Dari Gelap Menuju Cahaya

Waktu SMP dulu saya pernah membaca buku “Habis Gelap Terbitlah Terang” di perpustakaan sekolah yang berisi kumpulan surat-surat Kartini. Meski dulu saya belum begitu paham benar dengan isi buku itu, ada beberapa isi surat yang waktu itu agak ‘mengganggu’ pikiran saya ketika Kartini bersinggungan dengan Islam. Yah,hitung-hitung mengenang 21 April,Kartinian maksud saya hehe... Untungnya, baru-baru ini saya mendapat beberapa posting yang membahas surat-surat itu serta transformasi spiritual Kartini, saya post balik disini deh...

Persinggungan awal Kartini dengan Islam dapat dibaca dari surat-surat berikut:

“Mengenai agamaku Islam, Stella, aku harus menceritakan apa? Agama Islam melarang umatnya mendiskusikannya dengan umat agama lain. Lagi pula sebenarnya agamaku karena nenek moyangku Islam. Bagaimana aku dapat mencintai agamaku, kalau aku tidak mengerti, tidak boleh memahaminya? Al-Quran terlalu suci, tidak boleh diterjemahkan kedalam bahasa apa pun. Di sini tidak ada orang yang mengerti bahasa Arab. Di sini orang diajar membaca Al-Quran tetapi tidak mengerti apa yang dibacanya. Kupikir, pekerjaan orang gilakah, orang diajar membaca tapi tidak diajar makna yang dibacanya itu. Sama saja halnya seperti engkau mengajarkan aku buku bahasa Inggris, aku harus hafal kata demi kata, tetapi tidak satu patah kata pun yang kau jelaskan kepadaku apa artinya. Tidak jadi orang sholeh pun tidak apa-apa, asalkan jadi orang yang baik hati, bukankah begitu Stella?” [Surat Kartini kepada Stella, 6 November 1899]

“Dan waktu itu aku tidak mau lagi melakukan hal-hal yang tidak tahu apa perlunya dan apa manfaatnya. Aku tidak mau lagi membaca Al-Quran, belajar menghafal perumpamaan-perumpamaan dengan bahasa asing yang tidak aku mengerti artinya, dan jangan-jangan guru-guruku pun tidak mengerti artinya. Katakanlah kepadaku apa artinya, nanti aku akan mempelajari apa saja. Aku berdosa, kitab yang mulia itu terlalu suci sehingga kami tidak boleh mengerti apa artinya. [Surat Kartini kepada E.E. Abendanon, 15 Agustus 1902]

Untuk ukuran seorang perempuan dan ukuran zaman itu (bahkan ukuran zaman sekarang sekalipun) pendapat Kartini ini benar-benar sangat kritis dan sangat berani.

Suatu ketika, takdir membawa Kartini pada suatu pengajian di rumah Bupati Demak Pangeran Ario Hadiningrat yang juga adalah pamannya. Pengajian dibawakan oleh seorang ulama bernama Kyai Haji Mohammad Sholeh bin Umar(atau dikenal Kyai Sholeh Darat) tentang tafsir Al-Fatihah. Kartini tertarik sekali dengan materi yang disampaikan (ini dapat dipahami mengingat selama ini Kartini hanya membaca dan menghafal Quran tanpa tahu maknanya). Setelah pengajian, Kartini mendesak pamannya untuk menemaninya menemui Kyai Sholeh Darat. Berikut ini dialog-nya (ditulis oleh Nyonya Fadhila Sholeh, cucu Kyai Sholeh Darat).

“Kyai, perkenankanlah saya menanyakan, bagaimana hukumnya apabila seorang yang berilmu, namun menyembunyikan ilmunya?”
Tertegun Kyai Sholeh Darat mendengar pertanyaan Kartini yang diajukan secara diplomatis itu.
“Mengapa Raden Ajeng bertanya demikian?”. Kyai Sholeh Darat balik bertanya, sambil berpikir kalau saja apa yang dimaksud oleh pertanyaan Kartini pernah terlintas dalam pikirannya.
“Kyai, selama hidupku baru kali inilah aku sempat mengerti makna dan arti surat pertama, dan induk Al-Quran yang isinya begitu indah menggetarkan sanubariku. Maka bukan buatan rasa syukur hati aku kepada Allah, namun aku heran tak habis-habisnya, mengapa selama ini para ulama kita melarang keras penerjemahan dan penafsiran Al-Quran dalam bahasa Jawa. Bukankah Al-Quran itu justru kitab pimpinan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia?”

Setelah pertemuan itu nampaknya Kyai Sholeh Darat tergugah hatinya. Beliau kemudian mulai menuliskan terjemah Quran ke dalam bahasa Jawa. Pada pernikahan Kartini , Kyai Sholeh Darat menghadiahkan kepadanya terjemahan Al-Quran (Faizhur Rohman Fit Tafsiril Quran), jilid pertama yang terdiri dari 13 juz, mulai dari surat Al-Fatihah sampai dengan surat Ibrahim. Mulailah Kartini mempelajari Islam dalam arti yang sesungguhnya. Tapi sayang, tidak lama setelah itu Kyai Sholeh Darat meninggal dunia, sehingga Al-Quran tersebut belum selesai diterjemahkan seluruhnya ke dalam bahasa Jawa.

Kartini menemukan dalam surat Al-Baqarah ayat 257 bahwa ALLAH-lah yang telah membimbing orang-orang beriman dari gelap kepada cahaya (Minazh-Zhulumaati ilan Nuur). Rupanya, Kartini terkesan dengan kata-kata Minazh-Zhulumaati ilan Nuur yang berarti dari gelap kepada cahaya karena Kartini merasakan sendiri proses perubahan dirinya, dari kegelisahan dan pemikiran tak-berketentuan kepada pemikiran hidayah (how amazing…).
Dalam surat-suratnya kemudian, Kartini banyak sekali mengulang-ulang kalimat “Dari Gelap Kepada Cahaya” ini. (Sayangnya, istilah “Dari Gelap Kepada Cahaya” yang dalam Bahasa Belanda adalah “Door Duisternis Tot Licht” menjadi kehilangan maknanya setelah diterjemahkan oleh Armijn Pane dengan istilah “Habis Gelap Terbitlah Terang”).

Nampaknya masa-masa ini terjadi transformasi spiritual bagi Kartini. Pandangan Kartini tentang Barat-pun mulai berubah, setelah sekian lama sebelumnya dia terkagum dengan budaya Eropa yang menurutnya lebih maju dan serangkaian pertanyaan-pertanyaan besarnya terhadap tradisi dan agamanya sendiri.
Ini tercermin dalam salah satu suratnya;

“Sudah lewat masanya, tadinya kami mengira bahwa masyarakat Eropa itu benar-benar satu-satunya yang paling baik, tiada taranya. Maafkan kami, tetapi apakah ibu sendiri menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah ibu menyangkal bahwa dibalik hal yang indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak hal-hal yang sama sekali tidak patut disebut sebagai peradaban?” [Surat Kartini kepada Ny. Abendanon, 27 Oktober 1902]

“Kami sekali-kali tidak hendak menjadikan murid-murid kami menjadi orang-orang setengah Eropa atau orang-orang Jawa Kebarat-baratan” (surat Kartini kepada Ny. Abandanon, 10 Juni 1902)

Kartini juga menentang semua praktek kristenisasi di Hindia Belanda :

“Bagaimana pendapatmu tentang Zending, jika bermaksud berbuat baik kepada rakyat Jawa semata-mata atas dasar cinta kasih, bukan dalam rangka kristenisasi? …. Bagi orang Islam, melepaskan keyakinan sendiri untuk memeluk agama lain, merupakan dosa yang sebesar-besarnya. Pendek kata, boleh melakukan Zending, tetapi jangan mengkristenkan orang. Mungkinkah itu dilakukan?” [Surat Kartini kepada E.E. Abendanon, 31 Januari 1903]

Bahkan Kartini bertekad untuk berupaya untuk memperbaiki citra Islam yang selalu dijadikan bulan-bulanan dan sasaran fitnah. Dengan bahasa halus Kartini menyatakan :

“Moga-moga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat umat agama lain memandang agama Islam patut disukai.” [Surat Kartini kepada Ny. Van Kol, 21 Juli 1902].

Di surat-surat lain :

“Astaghfirullah, alangkah jauhnya saya menyimpang” (Surat Kartini kepada Ny. Abandanon, 5 Maret 1902)

“Ingin benar saya menggunakan gelar tertinggi, yaitu: Hamba Allah (Abdulloh).” (Surat Kartini kepada Ny. Abandanon, 1 Agustus 1903)

“Kesusahan kami hanya dapat kami keluhkan kepada Alloh, tidak ada yang dapat membantu kami dan hanya Dia-lah yang dapat menyembuhkan.” (surat Kartini kepada Nyonya Abandanon, 1 Agustus 1903)

“Menyandarkan diri kepada manusia, samalah halnya dengan mengikatkan diri kepada manusia. Jalan kepada Allah hanyalah satu. Siapa sesungguhnya yang mengabdi kepada Allah, tidak terikat kepada seorang manusia punm ia sebenar-benarnya bebas” (Surat kepada Ny. Ovink, Oktober 1900)

Musuhilah Kebencian !

Agama saya tak punya batas-batas geografis.
Agama saya berdasarkan kesujatian dan tanpa-kekerasan.
Agama saya melarang saya membenci siapapun.

Agama bukan untuk memisah-misahkan orang-orang
melainkan untuk menyatukan mereka.

~ Mahatma Gandhi ~


Ada suatu hasrat untuk menyakiti, atau sekurang-kurangnya menyaksikan kalau orang yang sangat kita benci menderita, ditimpa kemalangan atau sejenisnya. Kita merasa tidak senang menyaksikan ia tidak menderita, apalagi kalau ternyata mereka berbahagia. Kita membencinya karena merasa pernah disakitinya. Sangat jarang kita tak membenci orang yang kita anggap pernah menyakiti kita, baik secara fisikal, apalagi secara mental bukan?

Begitulah ....umumnya, kita punya alasan kita sendiri untuk membenci seseorang atau sesuatu. Namun ada bentuk kebencian lain, yang tidak umum, yakni ‘membenci tanpa alasan’ —apakah alasan itu suatu kejadian yang tidak mengenakkan, ataupun sekedar dicari-cari. Kalau alasannya karena kita pernah disakiti —secara fisik ataupun mental— itu masih bisa dibilang lumrah. Tapi kalau alasannya adalah kedengkian, karena yang kita benci itu kita anggap lebih dari kita, walaupun ia tidak pernah merendahkan kita dengan sengaja melalui kelebihannya itu, ini sama sekali tidak bisa dianggap lumrah, apalagi wajar.

Namun, secara faktual, memang ada orang-orang yang seperti ini; membenci orang-orang tanpa alasan yang dapat diterima, membenci sementara orang yang bahkan orang-orang itu tidak mengenalnya sama sekali, tidak pernah berbuat apapun terhadap mereka dan tidak tahu kalau mereka dibenci. Sementara umat Islam Indonesia yang sedemikian membenci Israel dan Amerika Serikat, dapat kita jadikan contoh konkrit kita disini. Memang, mereka punya alasannya sendiri, yang bisa kita ketahui dengan mudah, yang bila ditelusuri akan terlihat kalau itu mengakar pada rasa solidaritas di antara umat seagama.

Rasa solidaritas, rasa kesetia-kawanan, atau sejenisnya, adalah baik. Namun, bagi kita pertanyaannya adalah, apakah rasa solidaritas yang luhur itu mesti kita nodai dengan membenci? Tidak cukupkah kalau rasa solidaritas itu disikapi secara positif dengan mengasihi dan mengulurkan bantuan sebisanya kepada saudara-saudari atau kawan-kawan kita itu saja, tanpa mesti mencampuri urusan regional mereka dengan musuh-musuhnya? Atau sederhananya, apakah kita harus ikut-ikutan membenci mereka yang tidak kita kenal dan tidak mengenal kita?

Agaknya mesti kita akui kalau, kita membenci karena memang ada rasa benci itu di hati manusia. Rasa mana telah kita bawa-bawa, entah sejak kapan. Sebab, kalau memang tak ada rasa itu, maka manusia tak akan pernah mampu membenci, apalagi tanpa alasan yang bisa diterima seperti itu. Ia terpendam ibarat bara api di dalam, yang menunggu pemicu untuk menyala, berkobar-kobar untuk kemudian menghanguskan kita. Bagi yang menapaki jalan kemuliaan, justru kebencian inilah yang patut dimusuhi, bukannya dipelihara, disuapi dan dipeluk erat-erat bukan?

Harapan,sudahkah anda memilikinya?

Sejak dilahirkan semua orang memiliki harapannya sendiri, bahkan sebuah embrio pun punya harapan untuk dilahirkan menjadi manusia, setelah lahir bayi sekalipun punya harapan untuk hidup bahagia. Kita semua mempunyai cita-cita, dan diiringi cita-cita atau impian menjadi sukses kita akan akan berfikir mengenai harapan untuk menjadi sukses. Kita harus hidup dengan harapan, Adalah baik untuk berharap yang terbaik. Harapan atau dalam bahasa Arab ar raja’, jangan pernah kita remehkan. Meski ia tidak nampak tapi sebetulnya ia adalah kekuatan yang amat besar. Dengan harapan, kita bisa melakukan apa yang kita mau. Kita juga mau menunggu sepanjang apapun itu jika masih ada harapan di hati.

Sikap apatis, hopeless, putus asa, putus harapan, adalah bagian yang wajar dari kita sebagai manusia, tidak ada yang salah, normal saja. Tetapi terus menerus memelihara sikap tersebut adalah salah besar. Seharusnya kita tetap optimis, tetap penuh harapan, suatu saat akan ada perubahan ke arah yang lebih baik. Memang betul, kenyataan belum tentu sesuai harapan. Teapi yang pasti kalau kita terus menerus putus asa, apatis, keadaan tidak akan berubah menjadi lebih baik.Harapan ada bermacam-macam bentuk… ada harapan yang dapat diterima oleh akal sehat, sampai harapan yang muncul dari hayalan dan fantasi yang tercipta dari pikirannya sendiri. Ada juga harapan yang kesannya tidak mungkin terjadi tetapi dapat terjadi dan terwujud. Banyak pekerjaan besar bisa diselesaikan oleh sedikit orang karena adanya harapan. Harapan mengembangkan ketekunan dan sikap pantang menyerah, Harapan selalu dapat menopang kehidupan orang percaya yang telah patah semangat dan tak berdaya.

Harapan itu akan datang kalau kita memang punya kesempatan. Begitulah biasanya orang-orang berbicara tentang harapan. Menurut kebanyakan orang, harapan itu akan ada kalau kita memang punya kesempatan. Misal, remaja yang di kelasnya cerdas, punya fasilitas belajar yang lengkap, akan mudah jadi juara kelas dibandingkan teman-temannya yang lain. Sama seperti dalam peperangan, biasanya pasukan yang persenjataannya komplit, jumlah personilnya lebih banyak, selalu punya kesempatan untuk menang lebih besar. Tapi ada faktor yang dapat membuat kita berhasil yaitu harapan ,faktor yang bisa membuat kita sedemikian kuat adalah karena punya harapan yang tinggi.

Harapan memang bukan segalanya, tapi dia adalah awal dari segalanya. Maka oleh sebab itu, kita tak boleh berhenti untuk berharap. Kita tak boleh kehilangan keyakinan bahwa hasil yang kita dapatkan sesungguhnya berbanding lurus dengan usaha yang kita lakukan. Dan salah satu usaha itu adalah memantapkan fondasi bangunan harapan kita. Kenyataannya, kita sering kehilangan pegangan ketika kita kehilangan harapan. Begitu harapan itu sirna, tiba-tiba saja kita kehilangan energi yang menghidupi semua aktivitas kita. memiliki harapan adalah pengalaman emosi yang sangat manusiawi. Lahir dari proses tak sadar disaat menvisualisasikan tujuan, lalu dalam sepersekian detik terbentuklah satu keinginan harapan dapat melahirkan motivasi.

Harapan ialah keinginan yang ingin dicapai oleh hati kita dan harapan adalah sesuatu yang membuat kita biasanya bertahan didalam rintangan harapan adalah sesuatu yang menakjubkan. harapan akan membuat kita tetap tegak dan menatap jauh ke depan saat begitu banyak tantangan yang kita hadapi. harapan akan menunjukan arah kepada kaki-kaki kita walaupun kita tidak dapat melihat jejak-jejak. harapan ialah keinginan yang ingin dicapai oleh hati kita dan harapan adalah sesuatu yang membuat kita biasanya bertahan didalam rintangan, harapan selalu memperlihatkan pada orang percaya bahwa di ujung jalan yang gelap ada terang, Kita belajar memupuk harapan dengan cara yang sama kita belajar berjalan, langkah demi langkah.

Tapi hati-hati bila memiliki harapan yang terlampau besar kareana harapan akan berubah menjadi rasa cemas, dan membuat lemas, bila yang dijadikan tujuan bernilai besar sementara potensi untuk mencapainya kecil. Rencana besar, namun dari awal sudah bisa dipastikan tak akan terpenuhi. Maka lambat laun siapapun akan menarik diri, melepaskan semua yang semula sangat diharapkannya. Maka, rawatlah harapan yang ada, sebab harapan memberi energi positif dan hasrat untuk terus “hidup”. Hidup terasa memiliki target, lalu setiap penggalan pengalaman adalah tahapan menuju kepada tujuan akhir itu. Aturlah cara berharap, karena harapan yang berlebihan hanya akan meninggalkan jejak frustasi, membangun sensitivitas yang tidak rasional, lalu melemahkan motivasi.

Harapan adalah suatu yang sangat penting yang membuat kita terus maju ketika segala sesuatu terasa sulit. Ketika tidak ada harapan, manusia akan binasa.harapan bahwa dalam setiap masalah pasti ada pelajaran yang bisa kita petik sehingga kita bisa menjadi orang yang lebih baik bijak. Harapan bahwa dalam diri setiap dari kita ada potensi-potensi yang akan mengantar kita menuju impian kita. Harapan bahwa apapun yang kita impikan pasti bisa kita raih. Perubahan-perubahan yang telah dicapai dan dinikmati selama ini tak terlepas dari harapan-harapan yang dimiliki sebahagian manusia sebelumnya. Seperti halnya listrik yang merupakan harapan dan upaya segelintir orang di masa lampau. Dengan demikian, yang memiliki harapan adalah manusia optimis.

Bila harapan itu tidak dapat terwujud tidak perlu patah semangat, dan dapat menerima realitas hidup dengan tetap berjalan pada keindahan, ketenangan, kedamaian dan tetap semangat memunculkan harapan-harapan yang baru,Jangan pernah berhenti berharap! Selalu ada jalan keluar yang lebih baik. Karena harapan adalah anugerah dari Sang Pencipta yang disisipkan dalam hati setiap umat manusia. Sekali kita kehilangan harapan, kita akan kehilangan seluruh kekuatanmu untuk menghadapi dunia, Jadi terus memiliki harapan adalah sebuah langkah awal anda untuk menggapai Sukes.


"Harapan, Harus Kita miliki Untuk Hidup Dan Kehidupan Kita"

"Berharap bukan berarti menjadi Pemimpi..."

Hidup di tengah-tengah orang-orang Egois

Anda tidak semestinya kehilangan keyakinan terhadap humanitas. Humanitas layaknya samudra; jika beberapa tetes airnya kotor, samudra tidak lantas menjadi kotor.

~ Mohandas K. Gandhi ~


Pengakuan dan berterimakasih atas jasa-jasa seseorang kepada kita merupakan hal minimal yang pasti bisa kita lakukan, kendati kita belum mampu membalas jasa-jasanya itu sepenuhnya. Bila tidak, bukan saja kita termasuk orang yang tak bisa bersyukur, berterimakasih dan tidak tahu diuntung, namun juga tidak bisa menghargai keberuntungan, walaupun yang bersangkutan tidak mengharapkan sekedar terimakasihpun dari kita. Keberuntungan, tentu tidak akan berpihak kepada mereka yang tidak tahu diuntung dan tidak bisa menghargai keberuntungan.

Rupanya telah menjadi kebiasaan banyak orang untuk lebih mengingat jasa-jasa yang diberikannya ketimbang jasa-jasa yang diterimanya. Yang demikian, kendati jasanya kecil saja —dan boleh jadi tidak dilakukannya dengan benar-benar tulus—menuntut untuk diakui, diingat dan dihargai. Sebaliknya, walaupun jasa-jasa orang-orang menggunung terhadapnya, tidak dipandangnya sebelah mata dan hanya dianggapnya sebagai kewajiban mereka. Bagi yang seperti ini, jauh di benaknya, beranggapan bahwa setiap orang wajib memberi dan membantunya kalau ia membutuhkan dan memintanya dengan bujuk-rayu misalnya, tapi sebaliknya mereka tidak punya kewajiban memberi atau membantu siapapun. Kalaupun mereka sedikit membantu segelintir orang, itupun tidak dilakukannya dengan tulus karena ia mengharapkan imbalan yang sepadan bahkan lebih besar lagi dari pemberian atau bantuan yang diberikannya. Kemurahan-hati dan ketulusan tak bisa diharapkan dari orang-orang yang tak tahu diuntung ini.

Prinsip ‘Apa yang bisa saya berikan?’ tidak pernah terlintas di benak mereka. Yang ada malah yang sebaliknya —‘Apa yang bisa saya dapatkan?’. Malangnya adalah, kalaupun kita tidak termasuk salah seorang di antara mereka ini, sangat boleh jadi kita hidup di tengah-tengah orang-orang egois yang tak tahu diuntung itu. Dan fakta yang tidak mengenakkan ini mau-tak-mau mesti kita maklumi, tanpa mesti berprilaku serupa dengannya.

Beranikah Anda ?

Untuk hidup orang memang membutuhkan keberanian. Untuk bertahan hidup orang membutuhkan keberanian. Untuk bertahan hidup dan menjalani impian, orang membutuhkan keberanian. Untuk tetap bertahan dalam keyakinan mengenai kehidupan apa yang harus dijalani, orang membutuhkan keberanian. keberanian itu jelas tidak aman. Keberanian itu penuh risiko.

Hidup tanpa keberanian adalah hidup yang tiada manfaatnya, dapat dikatakan bahwa Hidup dan keberanian adalah ibarat tubuh dan bayang-bayang. Kemana pun kita pergi dalam hidup ini, kita perlu keberanian. Sejak kecil dalam kepolosan kita sebagai seorang bayi merah, kita bergerak dan berekspresi penuh keberanian.

Keberanian adalah suatu kualitas, yakni sesuatu yang hanya dapat dirasakan dan dialami, keberanian bukan kata-kata,bukan rumusan pikiran. Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan keberanian sebagai ”mempunyai hati yang mantap dan rasa percaya diri yang besar dalam menghadapi bahaya”. Keberanian itu bukan soal fisikal. Keberanian adalah sebuah sikap. Sikap untuk bertahan atas prinsip kebenaran yang dipercayai meski mendapat berbagai
tekanan yang membuatnya tidak populer dan kehilangan.

Keberanian sering diartikan secara dangkal, yaitu kenekatan. Itulah sebabnya, orang mencoba mendidik keberaniandengan mengajarkan sikap tahan banting kalau dihajar fisiknya. Cerita-cerita negatif tentang keberanian yang salah kaprah IPDN dan geng-geng motor memakai doktrin ini. Mendidik orang percaya diri karena tahan digebuki dan pandai menggebuki. Hasilnya bukan keberanian, tetapi kepengecutan. seperti banyak terjadi pada jaman ini orang bukan berani tap pada nekat, ketika berkendara dijalan mereka saling selap-selip, dan ketika ditegur kita marah dan katanya "berani" padahal itu bukan keberanian sejati. Kepengecutan dinamai keberanian dalam gerombolan.

Kita banyak tahu bahwa banyak orang sukses berawal dari keberanian. Sebaliknya begitu banyak orang mengalami kegagalan karena kurangnya keberanian, mungkin mereka mempunyai ide cemerlang, namun karena takut gagal dan takut untuk mencoba, akhirnya semua ide menjadi layu dan mati. Di lain pihak, orang lain bisa sukses karena mereka lebih berani dengan bergerak lebih cepat! Maka bila ingin lebih berkembang dan sukses, maka saya mengatakan siapa yang berani dialah yang akan sukses.

"Keberanian" merupakan aset yang sangat berharga bagi pribadi kita. Keberanian bisa menjadikan sesuatu yang tadinya tidak mungkin menjadi mungkin. Keberanian bisa mejadikan sikap negatif menjadi positif, loyo menjadi semangat, takut jadi berani, pesimis menjadi optimis, miskin menjadi kaya, gagal menjadi sukses. Setiap kemenangan memerlukan keberanian. Semakin besar kemenangan maka semakin besar keberanian yang diperlukan. Ini adalah suatu konsekuensi yang logis. Tidak adil rasanya jika kemenangan besar bisa diraih dengan keberanian yang kecil. jadi jika Anda mengharapkan kemenangan besar, maka Anda perlu memiliki keberanian yang besar pula.

Perlu kita ingat dalam hidup akan terus muncul resiko dalam berbagai bentuk dan ragam. Resiko menjadi bagian alami dalam perbaikan berbagai bidang. Setiap kita mengambil keputusan, berati pula kita mengundang resiko. Namun kita berdiam diri diri pun kita akan berhadapan dengan resiko. Resiko, sekali lagi, tidak bisa kita hindari dan memang bukan untuk kita hindari. maka keberanian yang akan menuntun kita bisa mengatasi segala resiko tersebut. Maka beranilah anda untuk:

- Berani Menetapkan Mimpi sukses
- Berani Bertindak untuk menggapai sukses
- Berani bangkit lagi dari kegagalan
- Berani mengakui kelemahan diri sendiri
- Berani Untuk berbuat baik
- Berani untuk keluar dari comfort zone
- Berani Untuk membunuh kekerdilan yang dipenuhi ego dan nafsu
- Berani Berjuang sampai menggapai sebuah kesuksesan

Keberanian bukan berarti tanpa rasa takut keberanian adalah rasa takut yang diiringi keinginan untuk tetap maju beraninilah untuk melangkah kedepan. keberanian itu ketegasan. keberanian; mengatasi segala rintangan untuk terus maju ataupun untuk mencari keadilan.

Oleh karena itu, tumbuhkan keberanian dalam diri Anda untuk menempuh perjalanan yang beresiko demi mencapai kemenangan besar. Tentu saja bukan keberanian yang membabi buta, bukan juga keberanian yang nekat, bukan juga keberanian demi meraih hal yang tidak bermanfaat, tetapi keberanian menempuh resiko untuk kehidupan yang lebih baik.


"Keberanian adalah sebuah sikap. Sikap untuk bertahan atas prinsip kebenaran "