunjukkan kebingungan saat berbicara. Saat dia berbohong, dia akan memikirkan tentang kesalahannya pada waktu yang sama. Hal ini akan mengganggu perhatiannya dalam percakapan tersebut.

-Seorang pembohong sering kali bicara dengan sangat cepat atau dalam kalimat-kalimat pendek. Dia mencoba untuk menyudahi situasi itu secepat mungkin.

-Jika Anda mengawasi bahasa tubuh pembohong dengan cermat, Anda akan melihat bahwa bahasa tubuhnya seperti bentuk proteksi diri. Orang itu mencoba untuk melindungi diri sendiri dengan tindakan tertentu seperti mundur ke belakang, menyilangkan lengannya, atau meremas tangan.

-Pembohong berpura-pura kebingungan dalam percakapan. Dia menciptakan kebingungan tersebut sehingga dia bisa mendengar pendapat orang lain dan menyetujui mereka.

-Kadang kala, pembohong menunjukkan perilaku yang berkebalikan. Dia ingin berkata tidak tapi dia menganggukkan kepalanya.

-Biasanya, pembohong tidak siap untuk mengatakan kebohongan tersebut. Saat dia berbohong mengenai sesuatu, hal itu tidak direncanakan sebelumnya. Karena itu, jika Anda menanyakan sesuatu tentang detailnya, maka dia tidak akan mampu menjawab pertanyaan Anda dengan tepat. Dia akan kebingungan dan kehilangan konsistensi percakapannya.

-Tawa yang berlebihan dan rasa setia kawan berlebihan bisa menjadi tanda penting kebohongan. Pembohong itu ingin berpura-pura menunjukkan bahwa dia adalah teman Anda, sehingga Anda akan mulai mempercayainya.

-Cara terbaik untuk meningkatkan kemampuan Anda untuk menentukan apakah seseorang berbohong atau tidak adalah dengan mendengarkan dengan baik. Jika Anda mendengarkan dengan baik apa yang dikatakannya, maka Anda dapat dengan mudah menemukan ketidakkonsistenan dalam pembicaraannya. Inilah salah satu cara efektif untuk mengetahui apakah mereka berbohong atau tidak.

-Juga terlihat jelas apabila seseorang mengatakan kebohongan, dia cenderung akan memberikan penjelasan yang tidak penting. Dia akan memberi terlalu banyak detail tentang situasinya.

-Saat pembohong mengetahui bahwa pendengarnya tahu akan kebohongannya, dia akan segera merasa tersinggung. Hal yang sama terjadi dalam kasus percakapan melalui telepon. Orang yang berbohong cenderung menutup telepon atau cepat-cepat mengubah topiknya.

Dengan mengetahui tanda-tanda ini, Anda akan dengan mudah memahami apakah seseorang berbohong atau tidak dan melindungi diri Anda agar terhindar dari tipuan.

Rahasia Kehidupan

Selama hidup ada 2 kata yang sangat penting dan menjadi fokus perhatian saya, yaitu hidup dan sukses. Pertanyaan-pertanyaan tentang hidup mulai memenuhi pikiran saya ketika saya mulai menanjak dewasa. Siapakah saya? Dari mana saya berasal? Untuk apa saya berada di sini? Apa makna dan tujuan hidup ini? Apa yang terjadi ketika saya meninggal? Adakah Tuhan, Sang Pencipta? Siapa dan di manakah Dia?

Pertanyaan-pertanyaan tentang sukses juga mengusik pikiran saya. Apakah sukses itu? Apakah sukses sebagai seorang manusia? Bagaimana saya mendefinisikan sukses hidupku? Apa yang paling penting untuk menjalani hidup sebagai seorang sukses?

Dua kata ini, saya yakin, juga pernah menghampiri pikiran Anda dan setiap manusia yang hidup di dunia ini. Dan selama hidup kita selalu dalam pergelutan untuk mencari dan memberi makna atas dua kata ini. Dan kita terus melakukannya hingga kita menutup mata untuk terakhir kalinya.

Anthony Robbins mengatakan questions are answers. Dalam setiap pertanyaan terkandung jawaban kalau kita sungguh-sungguh mencarinya. Keberanian mempertanyakan adalah kekuatan yang luar biasa, ketika kita siap menghadapi ketidakpastian dan kebingungan dalam pencarian tersebut. Konfusius mengatakan, kebingungan adalah awal dari pencerahan. Ketika kita siap untuk menapaki jalan yang berbeda, maka hidup kita akan berubah dan tidak sama lagi.

Menurut saya, pertanyaan atas hidup dan sukses merupakan pertanyaan yang perlu kita ajukan kepada diri dan mencari jawaban dalam perenungan sedini mungkin dalam hidup. Bukan ketika kita sudah tua dan menunggu hari-hari terakhir. Dan mengajarkan anak-anak muda untuk hal yang sama merupakan hadiah tak ternilai sebagai orang tua.

Sebenarnya ada benang merah untuk dua kata ini, yaitu satu kata: bahagia. Setiap manusia dalam hidupnya berusaha menjalani hidup yang sukses. Dan kehidupan yang sukses adalah kebahagiaan. Dalai Lama & Howard Cutler mengatakan dalam bukunya The Art of Happiness, tujuan hidup manusia adalah untuk meraih kebahagiaan. Dengan demikian, hidup yang sukses adalah menjalani hidup sehari-hari penuh dengan kebahagiaan.

Lalu bagaimana kita mencapai kebahagiaan? Semua dimulai dari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan atas hidup dan sukses. Ajaran-ajaran dan kitab-kitab suci agama memberikan tuntunan dalam pencarian ini. Buku-buku bagus juga merupakan sahabat terbaik dalam proses ini. Perenungan merupakan kondisi yang paling tepat. Dan kuncinya terletak pada cara kita menjalani jawaban tersebut. Pemegang kuncinya adalah kita masing-masing, dan orang yang berhak membuka pintu, memasuki, dan menjalani jalan baru itu juga tidak dan bukan lain adalah kita masing-masing.

Lalu di mana tempat dan sumber jawaban atas pertanyaan atas hidup, sukses dan kebahagiaan? Temukan jawabannya dalam cerita berikut.

Konon, setelah Sang Pencipta menciptakan alam semesta beserta seluruh isinya, hewan-hewan, tumbuh-tumbuhan, dan manusia, maka tinggal satu tugas terakhir, yaitu meletakkan rahasia hidup di tempat yang tepat. Manusia baru dapat menemukannya pada saat dia telah mencari-carinya dan siap untuk menerimanya. Maka Sang Pencipta memanggil para malaikat dan memberi tugas ini. Para malaikat pun mulai berembuk dan berdiskusi .

Salah satu malaikat memberikan usul, “Bagaimana kalau kita meletakkan rahasia itu di atas gunung paling tinggi? Manusia tidak akan menemukannya di sana.”

Atas pertanyaan ini malaikat yang lain menjawab, “Kita telah menciptakan manusia dengan ambisi dan rasa ingin tahu yang tidak pernah terpuaskan, mereka pada akhirnya akan mendaki bahkan gunung yang paling tinggi sekalipun.”

Lalu, yang lain memberi saran, “Bagaimana kalau rahasia itu disembunyikan di dasar samudera yang paling dalam?”

Terhadap saran ini, yang lain menjawab, “Kita telah menciptakan manusia dengan kemampuan imajinasi tanpa batas dan keinginan yang meluap-luap untuk menjelajahi dunianya, cepat atau lambat, manusia bahkan akan mencapai samudera yang paling dalam sekalipun.”

Akhirnya malaikat yang paling tua muncul dengan satu solusi: “Mari kita sembunyikan rahasia hidup di tempat yang paling akhir dicari manusia, suatu tempat yang hanya akan dia datangi bila dia telah mencoba semua kemungkinan dan telah siap menerimanya.” Lalu semua bertanya, “Di manakah tempatnya?”

Malaikat yang paling tua itu menjawab, “Kita akan menyimpannya jauh di dalam hati nurani setiap manusia.”

Semua malaikat setuju, dan akhirnya diputuskan rahasia hidup disimpan di sana. Sejak itu dan sampai sekarang rahasia terbesar itu tersimpan di dalam hati manusia yang paling dalam, menunggu siapa pun yang telah siap untuk menerimanya.

Sudahkah kita mencari dan menemukannya? Mari kita lakukan sebelum semuanya terlambat.

Keep Smile...!


“Tertawa dan belajarlah, sebab kita semua membuat kesalahan…”


Abe adalah seorang anak dalam masa pertumbuhan, seperti anak lainnya, ia ingin mempunyai teman dan bermain akrab bersama-sama, tetapi keinginan itu menjadikan dirinya bahan tertawaan teman-temannya. Ia sering mendapat ejekan dan perlakuan kasar. Di sekolah pun ia mendapat ejekan karena bentuk kepalanya dianggap aneh oleh teman-temannya. Kenapa temannya menertawakan wajahnya? Demikian pikir Abe. Apa yang mesti aku lakukan?

Abe mulai bercermin, ia memperhatikan dengan teliti bentuk raut wajahnya... Beberapa saat kemudian ia mulai tertawa terbahak-bahak. "Tidak ada yang salah dengan wajahku" Lalu ia menulis di atas cerminnya "Orang ini tidak boleh dipandang terlalu serius!!"

Cerita di atas adalah kisah nyata masa kecil Abraham Lincoln. Bagaimana ia dapat menerima kenyataan yang membuat teman-teman semakin senang memperolokan dirinya? Jawabannya adalah dengan menerima dirinya seperti apa adanya dan menghadapinya dengan senyum lebar-lebar. Ia berusaha menerima bentuk apa pun dirinya dengan cara menertawakan dirinya sendiri. Dengan cara seperti itu ia semakin percaya diri dan semakin membuat dirinya terbuka menerima orang lain. Ketika Abe mendapat ejekan dari teman-temannya, ia menerima semuanya itu dengan senyum lebar-lebar, "Inilah diri saya, Abe!!"

Senyum merupakan proses mental, pembentukan suasana psikologi yang memberikan perubahan suasana emosi. Tanpa itu bukanlah senyum, melainkan hanya suatu gerakan kerutan sisi ujung bibir yang memanjang, dikenal dengan nama senyum, tetapi tidak diketahui makna oleh pelakunya sendiri, dan orang lain menilainya sebuah senyuman tidak tulus dan memberikan kesan dipaksakan.

Tidak sekedar memasangkan sebuah bingkai senyuman yang manis, kita berusaha mengenali arti sebuah senyuman yang kita berikan untuk diri kita sendiri ataupun mentransferkan sebuah semangat kecil arti hidup untuk orang lain. Berlebihan? Tidak!

Kita hidup di sekeliling orang-orang yang yang hidup disibukan dengan pekerjaan. Orang-orang yang lalu lalang di sekeliling kita adalah adalah orang yang lelah dengan rutinitas pekerjaannya. Sikap acuh menjadi kebiasaanya, bisa saja disebabkan karena pikirannya terus tertuju pada suatu hal yang barangkali belum diselesaikannya. Apa salahnya jika memberikan sebuah senyuman yang manis kepada mereka? Pesan positif ini dapat mengingatkannya kembali posisi sebenarnya ia berada. Membalas senyuman Anda atau Mencoba mengingat siapa Anda yang telah memberikan senyuman kepadanya? Teman lamakah?

Saya tidak menyuruh Anda berbuat gila, tetapi Anda dapat mencoba dan Anda akan menemukan sendiri keajaiban dari sebuah senyuman yang Anda berikan pada orang lain. Coba Anda perhatikan orang-orang di sekeliling dan di sekitar Anda, kebanyakan mereka berjalan terburu-buru, acuh dengan sekelilingnya, atau disibukkan dengan percakapan dengan teman di sebelahnya. Atau Anda dapat melihat orang-orang yang sibuk di kantor, pegawai bank misalkan, kebanyakan mereka jarang mendapat penghargaan yang tulus dari customer-nya. Sehari-hari pekerjaan tidak lepas dari konsentrasi dan cukup melelahkan. Cobalah menyapa mereka, berikan senyum Anda yang termanis buat mereka. Jangan putus asa bila Anda tidak mendapat respon yang menyenangkan, setidaknya Anda telah memberikan sebuah warna bagi kehidupan mereka.

Coba simak kisah di bawah ini;

Seorang anak kecil berusia 12 tahun berjalan-jalan bersama pamannya yang baru datang dari luar kota. Anak itu merasa heran melihat pamannya yang selalu menyapa orang-orang yang ditemuinya dan selalu tersenyum kepada orang-orang itu. Anak itu merasa kagum dengan pamannya yang dikenal banyak orang. Rasa kagumnya menjadi hilang dan berubah menjadi heran ketika mereka semakin jauh berjalan dan semakin banyak orang yang telah disapa oleh pamannya. Benarkan mereka itu semua kenalan pamannya? Akhirnya ia mengajukan pertanyaan itu kepada pamannya. Pamannya menjawab, "Tidak, samasekali paman tidak mengenal mereka". Anak itu semakin heran, "Lalu kenapa Paman menyapa mereka?". Pamannya menjawab, "Dengan menyapa dan memberi senyum kepada mereka, berarti paman telah memberikan sedikit kebahagian, setidaknya mereka akan menyisihkan sedikit waktunya untuk melupakan masalah yang ada dalam pikirannya, mereka akan mencoba mengingat siapa orang yang telah menyapanya. Dan akan mengingatkannya kembali ke masa-masa kenangan bersama orang-orang yang pernah ia kenal dulunya"


Bagaimana kita dapat selalu tersenyum?

1. Senyum adalah pesan positif, tidak terbentuk dari pembentukan emosi yang negatif. Anda tidak akan dapat tersenyum bila Anda sedang menangis atau bersedih. Stress dapat membuat senyuman Anda kehilangan arti, hambar dan dingin, tetapi bila Anda melawan emosi negatif Anda dengan senyum berarti Anda telah membuang seperempat muatan emosi negatif dalam pikiran Anda dan membuat Anda mempunyai tenaga baru sebagai semangat dalam diri Anda.

2. Anda dapat tersenyum saat kapan pun, tetapi Anda tidak tahu kenapa Anda tersenyum, berarti ada kesalahan dalam diri Anda. Belajarlah untuk tersenyum sebagai pembangkit gairah hidup Anda sehari-hari.

3. Nikmati hidup Anda walaupun berjalan secara rutinitas dan membosankan, cobalah berpikir dari sudut yang berbeda dari sebelumnya. Ingatlah seberapa banyak orang yang mempunyai nasib yang sama seperti Anda, dan mereka berusaha untuk terus melaluinya. Hiduplah dengan santai, bebaskan pikiran yang dapat mengganggu hidup Anda.

4. Berpikir positif. Bagaimana berpikir positif dapat membuat Anda tersenyum? Andalah yang menguasai pikiran Anda, bukan pikiran-pikiran negatif, konflik, atau pun masalah-masalah yang sedang Anda hadapi. Jangan biarkan pikiran-pikiran itu menguasai otak Anda, lalu menguasai perasaan Anda. Ketika Anda mulai menghadapi masalah, kontrol pikiran Anda sendiri, katakan pada diri Anda sendiri bahwa Anda dapat melaluinya, bahwa saya dapat menyelesaikan masalah saya sendiri, dan saya mampu untuk tugas seperti itu. Akhiri kata-kata itu dengan senyum lebar-lebar! Anda telah menanamkan rasa percaya diri Anda! Ingatlah pepatah berikut, "Pikiran dapat menciptakan surga menjadi neraka, atau neraka dapat menjadi surga"

5. Menerima diri sendiri dan orang lain seutuhnya. Minder dapat membuat Anda kehilangan rasa percaya diri dan membuat Anda kehilangan semangat berpikir positif Anda. Terima diri Anda terlebih dahulu, maka Anda dapat menerima orang lain. Jangan pikir apa kata orang terhadap Anda, lakukan apa yang menurut Anda terbaik buat diri Anda sendiri, bila kata-kata itu membuat Anda terganggu, tersenyumlah masih ada orang yang memberi perhatian kepada Anda. Mereka telah memberi warna bagi hidup Anda, indah bukan?

6. Jadilah diri Anda sendiri. Lakukan apa yang Anda senangi, kita tidak pernah tahu sampai kapan kita dapat hidup. Beri sedikit waktu untuk diri Anda sendiri, lakukanlah hal yang Anda senangi, dengan demikian Anda tidak akan pernah menyesal dan akan menjadi salah satu kenangan bagi Anda karena Anda telah melakukannya.

7. Jadikan prinsip kata-kata berikut ini; setiap orang selalu ingin diperhatikan, sebagai salah satu cara untuk menarik perhatian atau sekedar memberi sedikit perhatian Anda kepadanya; setiap orang mempunyai masalahnya sendiri, maka tersenyumlah, jangan terlalu serius dengan masalah yang sedang Anda hadapi, lihatlah seberapa banyak orang berjuang untuk tetap hidup.

8. Suasana hati yang bahagia, ketika sedang berlangsung, dapat memperkuat kemampuan untuk berpikir dengan fleksibel dan lebih kompleks, dengan demikian memudahkan Anda menemukan pemecahan masalah, baik persoalan intelektual ataupun antar pribadi. Jadi, bentuklah suasana hati Anda yang bahagia selalu, mulailah dengan senyuman!


Apa yang dapat membuat Anda tersenyum?

1. Mengingat hal-hal lucu yang pernah Anda alami. Pernah Anda melakukan hal-hal yang konyol dalam hidup Anda? Ingatlah kembali hal itu, akan membuat hidup Anda terasa lebih indah. Anda akan tersenyum dan berpikir, kenapa saya melakukan hal sebodoh itu? Ha... ha... ha... ha...

2. Mengenang masa lalu atau masa kecil. Memori seiring bertambah umur maka memori itu akan hilang, maka diperlukan retreiving kembali. Ingat masa lalu Anda jangan biarkan hilang begitu saja, karena masa kecil banyak hal dapat membuat tertawa bila kita mengingatnya.

3. Membaca cerita lucu atau anekdot. Banyak cerita lucu disekeliling kita bila kita ingin menikmatinya, semuanya akan membuat hidup lebih terasa santai dan nyaman.

4. Menonton film komedi. Akhir pekan yang melelahkan dapat Anda mengisinya dengan menonton film yang bertemakan komedi, setidaknya akan meregangkan urat-urat syaraf Anda yang sebelumnya telah Anda paksakan untuk konsentrasi penuh dengan pekerjaan dan tugas rutinitas Anda.

5. Membalas senyuman orang lain. Untuk mendapatkan senyuman dari orang lain maka Anda perlu tersenyum, berbagi kebahagian untuk orang lain maka Anda akan mendapat keajaiban kecil. Bila Anda mendapatkan senyum dari orang lain maka Anda beruntung seseorang memperhatikan Anda!

6. Melihat album photo. Kebanyakan orang berpose dengan serius disaat akan di photo. Anda perlu mencoba hal-hal 'lain' yang baru. Pasang wajah paling jelek Anda ketika akan di photo, lakukan hal itu ketika Anda berphoto bareng dengan teman-teman Anda, yakinlah Anda akan menjadi pusat perhatian orang yang melihat setiap lembar photo-photo Anda dan akan membuat Anda tersenyum setiap kalinya melihatnya.

7. Membaca surat, email, atau menerima sms lucu. Jangan pernah dibuang kalau dapat surat yang lucu dari teman, simpan dan baca kembali kalau Anda merasa merindukannya suatu saat. Jangan menunggu surat menyapa Anda, mulailah Anda mengirimnya maka Anda akan mendapat balasan, jangan kecewa bila tidak seperti Anda harapkan, setidaknya Anda masih mengingat teman-teman Anda. Begitu juga email dan sms. :)

8. Punya banyak teman! Aha, Anda dapat melihat begitu banyak karakter yang Anda temui, nikmati warna-warna itu, setidaknya Anda telah belajar untuk melucu dan menghibur orang lain.

9. Membantu orang lain tanpa pamrih dan spontan.


Boleh saja Anda tersenyum tapi perhatikan dulu hal-hal berikut…

1. Banyak kejadian yang tak terduga dari sebuah senyuman Anda, dan kita tidak pernah menduganya samasekali apa yang bakal terjadi. Jangan tersenyum bila Anda belum gosok gigi!

2. Jangan tersenyum sendiri di tempat terbuka atau di tengah keramaian, jika Anda tidak tidak ingin dianggap gila, tapi bila Anda menikmati hidup Anda, jangan perduli orang lain, lebarkan senyum Anda!

3. Siapa orang yang hendak Anda berikan senyum? Jangan salah sasaran! Jika Anda tidak ingin dikatakan genit. Makna senyuman akan hilang bila Anda mempunyai niat awal hanya sekedar memberi senyum kepada orang yang Anda tuju malah mendatangi Anda. Padahal Anda sekedar memberi senyuman dan tidak ingin terganggu. Caranya, berikan senyum lalu berlalu dari hadapannya. Bila Anda sedang duduk, berikan senyuman Anda, lalu berpura-puralah kembali sibuk dengan pekerjaan Anda. Jangan terlalu lama tersenyum, tatap sebentar lalu berpalinglah. Perhatikan kondisi dan situasi yang tepat, jadi tidak sekedar membagi senyuman!


Banyak sekali kejadian disekeliling kita yang muncul dari sebuah senyuman tanpa kita sadari dan kita duga, Anda dapat membaca pengalaman langsung dari Daniel Goleman berikut ini yang menggugah emosi kita;

Siang itu siang bulan Agustus yang benar-benar sangat panas di New York City, hari yang membuat orang mandi keringat dan bersungut-sungut karena merasa tidak nyaman. Saya sedang berjalan pulang ke hotel, dan sewaktu melangkah memasuki bis yang menuju Madison Avenue, saya dikejutkan oleh pengemudinya, seorang pria kulit hitam setengah baya tersenyum penuh semangat dan menyambut saya dengan sapaan ramah, "Hai! Apa kabar?", sapaan yang diberikan kepada setiap orang yang memasuki bisnya sewaktu bis itu merayap menembus kepadatan lalu lintas di tengah kota. Setiap penumpang sama terkejutnya dengan saya, dan, karena terpengaruh dari suasana murung siang itu, sedikit saja yang membalas sapaannya.

Tetapi, sewaktu bis itu berjalan pelan-pelan di kemacetan lalu lintas menuju wilayah permukiman, terjadilah perubahan pelan yang agak mencengangkan. Pengemudi itu menciptakan monolog yang lincah untuk menyenangkan kami, komentar memikat tentang pemandangan yang berlalu di hadapan kami: ada obral menarik di toko itu, pameran hebat di museum ini, sudahkah Anda mendengar tentang bioskop yang baru saja dibuka di blok sini? Rasa senangnya pada banyaknya kemungkinan yang ditawarkan oleh kota itu menular. Pada saat turun dari bis, setiap penumpang secara bergiliran menangggalkan wajah yang murung, dan saat itu pengemudi bis berseru "Sampai jumpa, semoga sukses!" masing-masing membalas dengan senyuman

So, kenapa belum tersenyum? Kapan lagi?

Kekerasan atas nama agama

All religions agree upon the necessity to control the undisciplined mind that harbours selfishness and other roots of trouble, and each teaches a path leading to a spiritual state that is peaceful, disciplined, ethical, and wise. It is in this sense that I believe all religions have essentially the same message.

~ Dalai Lama XIV.


Kecuali ia memang berhasil diredam di dalam, konflik internal —di dalam diri seseorang atau sekelompok orang— mau-tak-mau, cepat atau lambat, bermuara pada konflik eksternal. Dan, disadari atau tidak, konflik internal ini ternyata menular. Seseorang yang di benaknya penuh konflik bisa dengan mudah menularkannya kepada orang lain yang berinteraksi dengannya, dan yang punya vibrasi mental-spiritual yang serupa. Ini mirip sekali dengan paradigma 'perokok pasif' itu.

Oleh karenanya, orang-orang tua dulu sering menasehatkan kalau sedang marah lebih baik ke luar rumah, apakah itu ke tanah lapang, ke taman-taman kota, atau ke pantai, sehingga tidak mengkontaminasi seisi rumah. Ketika saya marah di rumah, walaupun kemarahan saya itu tidak saya lontarkan dalam kata-kata, dalam tindakan atau sikap, saya sebetulnya sudah mengkontaminasi istri dan anak-anak saya. Kalau daya-tahan mereka kurang, mereka bisa terinfeksi. Dan demikian juga sebaliknya. Kalau Anda selalu berhati damai, penuh kasih-sayang, dan yang sejenisnya, Andapun akan memancarkan vibrasi itu di lingkungan manapun Anda berada, kendati Anda tak mengucapkan sepatah-katapun, atau menggerakkan sebuah jari sekalipun.

Dan, kalau Anda sependapat dengan saya bahwasanya adalah mustahil suatu ajaran agama atau kepercayaan manapun di muka bumi ini yang mengajarkan kekerasan —dan bukan yang sebaliknya— Anda juga akan melihat kalau kekerasan yang dilancarkan oleh sekelompok orang yang mengatas-namakan agamanya itu sebetulnya sebentuk kesesatan. Yang seperti inilah yang sebetulnya 'musuh dalam selimut agamanya sendiri'. Mereka begitu tega langsung mencorengkan noda di wajah sesuatu yang sesungguhnya luhur, karena lahir dari keluhuran budi dan atas anugerah Hyang Mahaluhur Itu Sendiri.

Rupanya benar nasehat para bijak yang mengingatkan kita kalau Setan bisa mengambil banyak wujud, guna menghancurkan umat manusia. Ia bisa mengambil wujud apa saja; bisa mengambil wujud pemerintah yang zolim, bisa mengambil wujud kelompok beragama dan berkepercayaan yang menyelewengkan ajaran luhur yang dianutnya, bahkan bisa mengambil wujud bujuk rayu berupa kasih-sayang dan kebanaran yang seolah-olah mengayomi. Sungguh luar biasa bukan ? Berhati-hatilah !

Oleh karenanyalah para bijak kita tempo-dulu tak henti-hentinya mengingatkan umat manusia untuk senantiasa 'éling lan waspada'. Dan mengingat berbagai kejadian belakangan ini, tutur keluhuran para bijak itu kian terasa signifikansi dan relevansinya.

Believe in God

Suatu ketika, ada seorang pendaki gunung yang sedang bersiap-siap melakukan perjalanan. Di punggungnya, ada ransel carrier dan beragam carabiner(pengait) yang tampak bergelantungan. Tak lupa tali-temali yang disusun melingkar di sela-sela bahunya. Pendakian kali ini cukup berat,persiapan yang dilakukan pun lebih lengkap.


Kini, di hadapannya menjulang sebuah gunung yang tinggi. Puncaknya tak terlihat, tertutup salju yang putih. Ada awan berarak-arak di sekitarnya, membuat tak seorangpun tahu apa yang tersembunyi didalamnya. Mulailah pendaki muda ini melangkah, menapaki jalan-jalan bersalju yang terbentang di hadapannya. Tongkat berkait yang di sandangnya, tampak menancap setiap kali ia mengayunkan langkah.

Setelah beberapa berjam-jam berjalan, mulailah ia menghadapi dinding yang terjal. Tak mungkin baginya untuk terus melangkah. Dipersiapkannya tali temali dan pengait di punggungnya. Tebing itu terlalu curam, ia harus mendaki dengan tali temali itu. Setelah beberapa kait ditancapkan, tiba-tiba terdengar gemuruh yang datang dari atas. Astaga, ada badai salju yang datang tanpa disangka. Longsoran salju tampak deras menimpa tubuh sang pendaki. Bongkah-bongkah salju yang mengeras, terus berjatuhan disertai deru angin yang membuat tubuhnya terhempas-hempas ke arah dinding.

Badai itu terus berlangsung selama beberapa menit. Namun, untunglah,tali-temali dan pengait telah menyelamatkan tubuhnya dari dinding yang curam itu. Semua perlengkapannya telah lenyap, hanya ada sebilah pisau yang ada di pinggangnya. Kini ia tampak tergantung terbalik di dinding yang terjal itu. Pandangannya kabur, karena semuanya tampak memutih. ia tak tahu dimana ia berada. Sang pendaki begitu cemas, lalu ia berkomat-kamit, memohon doa kepada Tuhan agar diselamatkan dari bencana ini. Mulutnya terus bergumam, berharap ada pertolongan Tuhan datang padanya.

Suasana hening setelah badai. Di tengah kepanikan itu, tampak terdengar suara dari hati kecilnya yang menyuruhnya melakukan sesuatu. "Potong tali itu.... potong tali itu. Terdengar senyap melintasi telinganya. Sang pendaki bingung, apakah ini perintah dari Tuhan? Apakah suara ini adalah pertolongan dari Tuhan? Tapi bagaimana mungkin, memotong tali yang telah menyelamatkannya, sementara dinding ini begitu terjal? Pandanganku terhalang oleh salju ini, bagaimana aku bisa tahu? Banyak sekali pertanyaan dalam dirinya. Lama ia merenungi keputusan ini, dan ia tak mengambil keputusan apa-apa...

Beberapa minggu kemudian, seorang pendaki menemukan ada tubuh yang tergantung terbalik di sebuah dinding terjal. Tubuh itu tampak membeku,dan tampak telah meninggal karena kedinginan. Sementara itu, batas tubuh itu dengan tanah, hanya berjarak 1 meter saja....

***

Nah, mungkin kita akan berkata, betapa bodohnya pendaki itu, yang tak mau menuruti kata hatinya. Kita mungkin akan menyesalkan tindakan pendaki itu yang tak mau memotong saja tali pengaitnya. Pendaki itu tentu akan bisa selamat dengan membiarkannya terjatuh ke tanah yang hanya berjarak 1 meter. Ia tentu tak harus mati kedinginan karena tali itulah yang justru membuatnya terhalang. Begitulah, kadang kita berpikir, mengapa Sang Pencipta tampak tak melindungi hamba-Nya? Kita mungkin sering merasa, mengapa ada banyak sekali beban, masalah, hambatan yang kita hadapi dalam mendaki jalan kehidupan ini. Kita sering mendapati ada banyak sekali badai-badai salju yang terus menghantam tubuh kita. Mengapa tak disediakan saja, jalan yang lurus,tanpa perlu menanjak, agar kita terbebas dari semua halangan itu?

Namun, cobaan yang diberikan Sang Pencipta buat kita, adalah latihan,adalah ujian, adalah layaknya besi-besi yang ditempa, adalah seperti pisau-pisau yang terus diasah. Sesungguhnya, di dalam semua ujian, dan latihan itu,ada tersimpan petunjuk-petunjuk, ada tersembunyi tanda-tanda, asal KITA PERCAYA.

Ya, asal kita percaya.
Seberapa besar rasa percaya kita kepada Sang Pencipta, sehingga mampu membuat kita "memotong tali pengait" saat kita tergantung terbalik? Seberapa besar rasa percaya kita kepada Sang Pencipta, hingga kita mau menyerahkan semua yang ada dalam diri kita kepada-Nya?

Karena percaya adanya di dalam hati, maka tanamkan terus hal itu dalam hati kita. Karena rasa percaya tersimpan dalam hati,maka penuhilah nurani kita dengan kekuatan itu. Percayalah, akan ada petunjuk-petunjuk Sang Pencipta dalam setiap langkah kita menapaki jalan kehidupan ini. Cari, gali, dan temukan rasa percaya itu dalam hati kita. Sebab, saat kita telah percaya, maka petunjuk itu akan datang dengan tanpa disangka.

What We See Is What We Want To See

Seorang psikolog amerika yang terkenal melakukan sebuah eksperimen luar biasa. Dia dan timnya memberikan sebuah tes IQ kepada seluruh murid di suatu sekolah sebelum akhir masa sekolah. Kemudian mereka memilih sepuluh siswa dan mengatakan pada setiap guru dari siswa itu, “Kesepuluh siswa ini akan berada di kelas Anda. Kami tahu dari tes mereka bahwa secara teknis mereka memang siswa yang cerdas. Anda akan melihat bahwa mereka semua akan menjadi yang teratas di dalam kelas mereka pada tahun ajaran berikutnya. Anda harus berjanji untuk tidak mengatakan hal ini kepada setiap murid, karena akibatnya akan merugikan mereka. ”Para guru itu pun berjanji untuk tidak mengatakan apa pun.


Kenyataannya adalah bahwa tak satu pun siswa dari daftar tersebut benar-benar cerdas. Kesepuluh anak itu pun hanya dipilih secara acak dan kemudian diserahkan pada guru.

Setahun kemudian para psikolog itu kembali ke sekolah tersebut. Mereka menguji seluruh siswa. Beberapa dari mereka yang dikatakan cerdas tersbut nilainya naik tiga puluh enam poin. Para psikolog itu mengadakan wawancara dan bertanya kepada para guru, “Menurut Anda bagaimana murid-murid ini?” Para guru itu segera menyahut dengan menggunakan kata-kata sifat seperti “pintar”, “dinamis”, “menyenangkan”, “menarik”, dan sebagainya.

Apa yang telah terjadi pada siswa-siswa tersebut seandainya para guru tidak berpikir bahwa mereka memang cerdas di kelas? Justru guru itulah yang telah mengembangkan seluruh potensi siswa-siswa tersebut.


~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~


Seseorang yang biasa sekalipun, jika ia dilatih, dimotivasi, dan dimaksimalkan, hasilnya akan seperti 10 siswa beruntung tadi. Meskipun ia dipenuhi keterbatasan. Kita lihat bagaimana seorang Thomas Alfa Edison, yang dianggap siswa lamban di kelasnya, akhirnya menjadi salah seorang penemu terbanyak di sejarah modern. Entah bagaimana jadinya jika ia diperlakukan seperti kesepuluh anak tadi, wah.. bisa bisa bom atom muncul lebih dulu sebelum jamannya einstein.

Kita lihat juga seorang Hellen Keller yang sudah tuli, bisu, buta lagi sejak dia berumur kurang dari 2 tahun. Sebagai seorang biasa, kita mungkin akan bingung bagaimana mengatasinya, bagaimana mengajarinya. Barangkali kita akan berpikir sebaiknya ia dibiarkan hidup, dimanja, dilayani, meski ia tidak akan tahu apa-apa sampai ajalnya. Namun tidak dengan orang-orang dekatnya. Mereka menemuan suatu cara mengkomunikasikan dengan anaknya lewat indra perabanya. Ia pun tidak dimaja, justru dididik dengan keras, hingga akhirnya kita tahu bahwa hellen keller, dengan segala keterbatasannya bisa menjadi seorang pengacara tenar dan penulis ternama di masanya.

IQ kita memang boleh biasa-biasa saja, namun jangan salahkan kita apabila suatu saat kita bisa melampaui seseorang yang dianggap paling jenius di negeri ini.

Jangan pernah menganggap anda adalah seorang rakyat kecil, hanya karena anda tidak punya kekuasaan atas orang disekitar anda.

Jangan pernah menganggap anda miskin hanya karena anda tidak bisa membiayai sekolah anda.

Dan Jangan pernah menganggap Anda bodoh, hanya karena anda kalah pintar dengan pesaing Anda. Ingat kata-2 seorang Thomas Alfa Edison yang dahulu pernah dicap bodoh oleh guru-gurunya

"Keberhasilan itu hanya 1% kejeniusan. 99% -nya adalah kerja keras"

Anggaplah bahwa anda adalah orang yang besar (tidak harus dalam arti fisik tentu) yang mampu membawa orang disekitar kita menjadi lebih baik, orang yang sangat kaya sehingga mampu bersedekah, dan orang yang sangat pintar sehingga mampu mengamalkan ilmu yang dimiliki. Namun tentu saja, janganlah Anda sombong dan Takabur hanya karena anda menganggap semua itu secara berlebihan. However, God is The Greatest.

Semoga itu jugalah yang akan dirasakan Anda dan orang-orang disekitar Anda.

Kondisikanlah orang-orang disekitar Anda untuk menganggap anda sebagai orang yang lebih, dan kelebihan itu kelaman akan muncul dalam diri anda dengan lebih cepat dari sebelumnya. Jika anda tidak bisa mengkondisikan orang-orang disekitar Anda untuk menganggap anda seperti para guru diatas menganggap sepuluh siswa beruntung, alihkan guru itu dan siswa itu menyatu dalam diri Anda. Anda adalah seorang guru yang menganggap diri anda juga sebagai murid yang pandai. Semoga kepandaian itu juga akan datang asalkan anda juga belajar tentu.

Kisah seekor Tikus


Sepasang suami dan istri petani pulang kerumah setelah berbelanja. Ketika mereka membuka barang belanjaan, seekor tikus memperhatikan dengan seksama sambil menggumam


"Hmmm...makanan apa lagi yang dibawa mereka dari pasar??"

Ternyata, salah satu yang dibeli oleh petani ini adalah Perangkap Tikus. Sang tikus kaget bukan kepalang. Ia segera berlari menuju kandang dan berteriak

"Ada Perangkap Tikus di rumah!!! Di rumah sekarang ada perangkap tikus!!"

Ia mendatangi ayam dan berteriak

"Ada perangkap tikus"

Sang Ayam berkata

"Tuan Tikus..., Aku turut bersedih, tapi itu tidak berpengaruh terhadap diriku"

Sang Tikus lalu pergi menemui seekor Kambing sambil berteriak. Lalu sang Kambing pun berkata

"Aku turut bersimpati... tapi maaf, tidak ada yang bisa aku lakukan"

Tikus lalu menemui Sapi. Ia mendapat jawaban sama.

"Maafkan aku. Tapi perangkap tikus tidak berbahaya buat aku sama sekali"

Ia lalu lari ke hutan dan bertemu Ular. Sang ular berkata

"Ahhh...Perangkap Tikus yang kecil tidak akan mencelakai aku"

Akhirnya Sang Tikus kembali kerumah dengan pasrah mengetahui kalau ia akan menghadapi bahaya sendiri.

Suatu malam, pemilik rumah terbangun mendengar suara keras perangkap tikusnya yang berbunyi. Menandakan perangkapnya telah memakan korban. Namun ketika melihat perangkap tikusnya, seekor ular berbisa telah terjebak di sana. Ekor ular yang terjepit membuatnya semakin ganas dan menyerang istri si Petani. Walaupun sang Suami berhasil membunuh ular tersebut, namun sang istri sempat tergigit dan teracuni oleh bisa ular tersebut.

Setelah beberapa hari di rumah sakit, sang isteri sudah diperbolehkan pulang. Namun selang beberapa hari kemudian demam tinggi yang tak turun-turun juga. Atas saran kerabatnya, ia membuatkan isterinya sup ayam untuk menurunkan demamnya. Semakin hari bukannya semakin sembuh, justru semakin tinggi demam isterinya. Seorang teman menyarankan untuk makan hati kambing. Ia lalu menyembelih kambingnya untuk diambil hatinya.

Masih! Istrinya tidak sembuh-sembuh dan akhirnya meninggal dunia.

Banyak sekali orang datang pada saat pemakaman. Sehingga ia harus menyembelih sapinya untuk memberi makan orang-orang yang melayat. Dari kejauhan sang Tikus menatap dengan penuh kesedihan. Beberapa hari kemudian ia melihat Perangkap Tikus tersebut sudah tidak digunakan lagi di rumah itu.



So, Bila suatu ketika anda mendengar seseorang sedang dalam kesulitan/masalah dan anda mengira itu bukan urusan anda, maka pikirkanlah sekali lagi…

Apa yang kita sombongkan?


Seorang pria yang bertamu ke rumah Sang Guru tertegun keheranan. Dia melihat Sang Guru sedang sibuk bekerja; ia mengangkuti air dengan ember dan menyikat lantai rumahnya keras-keras. Keringatnya bercucuran deras. Menyaksikan keganjilan ini orang itu bertanya, “Apa yang sedang Anda lakukan?”

Sang Guru menjawab, “Tadi saya kedatangan serombongan tamu yang meminta nasihat. Saya memberikan banyak nasihat yang bermanfaat bagi mereka.

Mereka pun tampak puas sekali. Namun, setelah mereka pulang tiba-tiba saya merasa menjadi orang yang hebat. Kesombongan saya mulai bermunculan. Karena itu, saya melakukan ini untuk membunuh perasaan sombong saya.”

Sombong adalah penyakit yang sering menghinggapi kita semua, yang benih-benihnya terlalu kerap muncul tanpa kita sadari. Di tingkat terbawah, sombong disebabkan oleh faktor materi. Kita merasa lebih kaya, lebih rupawan, dan lebih terhormat daripada orang lain.

Di tingkat kedua, sombong disebabkan oleh faktor kecerdasan. Kita merasa lebih pintar, lebih kompeten, dan lebih berwawasan dibandingkan orang lain.

Di tingkat ketiga, sombong disebabkan oleh faktor kebaikan. Kita sering menganggap diri kita lebih bermoral, lebih pemurah, dan lebih tulus dibandingkan dengan orang lain.

Yang menarik, semakin tinggi tingkat kesombongan, semakin sulit pula kita mendeteksinya. Sombong karena materi sangat mudah terlihat, namun sombong karena pengetahuan, apalagi sombong karena kebaikan, sulit terdeteksi karena seringkali hanya berbentuk benih-benih halus di dalam batin kita.

Akar dari kesombongan ini adalah ego yang berlebihan. Pada tataran yang lumrah, ego menampilkan dirinya dalam bentuk harga diri (self-esteem) dan kepercayaan diri (self-confidence) . Akan tetapi, begitu kedua hal ini berubah menjadi kebanggaan (pride), Anda sudah berada sangat dekat dengan kesombongan. Batas antara bangga dan sombong tidaklah terlalu jelas.

Kita sebenarnya terdiri dari dua kutub, yaitu ego di satu kutub dan kesadaran sejati di lain kutub. Pada saat terlahir ke dunia, kita dalam keadaan telanjang dan tak punya apa-apa. Akan tetapi, seiring dengan waktu, kita mulai memupuk berbagai keinginan, lebih dari sekadar yang kita butuhkan dalam hidup. Keenam indra kita selalu mengatakan bahwa kita memerlukan lebih banyak lagi.

Perjalanan hidup cenderung menggiring kita menuju kutub ego. Ilusi ego inilah yang memperkenalkan kita kepada dualisme ketamakan (ekstrem suka) dan kebencian (ekstrem tidak suka). Inilah akar dari segala permasalahan.

Perjuangan melawan kesombongan merupakan perjuangan menuju kesadaran sejati. Untuk bisa melawan kesombongan dengan segala bentuknya, ada dua perubahan paradigma yang perlu kita lakukan. Pertama, kita perlu menyadari bahwa pada hakikatnya kita bukanlah makhluk fisik, tetapi makhluk spiritual. Kesejatian kita adalah spiritualitas, sementara tubuh fisik hanyalah sarana untuk hidup di dunia. Kita lahir dengan tangan kosong, dan (ingat!) kita pun akan mati dengan tangan kosong.

Pandangan seperti ini akan membuat kita melihat semua makhluk dalam kesetaraan universal. Kita tidak akan lagi terkelabui oleh penampilan, label, dan segala “tampak luar” lainnya. Yang kini kita lihat adalah “tampak dalam”. Pandangan seperti ini akan membantu menjauhkan kita dari berbagai kesombongan atau ilusi ego.

Kedua, kita perlu menyadari bahwa apa pun perbuatan baik yang kita lakukan, semuanya itu semata-mata adalah juga demi diri kita sendiri.

Kita memberikan sesuatu kepada orang lain adalah juga demi kita sendiri.

Dalam hidup ini berlaku hukum kekekalan energi. Energi yang kita berikan kepada dunia tak akan pernah musnah. Energi itu akan kembali kepada kita dalam bentuk yang lain. Kebaikan yang kita lakukan pasti akan kembali kepada kita dalam bentuk persahabatan, cinta kasih, makna hidup, maupun kepuasan batin yang mendalam. Jadi, setiap berbuat baik kepada pihak lain, kita sebenarnya sedang berbuat baik kepada diri kita sendiri. Kalau begitu, apa yang kita sombongkan?

Who Am I ?


Aku adalah teman sejatimu.

Aku adalah penolongmu yang paling hebat, Juga adalah bebanmu yang paling berat.

Aku akan mendorongmu maju atau menyeretmu kedalam kegagalan.

Aku sepenuhnya tunduk pada perintahmu.

Sembilan puluh persen hal yang kamu perbuat boleh kamu serahkan kepadaku dan aku akan dapat mengerjakan secara cepat dan tepat.

Aku mudah diatur, tunjukkanlah kepadaku bagaimana persisnya kamu menghendaki sesuatu dikerjakan dan setelah beberapa kali aku akan mengerjakannya secara otomatis.

Aku adalah hamba semua orang hebat dan sayangnya juga hamba semua orang pecundang.

Aku bukan mesin, walaupun aku bekerja dengan presisi mesin ditambah intelegensi manusia.

Kamu bisa menjalankan aku demi meraih keuntungan atau malah hancur, tidak ada bedanya bagiku.

Ambillah aku, latihlah aku, bersikaplah tegas terhadapku, maka aku akan menempatkan dunia dibawah kakimu.

Bersikap longgarlah terhadapku maka aku akan menghancurkanmu.

Siapakah aku?

Aku adalah “Kebiasaan”.

Kebiasaan-kebiasaan yang baik harus dipegang erat-erat dengan kuat dengan komitmen yang tinggi.

Terlepas bagaimana perasaan anda saat itu, setiap keputusan yang dikuatkan oleh kehendak anda untuk mengambil tindakan sesuai dengan komitmen anda akan mendatangkan hasil-hasil yang mengagumkan dalam waktu yang relatif singkat.

The Alchemist

Pernahkah anda mendengar istilah Alkemi? Alkemi dikenal sebagai sebuah ilmu yang mampu mengubah besi menjadi emas. Dalam banyak kisah, beberapa orang menganggapnya sebagai sebuah sihir belaka, tetapi yang lain percaya bahwa ilmu itu benar-benar ada. Dan, siapa yang tak tergiur untuk bisa menguasai ilmu alkemi? Hanya dengan kemampuan alkemi, ia bisa mengubah besi menjadi emas dan tentu menjadi kaya-raya.

Alkisah, di sebuah negara di Timur ada seorang Raja yang hendak mencari orang yang benar-benar mengerti tentang alkemi. Sudah banyak orang datang pada Raja, tetapi ketika diuji, mereka ternyata tidak mampu mengubah besi menjadi emas.

Suatu ketika seorang menteri berkata pada Raja bahwa di sebuah desa terdapat seseorang yang hidup sederhana dan bersahaja. Orang-orang di sana mengatakan bahwa ia menguasai ilmu alkemi. Segera saja Raja mengirimkan utusan untuk memanggil orang itu. Sesampainya di istana, Raja mengutarakan maksudnya ingin mempelajari ilmu alkemi. Raja akan memberikan apa yang diminta oleh orang itu. Tetapi apa jawab orang desa itu, “Tidak. Saya tidak mengetahui sedikit pun ilmu yang Baginda maksudkan.”

Raja berkata, “Setiap orang memberitahu aku bahwa engkau mengetahui ilmu itu.”

“Tidak, Baginda,” jawabnya bersikeras. “Baginda mendapatkan orang yang keliru.”

Raja mulai murka dan mengancam. “Dengarkan baik-baik!” kata Raja. “Bila kau tak mau mengajariku ilmu itu, aku akan memenjarakanmu seumur hidup.”

“Apa pun yang Baginda hendak lakukan, lakukanlah. Baginda mendapatkan orang yang keliru”

“Baiklah. Aku memberimu waktu enam minggu untuk memikirkannya. Dan, selama itu kau akan dipenjara. Jika pada akhir minggu ke enam kau masih berkeras hati, aku akan memenggal kepalamu.”

Akhirnya orang itu dimasukkan ke dalam penjara. Setiap pagi Raja datang ke penjara dan bertanya, “Apakah kau telah berubah pikiran? Maukah kau mengajariku alkemi? Kematianmu sudah dekat, berhati-hatilah. Ajari aku pengetahuan itu.”

Orang itu selalu menjawab, “Tidak Baginda. Carilah orang lain. Carilah orang lain yang memiliki apa yang Baginda inginkan, saya bukanlah orang yang Baginda cari.”

Setiap malam ada seorang pelayan yang melayani orang itu dalam penjara.

Pelayan itu berkata bahwa Raja mengirimnya untuk melayani orang itu sebaik-baiknya. Pelayan itu menyapu lantai serta membersihkan ruangan penjara itu. Pelayan itu juga selalu mengantarkan makanan dan minuman untuk orang itu, memberikan simpati kepadanya, melakukan apa saja yang diminta oleh orang itu, dan bekerja apa saja selayaknya seorang pelayan. Pelayan itu selalu menanyakan, “Apakah anda sakit? Apakah ada sesuatu yang dapat saya lakukan untuk anda? Apakah anda lelah? Bolehkah saya membersihkan tempat tidur anda? Maukah anda bila saya mengipasi anda hingga anda tertidur, udara di sini panas sekali.” Dan, segala sesuatu yang bisa pelayan itu lakukan, maka ia lakukan saat itu juga.

Hari terus belalu. Dan, kini tinggal satu hari lagi sebelum kepala orang itu dipenggal. Pagi hari Raja mengunjungi dan
berkata, “Waktumu tinggal sehari.

Ini kesempatan bagimu untuk menyelamatkan nyawamu sendiri.”

Tetapi orang itu tetap saja berkata, “Tidak Baginda. Yang Baginda cari bukanlah hamba.”

Pada malam hari, sebagaimana biasa pelayan itu datang. Orang itu memanggil pelayan itu untuk duduk dekat dirinya kemudian diletakkan tangannya di bahu pelayan itu dan berkata, “Wahai orang yang malang. Wahai pelayan yang malang. Engkau telah berlaku sunguh baik terhadap diriku. Kini aku akan membisikkan di telingamu sebuah kata tentang alkemi. Sebuah kata yang akan membuatmu mampu mengubah besi menjadi emas.”

Pelayan itu berkata, “Aku tak tahu apa yang kau maksudkan dengan alkemi.

Saya hanya ingin melayani anda. Saya sungguh sedih bahwa besok anda akan dihukum mati. Itu sungguh mengoyak hatiku. Saya harap saya bisa memberikan jiwa saya untuk menyelamatkan anda. Seandainya saya bisa, sungguh saya sangat bersyukur.”

Sang alkemi menjawab, “Lebih baik aku mati daripada memberikan ilmu alkemi ini kepada orang yang tidak layak menerimanya. Ilmu yang baru saja aku berikan kepadamu dalam simpati, dalam penghargaan, dan dalam cinta, tak akan kuberikan kepada Raja yang akan mengambil nyawaku besok. Mengapa demikian?

Karena engkau pantas menerimanya, sedangkan Raja itu tidak.”

Esok harinya, Raja memanggil sang alkemi dan memberikan peringatan terakhir.

“Ini adalah kesempatan terakhirmu. Kau harus mengajariku ilmu alkemi, bila tidak lehermu harus dipenggal.”

Sang alkemi menjawab, “Tidak Baginda, anda mendapatkan orang yang keliru.”

Raja pun, “Baiklah. Aku putuskan kau untuk bebas, karena kau telah memberikan alkemi itu padaku.”

Sang alkemi keheranan, “Kepadamu? Saya tidak memberikannya pada Baginda Raja. Saya telah memberikannya pada seorang pelayan.”

“Tahukah kau, bahwa orang yang melayanimu setiap malam adalah aku,” jawab sang Raja.




Note : Banyak orang menginginkan emas dalam hidupnya dengan mempelajari alkemi. Tetapi saat ia mencapai tujuannya, bukan emas yang ia temukan, justru ia sendiri menjadi emas itu.