EVOLUSI MANUSIA tertumpu pada EVOLUSI KESADARAN


Ketika kita bicara masalah Evolusi Manusia, tentunya kita tidak bicara hanya sebatas evolusi jasmaniah dari primata yang mirip orangutan hingga semakin mendekati manusia modern seperti sekarang ini, seperti yang umumnya apa yang dimengerti orang terhadap evolusinya Darwin. Manusia jauh lebih kompleks dari sekedar organisme berjasad seperti ini. Sisi lahiriahnya saja sudah sedemikian kompleksnya, kendati ada juga binatang yang mendekati kekomplekan itu, apalagi tataran batiniahnya.

Teori evolusi dari Charles Darwin sendiri, tidak berhenti hanya membicarakan masalah jasmaniah. Ia juga bicara masalah mental, khususnya emosi atau perasaan. Menurut Darwin, beberapa binatang yang telah cukup majupun menunjukkan kehadiran emosi yang mirip dengan apa yang ada pada manusia.

Sebetulnya kita dapat mengamati hal ini dengan mudah. Naluri-naluri binatang seperti mempertahankan diri dari ancaman makhluk lain, melindungi dan menghidupi anak-anaknya hingga usia tertentu, berrebut dalam mencari makanan, membentuk komunitasnya sendiri, kerja-sama atau gotong-royong, giat bekerja, membuat sarang atau mencari tempat-tempat aman sebagai tempat tinggalnya, kesetia-kawanan atau solidaritas, menyimpan atau menimbun makanan, respons dan reaksi terhadap lawan jenis, menghargai yang kuat dan lain sebagainya, secara kualitatif tak jauh bedanya dengan manusia bukan?

Binatangpun punya persepsi indriawi dan daya ingat. Daya pikir dan kecerdasan —yang umumnya kita agung-agungkan sebagai keunggulan manusia dari binatang— ternyata bkan monpoli manusia, sejauh juga tampak cukup signifikan pada binatang-binatang tertentu.

Jadi tak begitu jauh bedanya. Naluri-naluri rendah kebinatangan inilah yang mendominasi mereka. Itulah yang seharusnya membedakan secara menjolok antara kita dengan binatang atau khewan lainnya, disamping daya pikir dan kecerdasan. Yang paling eksklusif —yang mungkin akan sangat sulit kita temukan pada primata lain kecuali manusia— adalah hadirnya Kesadaran. Setidak-tidaknya, kita sadar bahwa kita ini manusia dan emoh bilamana harus dipersamakan dengan binatang.

Atas hadirnya kesadaran inilah sesungguhnya kita bisa benar-benar berbangga atas kelahiran ini, utamanya bila dibanding makhluk rendahan lainnya. Dan bilamana ini tak benar-benar hadir sepenuhnya, barulah kita pantas berkecil-hati karena tak layak berbangga sebagai makhluk unggul.

Jadi, tanpa mengabaikan begitu saja keunggulan-keunggulan lain manusia seperti: daya pikir dan kecerdasannya, maka berbicara masalah ‘evolusi manusia’, seharusnyalah kita lebih memfokuskan perhatian pada ‘evolusi kesadaran’. Lantas bagaimana dengan daya pikir dan kecerdasan, apakah mereka tak berevolusi?

Sejalan ‘evolusi kesadaran’ inilah semuanya berevolusi. Evolusi menyeluruh diawali pada tataran kesadaran. Tingkat kesadaranlah yang memberi warna pada motivasi dari pengerahan kecerdasan dan daya pikir, disamping sebagai landasan etika-moral, juga spiritual.


Orang-orang dungu yang terikat pada berbagai objek-objek sensual dengan belenggu kelekatan yang tebal, yang amat sulit diputus; digiring oleh gembalanya, yakni karma-nya sendiri, menuju sorga... dunia... dan neraka.