Kewajaran selalu berubah

Ditransformasikan oleh rasa belas-kasihan, diri kita terbuka, terhubung kembali dengan cahaya semesta yang terus-menerus berubah.
Batas-batas kaku sirna, tembok-tembok remuk, memberi jalan bagi ketenteraman batin.

... Manfred B. Steger dan Perle Besserman; "Grassroots Zen."...


Kewajaran selalu berubah. Yang kemarin wajar memakai jas hujan pergi ke pasar, hari ini sudah tidak lagi wajar. Tidak ada satu patokan yang tetap dan pasti atas kewajaran —walaupun kita menginginkannya demikian— sejauh ia tak bisa dilepaskan dari kondisi yang senantiasa berubah. Bahkan, tak jarang suatu kondisi —katakanlah cuaca misalnya— bisa berubah secara sedemikian ekstrimnya, hanya dalam waktu relatif singkat. Badai, gempa, tzunami dan bencana alam lainnya merupakan contoh-contoh yang sangat tepat akan perubahan seperti itu, yang tidak memberi kita kesempatan untuk menyesuaikan-diri atau mengantisipasinya. Kalau saja tzunami di Aceh dan di Sumatera Utara serta tempat-tempat lainnya tidak mendadak seperti itu, sudah kita ketahui kalau akan terjadi jauh-jauh hari sebelumnya, tentu tak sedikit nyawa dan harta-benda yang bisa diselamatkan bukan?


Namun, sebagai suatu fenomena alam, itu wajar. Itu amat sangat alamiah. Perubahan sekonyong-konyong seperti apapun bagi alam, adalah wajar. Itulah kewajaran alami. Kita tidak bisa mengenakan kewajaran kita kepadanya. Kitalah —suka-tak-suka— mesti menyesuaikan-diri dengannya semampu kita. Setiap upaya untuk berdiri secara oposan terhadapnya, setiap upaya manantang apalagi menentangnya, bukan saja beresiko besar dan butuh daya dan dana yang tak sedikit, namun seringkali merupakan suatu tindakan "bodoh." Tapi anehnya, manusia suka melakukannya.


Kewajaran sosial —yang bertumpu kuat pada kondisi mental-psikologis dari para anggota masyarakat yang bersangkutan— juga demikian. Tidaklah terlalu melebih-lebihkan kiranya kalau dikatakan bahwa keberadaan umat manusia sampai detik ini, sebagai penghuni unggul dari planet ini, bertumpu kuat pada kemampuannya di dalam menyesuaikan-diri. Manusia bertahan hidup, salah satunya yang terpenting adalah, dengan menyesuaikan-diri. Mungkin sebagian besar jenis-jenis sains dan teknologi serta bentuk-bentuk peradaban yang dikembangkan umat manusia dipicu atau bermula dari upaya bertahan-hidup dengan cara menyesuaikan-diri dengan alam.


Dari titik-pandang ini, tampak jelas kalau satu-satunya kewajaran yang bisa dianggap sebagai benar-benar wajar adalah perubahan. Sebaliknya, menginginkan segala sesuatunya tetap ajeg, kekal-abadi, merupakan sebentuk penyimpangan dari kewajaran yang paling menyedihkan yang mungkin diperbuat manusia. Hanya bila kita bisa berubah, bisa menyesuaikan-diri, maka kita bisa hidup sewajar-wajarnya. Karena, perubahan terus-menerus itulah kewajaran. Hanya mereka yang "takut wajar" sajalah yang takut berubah.

Open your glasses please...


Bila kita mengenakan kacamata gelap, dunia terlihat gelap di mata kita. Melihat melalui kacamata kita, dunia menampakkan dirinya sesuai dengan kacamata kita itu. Makanya, untuk bisa melihat apapun atau siapapun dengan betapa adanya, kita mesti membuka kacamata kita dulu, kita mesti membiarkan kemurnian melihatnya.

Kebanyakan dari kita sebetulnya mengenakan beraneka warna kacamata: dari kacamata kepercayaan atau agama maupun sekte yang kita anut, kacamata ideology politik, kacamata budaya dan tradisi yang kita hidupi, kacamata etnis dan ras di dalam mana kita tergolong, kacamata selera atau rasa suka dan tidak-suka kita, kacamata karakter dan kebiasaan kita, dan banyak lagi untuk disebutkan. Kitapun telah mengelompokkan diri --sedemikian rupa— selaras dengannya. Kita menganggap mereka yang mengenakan kacamata yang serupa, sebagai yang sepaham dengan kita; kecuali itu tidak.

Kalau suatu ketika kita harus menilai sesuatu, maka secara otomatis kita akan menilainya sesuai warna-warni kacamata yang kita kenakan itu. Dan kalau itu berkaitan dengan niat untuk mengadakan reformasi, maka kita sebetulnya ingin menggelar sebentuk reformasi agar sesuai dengan warna dari kacamata kita. Paradigmanya, sebetulnya tak jauh bedanya dengan pribahasa yang kita kenal: "Buruk rupa, cermin dibelah", atau "Dasar awak tak pandai menari, lantai yang dikatakan berjungkit".


Sedihnya, kebanyakan dari kita tak sadar kalau sebetulnya mengenakan kacamata berwarna-warni itu. Makanya, alih-alih mau melepas kacamata ketika seorang sahabat mengingatkan "Buka dulu kacamatamu...!", kita malah ngotot. Bisa saja kita berkata "Aku tidak pakai kacamata kok...". Yang lebih konyol lagi —yang juga bisa amat berbahaya— adalah mereka yang merasa mengenakan 'kacamata dharma', kacamata kebenaran. Kencenderungan memfungsikan dirinya sebagai para 'polisi kebenaran' akan sedemikian besarnya dan selalu siap dikobarkan oleh provokasi yang kecil saja; yang seperti ini juga dikenal sebagai kaum fundamentalis-radikal yang sudah sedemikian dekatnya dengan kaum teroris itu.

Adakah Kasih di hati kita?

" I believe that the practice of compassion and love

—a genuine sense of brotherhood and sisterhood—

is the universal religion.

It does not matter whether you are Buddhist or Christian,

Moslem or Hindu, or whether you not practice a religion at all."



[ Dalai Lama XIV ]


Anda bisa saja membenci suatu kejadian atau pengalaman tertentu di dalam kehidupan Anda; tetapi bisakah Anda membenci kehidupan ini sendiri lantaran ia terasa menyengsarakan, terasa tidak bersikap adil terhadap Anda dan seringkali mengecoh Anda?

Anda bisa saja merasa tidak nyaman akan kehidupan yang sedang kita jalani ini, merasa disengsarakan oleh kehidupan ini, merasa diperlakukan tidak adil, tapi tetap Anda tidak bisa membencinya karena, bagi Anda, Andalah kehidupan Anda itu. Kecuali seseorang sudah sedemikian stresnya, hingga nyaris kehilangan ingatan, maka ia bisa membenci dirinya sendiri.

Cinta bisa saja merupakan lawan benci, tapi kasih tak pernah merupakan lawan benci. Kita bisa saja sekarang membenci seseorang atau sesuatu yang pernah kita cintai, namun kita tak akan pernah bisa membenci sesuatu atau seseorang yang pernah kita kasihi. Bahkan ungkapan seperti itu, ungkapan 'yang pernah kita kasihi' itu, kurang tepat. Sejauh dalam ungkapan itu sendiri terkandung kemungkinan 'tidak mengasihi lagi'. Padahal, sekali kita mengasihi sesuatu atau seseorang, kita akan mengasihinya selamanya, seumur-hidup.

Setiap orang mencintai dirinya sendiri; dan ini merupakan sesuatu yang instingtif. Kalaupun seseorang tampak tidak begitu menyukai alur kehidupan yang sedang dijalaninya sekarang ini, tidaklah berarti ia tidak mencintai atau membenci kehidupannya sendiri karena dialah kehidupannya itu. Ketidak-sukaannya pada alur kehidupannya justru dipicu oleh rasa iba-diri yang mengakar kuat pada kecintaan pada kehidupan berjasad ini. Rasa iba-dirinya tak mau menerima kalau si diri ini mengalami penderitaan, dan sebaliknya akan dengan senang-hati berusaha memberinya yang terbagus —yang belum tentu berarti yang terbaik—, yang paling menyenangkan, yang paling memberi kenikmatan, kenyaman, ketenteraman; pendeknya yang —menurut kita— membahagiakan. Daripadanya, juga muncul prilaku 'pemanjaan-diri'. Secara naluriah, kita cenderung memanjakan yang kita cintai bukan?

Mengasihi tidak seperti itu. Kita memang bisa sedemikian mencintai kehidupan kita sendiri, tapi kita tidak bisa hanya mengasihi kehidupan kita ini saja. Mengasihi sesuatu tindakan universal; ia tidak bisa dibatasi hanya dalam satu sosok individu atau pribadi tertentu saja. Kalau mencintai bersifat individual atau personal, maka mengasihi bersifat universal. Saya memang bisa mengatakan kalau saya mencintai kehidupan saya ini, tapi tidak bisa mengatakan kalau saya mengasihi kehidupan saya; saya hanya bisa mengatakan kalau saya mengasihi kehidupan semua makhluk-hidup. Karena tindakan mengasihi ini sedemikian universalnya, dan tentu saja bukan sesuatu yang bersifat instingtif. Makanya, dalam mengasihi tidak akan pernah ada pemanjaan. Kita memang bisa memanjakan yang kita cintai, namun kita tak akan tega memanjakan yang kita kasihi.


Nah ... saat ini, adakah kasih di hati kita?

Bahasa Sansekerta,Bahasa Dewa

Ketika Big Bang atau Dentuman Besar terjadi pada awal terciptanya alam semesta, sebenarnya tidak ada suara apa pun yang terdengar. Konon, yang mendengar juga belum ada dan mediumnya pun juga tidak ada. Kata Big Bang dimunculkan oleh Fred Hoyle pada tahun 1950 untuk menjelaskan karakteristik alam semesta yang mulai berekspansi dengan cara seketika seperti ledakan.

Gambaran awal alam semesta ini dilihat oleh teleskop gelombang mikro milik NASA. Jika Big Bang memang terjadi, gelombang awal yang muncul pada saat itu akan menjadi gelombang mikro pada saat sekarang. Teleskop NASA menemukan gelombang mikro yang telah menempuh jarak selama hampir 14 milyar tahun cahaya. Gelombang ini muncul kira-kita 380.000 tahun setelah Big Bang, kurang lebih bagaikan 12 jam setelah kelahiran seorang bayi ke dunia.

Secara visual, hanya gelombang mikro yang terlihat melalui teleskop. Tetapi, gelombang mikro ini memiliki suara. Suara yang pada mulanya tidak terdengar, tetapi kemudian muncul dalam bentuk desisan, yang semakin lama pitch atau tinggi-rendah nada desis tersebut akan semakin menurun. Suara awal ini terdeteksi sebagai noise. Noise yang memenuhi segala spektrum sehingga mampu menciptakan struktur penciptaan pada seluruh skala dari bintang hingga galaksi. NewScientist.com mempublikasikan artikel bahwa alam semesta lahir dengan desisan dan bukan ledakan. Dalam salah satu link-nya, juga terdapat rekaman suara awal yang terjadi pada waktu itu.

Maka, pemahaman Injil Yohanes versi Internasional bahwa "In the beginning was the Word", menjadi keliru. Bukan Word tetapi Sound,suara. Suara yang tidak memiliki arti tertentu, tetapi esensial dalam pembentukan alam semesta. Suara penciptaan awal alam semesta.

Para Resi jaman dahulu sudah mengetahui hal ini selama ribuan tahun.Mereka melakukan percobaan dengan elemen-elemen alam, kemudian hasil percobaan itu mereka tuliskan menjadi Veda atau Kitab Pengetahuan. Menurut Veda, suara awal penciptaan adalah AUM (OM).Dalam peradaban Sindhu (Hindu) dijelaskan bahwa awal Penciptaan bermula dari Suara Awal AUM. AUM tidak hanya mengacu pada penciptaan, tetapi juga menjadi motor penggerak seluruh alam semesta. A adalah simbol Penciptaan Materi. U adalah simbol Pemeliharaan Energi. M adalah simbol Pendaur-ulang.

AUM ini kemudian menjadi mantra suci kebudayaan Hindu. Kata Mantra berasal dari bahasa Sansekerta Manas dan Yantra. Manas artinya, pikiran. Yantra artinya, alat. Mantra, tidak seperti yang dikenal orang sebagai jampi-jampi, mempunyai arti "alat untuk menenangkan pikiran". Kata-kata apa pun yang bisa menenangkan pikiran manusia dapat dikategorikan sebagai Mantra. Mantra yang diucapkan berulang-ulang dalam Islam disebut Dzikir. Salah satu Dzikir yang paling umum adalah La Ila Ha Ila Allah yang artinya, tidak ada Tuhan selain Allah, atau tidak kebenaran apa pun di luar Tuhan. A-U-M sendiri dalam bahasa Arab menjadi Alif, Lam, Min. Di dalam bahasa Yahudi, Tuhan atau Kebenaran itu sendiri tidak memiliki nama. Tetapi, jika tetap harus diungkapkan, maka ungkapan yang tepat tentang Tuhan atau Kebenaran hanyalah suara yang diucapkan dalam bentuk gabungan huruf Y-H-V.

Dalam tradisi Kristen, menurut Jnaneshvara Bharati, salah satu mantra yang bisa dipakai adalah Maranatha. Kata Maranatha disebut dalam surat St. Paulus kepada umatnya di Korintus dan juga muncul di Kitab Wahyu Injil. Maranatha berasal dari bahasa Aram (bahasa pergaulan bangsa Yahudi pada masa Yesus) yang mempunyai dua arti sebagai berikut:
• mara – natha yang artinya "Tuhan datanglah";
• maran – atha yang artinya "Tuhan telah datang".

Dalam cerita Hindu, ketika Ia Yang Tak Bernama, tetapi memiliki tak terbatas Nama, sedang dalam tidur panjang, suara AUM yang berasal dari dalam diri-Nya sendiri yang telah membangunkan-Nya. AUM menyebabkan diri-Nya sadar akan Keberadaan-Nya sendiri. Pada saat ini, Ia pun berada dalam keadaan Turiya, keadaan keempat yang tak terjelaskan.

AUM ini yang menyebabkan seluruh alam semesta tercipta dan mulai berekspansi. Mantra AUM dianggap sebagai mantra yang tertinggi dan disebut sebagai Pranava, awal. Bahkan dalam salah satu Upanishad (pelajaran dan pengamalan kebenaran), yaitu Mandukya Upanishad, berbunyi: "AUM – kata ini adalah segalanya: masa lalu, masa kini, masa depan, bahkan melampaui waktu. Semuanya adalah AUM".

Mandukya (dalam bahasa sansekerta berarti katak) Upanishad adalah hasil pengalaman seorang Resi yang belajar tentang rahasia Keberadaan-Nya dari seekor katak. Mandukya Upanishad ini sudah berusia ribuan tahun. Seekor katak mempunyai kemampuan lebih dibanding binatang lain, karena ia bisa hidup dalam dua dunia, yaitu air dan darat. Ia dengan mudah dapat berpindah antara kedua dunia tersebut. Kedua dunia ini oleh sang Resi tersebut sebagai lambang dari dunia materi dan dunia spiritual.

Masih di dalam Mandukya Upanishad disebutkan pula bahwa alam semesta ini terdiri atas empat keadaan:
1. Keadaan jaga atau Jagarita: keadaan ketika seseorang bangun tidur dan melakukan kegiatan sehari-hari. Ini adalah kesadaran materi, Vaishvaanara. Pada keadaan ini manusia menggunakan panca indera dan fisiknya untuk berinteraksi dengan alam sekitarnya. Keadaan jaga adalah setara dengan suara dari huruf "A" pada AUM.
2. Keadaan tidur dengan mimpi atau Svapna: keadaan ketika seseorang sedang bermimpi dalam tidur. Di sini kesadaran yang berkuasa adalah energi, tajas. Energi memiliki massa, tetapi tidak memiliki bobot sehingga dapat dengan mudah berubah bentuk. Dalam mimpi seseorang bisa mengalami apa pun yang ketika jaga tidak mungkin terjadi. Bahkan seseorang bisa menciptakan apa pun secara instan dalam dunia mimpinya itu. Pikiran, dalam hal ini alam bawah sadar, menjadi penguasa dari alam mimpi ini. Keadaan bermimpi adalah setara dengan suara dari huruf "U" pada AUM.
3. Keadaan tidur tanpa mimpi atau deep sleep (Susupti): keadaan ketika seseorang tidur lelap tanpa mimpi sedikit pun. Pada saat itu yang terjadi adalah kekosongan. Ketika kesadaran materi dan energi hilang, pada saat itulah kesadaran atau prajna ini muncul. Kesadaran atau prajna adalah sebab dari keadaan jaga dan tidur bermimpi. Kedua keadaan pertama ada karena keadaan deep sleep ini. Keadaan tidur tanpa mimpi adalah setara dengan suara dari huru "M" pada AUM.
4. Keadaan Turiya: keadaan yang tidak terjelaskan. Keadaan yang melampaui semuanya, melampaui baik-buruk, melampui ilusi-realita, melampaui krodh (amarah), melampaui kaam (nafsu), melampaui lobh (keserakahan), dan melampaui moh (keinginan duniawi).

Resi jaman dahulu bukan saja ilmuwan praktis, tetapi juga seorang psikolog ulung. Ketiga keadaan pertama di atas dalam psikologi sekarang dikenal sebagai: Kesadaran jaga (consciousness); kesadaran alam bawah sadar (sub consciousness); kesadaran supra (super consciousness). Sementara keadaan keempat, kesadaran no-mind yang melampaui ketiga kesadaran sebelumnya tidaklah dikenal oleh pemikiran Barat, tetapi sudah dikenal dalam peradaban Timur. Keadaan keempat inilah yang disebut Pencerahan Buddha atau Kesadaran Kristus.

Hansberger, seorang ilmuwan Jerman setelah Perang Dunia Pertama, menemukan bahwa kesadaran mempunyai kaitan erat dengan frekuensi gelombang otak. Gelombang otak adalah frekuensi pancaran otak yang direkam dengan electroencephalogram (EEG). Gelombang Beta mempunyai frekuensi 14 sampai 28 siklus per detik. Ini adalah kesadaran jaga kita. Ketika kita sedang tegang, kuatir, atau sibuk dengan kegiatan yang menguras otak, maka Gelombang Beta yang mendominasi otak kita. Gelombang berikutnya adalah Gelombang Alpha dengan panjang gelombang 8 sampai 13 siklus per detik. Pada gelombang ini seseorang masih berada dalam kesadaran jaga, tetapi dalam kondisi yang rileks, kreatif, bebas dari kekhawatiran – atau sering disebut sebagai kondisi meditatif ringan. Pada kondisi ini seseorang belum sampai pada keadaan tidur, namun pikirannya sudah tidak lagi aktif. Kondisi ini adalah kondisi netral di mana panca indera bekerja maksimal sehingga seseorang akan menjadi sangat "awas".

Banyak latihan-latihan beladiri yang memiliki unsur meditasinya bertujuan agar orang tersebut mencapai Gelombang Alpha sehingga tubuh dapat merespons dengan cepat. Contoh: Tai Chi, Aikido, dan Ba Gua Chuan sering disebut moving zen, karena beberapa latihan-latihannya menginduksi gelombang otak untuk mencapai Gelombang Alpha. Respons tubuh dengan cara ini berbeda dibanding ketika hormon adrenalin seseorang bekerja. Seseorang yang hormon adrenalinnya sedang bekerja, maka tubuhnya juga akan merespons dengan cepat, tetapi pada saat itu hanya kesadaran binatang (insting) yang terletak di batang otak yang aktif. Kedua gelombang Beta dan Alpha adalah keadaan jagarita.

Gelombang yang sedikit lebih panjang lagi adalah Gelombang Theta yang mempunyai frekuensi dengan siklus 4-7 kali per detik. Inilah keadaan Svapna. Umumnya kondisi jaga anak-anak berada pada frekuensi ini, sementara orang-orang dewasa jarang yang berfrekuensi Theta pada kondisi jaga. Pada orang-orang dewasa, kondisi ini sering muncul menjelang tidur dan ketika sedang mengalami mimpi sehingga berhubungan langsung dengan alam bawah sadar orang tersebut. Seseorang yang sedang dalam kondisi meditatif secara mendalam, kreatifitas yang tinggi, dan reseptif terhadap hal-hal paranormal sebenarnya juga sedang mengalami Gelombang Theta. Tidak heran bila kita sering kali tidak bisa membedakan dengan tepat keadaan seseorang yang sedang bermimpi dengan seseorang yang sedang berhalusinasi. Pada saat bermimpi, seseorang mengalami REM (Rapid Eye Movement) atau mata bergerak dengan cepat.

Seseorang yang mengalami sleepwalking atau berjalan sambil tidur, gelombang otaknya pun juga berada pada tingkat ini. Tetapi, ketika bangun ia tidak ingat sama sekali apa yang telah dilakukannya, karena ia sebenarnya berada dalam alam mimpi. Seseorang yang berada dalam alam mimpi, umumnya ketika bangun tidur tidak ingat mimpi apa yang dialaminya.

Gelombang keempat adalah Gelombang Delta yang mempunyai frekuensi dengan siklus 1 - 3 per detik. Gelombang ini muncul pada saat seseorang berada dalam kondisi tidur tanpa mimpi (deep sleep) atau meditasi yang sangat dalam. Inilah keadaan susupti ketika Prajna memegang kendali. Sampai saat ini, ilmuwan masih dapat memetakan hingga deep sleep. Tetapi, ribuan tahun yang lalu para Resi sudah mengenal hingga tahap berikutnya yang disebut Turiya. Pada saat itu, seseorang akan mempunyai gelombang otak 0 siklus per detik. Akan sangat lama bagi para ilmuwan masa kini untuk membuktikan frekuensi 0 siklus per detik. Mereka akan menganggap seseorang yang berada pada kondisi itu telah mati secara klinis. Tapi, bagi para Resi, seseorang yang mati secara klinis belumlah mencapai kondisi Turiya. Bagaikan transmiter rusak, otak tidak memancarkan frekuensi apa pun karena otak sudah tidak berfungsi. Tapi, di lain pihak, penelitian pernah membuktikan bahwa seorang Yogi dapat menurunkan frekuensi otaknya hingga hampir 0 siklus per detik. Setiap beberapa menit atau jam, otak yang kelihatannya datar mengalami spike atau lonjakan. Frekuensinya menjadi satu dibagi beberapa ratus siklus per detik, tetapi tetap belum mencapai 0.

Gelombang otak manusia hanyalah medium. Apa yang dipancarkan bersama gelombang otak tersebut bisa berlainan. Jika tiga orang yang sedang tidur bermimpi dan ketiganya berada pada gelombang yang sama, maka tidak berarti ketiga orang tersebut bermimpi hal yang sama, meskipun kadang-kadang hal tersebut bisa terjadi. Seperti modem internet pada komputer yang menggunakan kabel telpon untuk mengirimkan sinyal-sinyal berupa data-data komputer. Data-data yang dikirim melalui sinyal-sinyal pada kabel telepen itu sesungguhnya dikonversikan ke dalam bentuk suara. Demikian juga pikiran manusia menggunakan medium gelombang otak hingga mampu dialami oleh seluruh bagian tubuh.

Pada saat seseorang sedang tertidur dan mengalami mimpi buruk, dia akan terbangun sambil berkeringat dingin serta jantung berdebar-debar. Apa yang hanya dialami dalam alam mimpi (kesadaran kedua), secara fisik dirasakan oleh tubuh dalam kesadaran jaga. Jadi, batas antara keempat keadaan tersebut tidak sejelas yang dikira.

Dalam alam mimpi seseorang hampir tidak bisa "berpikir". Bahkan untuk menyadari bahwa dirinya sedang bermimpi pun tidak bisa. Ketika ia menyadari dirinya sedang bermimpi, maka sebetulnya saat itu ia sedang tidak bermimpi. Svami Anand Krishna dalam ceramahnya pernah meyinggung bahwa pernyataan "Saya sedang tidur" tidak mungkin terjadi. Meskipun secara tata bahasa adalah benar, tetapi jika seseorang sedang tidur, maka ia tidak akan tahu dirinya sedang tidur. Pengetahuan bahwa dirinya tidur baru bisa disadari ketika orang tersebut sudah keluar dari tidurnya.

Kembali kepada soal vibrasi materi atau energi. Fisika Modern telah membuktikan bahwa seluruh alam semesta ini sedang bervibrasi. Alam semesta mempunyai getaran yang saling tumpang tindih dengan rentang frekuensi yang tidak terbayangkan. Karena semua adalah vibrasi dengan frekuensi tertentu, maka manipulasi elemen atau materi di alam semesta ini pun bisa dilakukan dengan frekuensi tertentu pula. Salah satu metode yang digunakan oleh para Resi adalah menggunakan simbol-simbol. Simbol-simbol dengan kombinasi tertentu dapat menciptakan hasil yang spesifik. Simbol-simbol ini kemudian dikumpulkan dan sekarang dikenal sebagai "Bahasa Sansekerta", yang artinya "telah disempurnakan".

Bahasa Sansekerta adalah bahasa teknik karena dirancang khusus untuk keperluan tertentu. Bahasa Sansekerta bukanlah bahasa percakapan sehari-hari. Bahkan menurut penelitian ilmuwan NASA, Badan Penerbangan Angkasa Amerika Serikat, Bahasa Sansekerta adalah satu-satunya bahasa yang bisa diterjemahkan secara langsung ke dalam bahasa pemrograman komputer.

Sementara bahasa-bahasa lain membutuhkan parser (untuk memisahkan sintaksis) agar dapat dimengerti komputer dan membutuhkan karakter alfanumerik (angka dan tanda baca), Bahasa Sansekerta mampu melakukannya dengan jelas tanpa keduanya. Tidak heran selama ribuan tahun Bahasa Sansekerta dipakai sebagai bahasa tulisan dalam berbagai bidang profesi, seperti matematika, hukum, filsafat, linguistik, astronomi, kedokteran, sastra dan lain sebagainya.

Kembali kepada AUM, setiap pengucapan A-U-M dengan intonasi dan nada tertentu akan menghasilkan efek tertentu. Distorsi pada suara awal AUM menciptakan perbedaan frekuensi yang disebut Dvhani atau pola frekuensi. Perbedaan pola ini disebut Varna yang kemudian menjadi suku kata Sansekerta. Kata "warna" dalam bahasa Indonesia juga berasal dari Varna dari Bahasa Sansekerta, yang sebetulnya merujuk pada rentang frekuensi yang beraneka ragam. Setiap warna memiliki rentang frekuensi sendiri.

Dalam dunia medis saat ini terapi warna sudah mulai diterima sebagai terapi komplementer. Prinsip dasar dari terapi warna adalah agar setiap organ atau anggota tubuh bekerja pada rentang frekuensi tertentu. Jika organ tersebut frekuensi kerjanya berubah, organ tersebut akan mengalami gangguan fungsi.

Dalam terapi warna, setiap warna akan memberikan respons yang berbeda ke syaraf-syaraf otak dan dari otak diteruskan ke organ-organ tertentu yang juga beroperasi pada rentang frekuensi tertentu. Sebagai contoh, seseorang yang mengalami gangguan pada ginjal dapat terbantu proses pemulihannya jika ia melihat warna oranye. Warna ini akan merangsang syaraf-syaraf di otak dan mengaktifkan hormon tertentu. Selain itu impuls-impuls tersebut akan diteruskan ke ginjal dan membuat ginjal kembali bekerja pada rentang frekuensinya sendiri.

Bahasa Sansekerta sendiri dianggap sebagai bahasa tertua dan terstruktur, karena sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu, dan aksara pembentuknya berasal dari perbedaan frekuensi. Contohnya adalah sebagai berikut. "Aa" adalah aksara pertama dan "Ha" adalah aksara terakhir.Ketika dua aksara tersebut digabung, maka hasilnya adalah "Aham" yang artinya adalah Aku.

Dalam bahasa Yunani, awal adalah alpha dan akhir adalah omega. Tradisi Kristen mengatakan bahwa Tuhan adalah awal dan akhir. Alpha dan Omega. Di tengahnya inilah manusia. Bandingkan dengan bahasa Sansekerta yang juga mengatakan bahwa di antara Awal dan Akhir itulah "Sang Aku" (Tuhan) berada.

Contoh lain dari struktur kata pada Bahasa Sansekerta: Padartha yang artinya adalah Materi, terdiri atas dua kata, Pada artinya Kata atau Suara, serta Artha bermakna tujuan atau arti. Suara + Arti = Materi. Dalam bahasa Fisika Kuantum, bisa diartikan sebagai: vibrasi suara yang diucapkan dengan tujuan tertentu akan membentuk materi. Dan memang materi inilah yang akan mencul. Setiap vibrasi adalah energi. Setiap tujuan atau niat juga memiliki massa. Maka, yang terjadi adalah materi yang memiliki energi dan massa.

Dalam keadaan jaga, materi yang tercipta tidak akan terlihat. Tetapi, setiap energi tidak pernah musnah. Apa pun yang pernah ada, akan tetap ada dan hanya berubah bentuk. Bentuk dan komposisi bisa berubah-ubah meski substansinya tidak.

Dalam keadaan tidur bermimpi, energi (tajas) adalah dominannya. Pada saat itu, pengertian Padartha akan lebih mudah dimengerti. Suara apa pun yang muncul ditambah dengan niat tertentu akan menciptakan wujud tertentu pula secara seketika. Setiap orang pasti mengalami hal ini ketika ia sedang bermimpi.
Satu-satunya perbedaan antara orang awam dan para Resi adalah Resi sadar bahwa mereka sedang berada di alam mimpi. Tidak ada mimpi yang sedemikian buruk atau sedemikian nikmat yang dapat mempengaruhi tubuh jaga seorang Resi. Karena mereka menyadari bahwa mimpi ini pun adalah proyeksi pikiran mereka sendiri. Maka dengan sangat mudah para Resi akan dapat menghentikan atau mengubah mimpinya dengan seketika.

Sementara itu, orang awam baru menyadari bahwa mereka sedang bermimpi hanya ketika sudah bangun dari tidurnya. Orang awam akan terbawa oleh mimpinya dan jika mimpinya sangat intens, efek pada tubuh jaga akan terasa besar juga. Tubuh sedang beristirahat, jantung sedang berirama dengan normal, tetapi jika seseorang bermimpi buruk – meskipun mereka tidak ingat dengan mimpinya ketika bangun – maka jantungnya akan berdebar sedemikian kencang seperti mau meledak, napas tersengal-sengal, dan dada terasa sesak. Penelitian membuktikan bahwa serangan jantung paling sering terjadi di pagi hari. Jika terasa tidak masuk akal, ingatlah bahwa Fisika Modern memang sering "tidak masuk akal", tetapi bisa dibuktikan.

Bahasa Sansekerta diperkirakan telah berusia minimal antara 4000-7000 tahun dan menjadi dasar dari banyak bahasa-bahasa klasik di Eropa seperti Yunani, Latin dan Romawi. Tidak mengherankan jika Bahasa Sansekerta digunakan dalam kitab Veda (Pengetahuan) yang sering dianggap sebagai kitab suci dari peradaban Hindu.

Aksara-aksara yang digunakan dalam Bahasa Sansekerta disebut Devnagari (bahasa atau tulisan para Dewa). Dewa atau Malaikat, sesungguhnya, adalah elemen-elemen dasar pembentuk materi. Melalui Bahasa Sansekerta, seseorang dapat berinteraksi langsung dengan elemen-elemen alam. Karena seluruh aksara berasal dari variasi frekuensi, maka mantra-mantra Sansekerta yang disuarakan dengan benar akan menciptakan vibrasi tertentu dan mempengaruhi semua tingkat fisik, emosi, mental, energi, dan spiritual. Bahkan, menilik teori Fisika Modern di atas, vibrasi tertentu akan dapat menciptakan materi, meski untuk mewujudkannya dibutuhkan energi yang luar biasa besar.

Bahasa Sansekerta sendiri mengalami beberapa kali perubahan tata bahasa. Tata bahasa disebut sebagai vyakarana, yang arti harafiahnya "analisa yang dibedakan". Tata bahasa terakhir Sansekerta dibuat oleh Panini pada 1300 SM (ada yang menyebut 500 SM) yang menjadi tata bahasa terpendek, tetapi terlengkap di seluruh dunia. Panini menyebut tata bahasa ini sebagai Ashtadhyayi. Dalam 4000 ayat-ayat pendeknya, beliau menunjukkan bagaimana kerja Bahasa Sansekerta dan kombinasi yang bisa muncul baik arti maupun efeknya secara filosofis.

Ilmuwan NASA telah membuktikan bahwa Sansekerta adalah satu-satunya bahasa yang dapat mengekspresikan setiap kondisi yang ada di alam semesta dengan jelas. Dengan struktur bahasa yang sempurna, Bahasa Sansekerta dapat dan telah digunakan sebagai Bahasa Kecerdasan Buatan, Artificial Intelligence.

Rigg Briggs, seorang peneliti NASA, menjelaskan bahwa struktur Panini bisa digunakan untuk menciptakan bahasa tingkat tinggi yang efisien dan sistematis tanpa perlu menggunakan karakter alfanumerik yang sekarang dipakai dalam semua bahasa tingkat tinggi komputer. Bahasa tingkat tinggi artinya, bahasa yang menyerupai bahasa manusia dan merupakan jembatan instruksi manusia dengan mesin (komputer). Bahasa tingkat tinggi ini berkebalikan dengan bahasa mesin (bahasa tingkat rendah) pada komputer yang terdiri atas kombinasi biner: 0 dan 1 (open and close positions).

Penelitian-penelitian tentang bagaimana aturan-aturan Panini dapat diterapkan dalam software sedang dilakukan di banyak tempat seperti Akademi Penelitian Sansekerta dan Siddhaganga Mutt di Karnataka. Bahkan dalam linguistik, aturan ini pun dapat diterapkan karena aturan Panini juga melingkupi aktivitas otak dan cara kerja suara manusia. Contoh,lebih mudah mengatakan jagat + naatha sebagai jagannaatha (dalam Bahasa Sansekerta) atau abd-ul + rahman sebagai abd-ur-rahman (dari Bahasa Semit) – keduanya mengikuti aturan fonetik Panini. Hal ini juga berarti bahwa bahasa Semit pun berasal dari Sansekerta. Diperkirakan sebagian besar bahasa-bahasa kuno di bumi seperti bahasa Persia, Yunani, Teutonic, dan Celtic berasal dari Sansekerta.

Setiap mekanisme tata bahasa dalam Bahasa Sansekerta sudah disempurnakan. Setiap penjelasan tentang kondisi emosi serta berbagai kondisi lainnya sudah baku dan tidak mengalami perubahan selama ribuan tahun. Bahasa Sansekerta tidak mengalami penambahan kata baru karena semuanya sudah ada, termasuk materi apa pun di muka bumi sudah ada istilahnya. Jika para Resi sudah mengetahui tentang sistem ucapan manusia yang canggih ini pada ribuan tahun yang lalu, maka para ilmuwan Barat baru menyadarinya pada abad ini.

Tetapi, bahasa peninggalan dari Sindhu tidak saja muncul di India dan melebar ke Eropa. Di Indonesia peradaban yang mirip sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Bahasa Indonesia akarnya berasal dari Melayu dan bahasa-bahasa daerah di Indonesia. Tetapi, bahasa-bahasa daerah di Indonesia banyak yang berasal dari bahasa Sansekerta. Contoh, varna di Indonesia dikenal sebagai warna; Bhumi menjadi bumi; dev menjadi dewa/dewi; jiiva menjadi jiwa, dan lain sebagainya.

Bahasa Daerah Jawa tidak menggunakan huruf alfabet a-z, tetapi menggunakan aksara Ha-Na-Ca-Ra-Ka yang masing-masing mempunyai arti filsafatnya. Bahasa Jawa dan Bali menggunakan aksara yang sama meskipun dengan pengucapan yang berbeda. Aksara-aksara ini mempunyai kemiripan dengan aksara-aksara bahasa Telugu yang digunakan di India Selatan.

Hal-hal seperti ini menunjukkan ketinggian suatu budaya di mana suatu kata tidak terbentuk oleh sekedar alfabet, tetapi aksara dengan lafal yang berirama, mempunyai vibrasi, dan arti tertentu. Satu pepatah bahasa Jawa yang menggambarkan keadaan ini berbunyi: "Basa iku busananing Bangsa", yang artinya budi pekerti seseorang atau suatu bangsa akan terlihat melalui bahasa yang dituturkannya

Bandingkan dengan alfabet Romawi yang kita pakai sekarang (huruf a sampai z) di mana lafal serta penggunaannya tidak konsisten. Sayangnya, kedalaman budaya lokal Indonesia telah dianggap kadaluarsa oleh sebagian orang-orang Indonesia padahal dunia Barat justru mulai melakukan penelitian mendalam terhadapnya.

14 Angka Penting


1.Berbicara sesedikit mungkin tentang diri sendiri.

2.Uruslah sendiri persoalan-persoalan pribadi.

3.Hindari rasa ingin tahu urusan orang lain.

4.Jangan mencampuri urusan orang lain.

5.Terimalah pertentangan dengan kegembiraan.

6.Jangan memusatkan perhatian kepada kesalahan orang lain.

7.Terimalah hinaan dan caci maki.

8.Terimalah perasaan tak diperhatikan,dilupakan dan dipandang rendah.

9.Mengalah terhadap kehendak orang lain.

10.Terimalah celaan walaupun kita tidak layak menerimanya.

11.Bersikap sopan dan peka,sekalipun seseorang memancing amarah kita.

12.Jangan mencoba agar dikagumi dan dicintai.

13.Bersikap mengalah dalam perbedaan pendapat,walaupun kita yang benar.

14.Pilihlah selalu yang tersulit.


[ Mother Theresa ]

Jawa dan Budayanya Akan Diusir Dimasa Depan Seperti Yahudi

Ciri dan perjuangan menegakkan syariah Islam tetap sama caranya baik dizaman dulu hingga dizaman sekarang ini.Intinya adalah hanya Islam yang dinamakan agama dari Allah yang lainnya bukan agama dan harus ditumpas dan dimusnahkan.


Korban pertama orang2 Palestina yang berhasil di genocide dan semua patung2 berhala dewa2 Philistine dihancurkan.Bangsa kedua yang jadi korban adalah orang2 Yahudi yang diusir tanah airnya dan sebagian yang tak keburu lari keluar juga jadi korban2 pembunuhan.Namun orang Yahudi berhasil merebut dan membangun kembali tanah airnya yang sekarang menjadi negara Demokratis Israel.Dan korban ketiga adalah bangsa Persia dan Babilonia yang dulunya beragama zoroaster dan nasib mereka sama seperti nasib bangsa Palestina penyembah dewa Philistine.
Selanjutnya pembunuhan2 oleh umat Islam dan sesama Islam maupun terhadap mereka yang bukan Islam tersebar secara sporadik diseluruh dunia berlangsung secara terang2an.


Dari sejarah masa lalu, hal yang sama juga akan berulang di Indonesai.Pembubaran Ahmadiah masih dalam prosesnya, namun setelah berhasil membubarkan Ahmadiah maka akan dilanjutkan pengusiran massal terhadap umat Ahmadiah yang belum bertobat disertai pembunuhan2 secara tersembunyi.Selesai melenyapkan Ahmadiah, giliran orang2 Jawa yang
masih memperduakan allahnya dengan Primbon Jawa.Budaya Jawa seperti wayang akan dituduh berhala yang harus dihancurkan,kebaya dituduh sebagai pakaian wanita yang anti-Islami karena merangsang nafsu birahi membayang kutangnya dari luar.Tanah Jawa akan menjadi tanah Islam bukan lagi milik orang Jawa dan budayanya.Semua buku2 primbonnya akan dibakar.Sebenarnya masih lebih dari 95% orang jawa yang mencintai budayanya seperti wayang kulit, wayang golek, taria2n jawa, musik jawa seperti angklung, gambang, gong dan violin jawa.Mereka sangat bangga dan fanatik dengan budayanya dan hal inilah yang sering menimbulkan kebencian dari suku2 lain di Indonesia diluar Jawa.

Syariah Islam tidak mungkin bisa ditegakkan tanpa memaksakan satu visi tentang akidah Islam itu sendiri yang begitu banyak tercampur dengan berbagai kepercayaan2 sampingan dari budaya setempat.Gerakkan ini sudah lama merupakan konspirasi dari sekelompok kecil orang2 kaya Indonesia keturunan Arab yang merencanakan gerakan Syariah Islam ini dimulai dengan mempersatukan kekuatan semua potensi Islam yang meskipun berbeda aliran tetapi bisa dimanfaatkan untuk menggempur musuh2 yang terkuatnya dulu.

Perencana I (pertama),memberi usul yang paling brilliant yang disetujui sidang untuk dilaksanakan yaitu membakar dan menghancurkan semua potensi Nasrani di Indonesia dan melarang agama ini dari bumi Indonesia.Oleh karena itu gerakan mereka lebih banyak diarahkan diseluruh Indonesia bagian Timur.Ambon dan Poso meledak menjadi ajang kontak fisik yang sangat berat karena memakan korban2 jiwa, dana, maupun kepercayaan diri. Perlawanan masyarakat Ambon membuat gagal rencana ini.

Rencana ini dilanjutkan dengan, Perencana II (Kedua), menggali sumber lokal kader2 Islam yang dibina untuk menghancurkan budaya Lokalnya dan memaksakan untuk menegakkanSyariah dengan wajah yang aselinya.Pecahlah perang antara orang Islam madura yang membunuhi orang2 Islam Dayak dan bukan dayak termasuk keturunan Cina dan Melayu diseluruh tanah Kalimantan. Namun kenyataannya kembali gagal, umat Islam Dayak, Melayu, dan semua
non-muslim,disertai keturunanCina-nya ternyata bersatu padu hingga berhasil mengusir membuat pontang panting orang2 Madura menjadi pengungsi ke Jawa.


Belajar dari kedua kegagalan dari pengalaman diatas, akhirnya muncul perencana III (ketiga), yang menyimpulkan bahwa perjuangan dalam menegakkan Syariah Islam akan terlalu berat dan terlalu besar biayanya apabila dilakukan dari tepi atau dari daerah2. Seharusnya gerakan ini
dimulai dari pusat,gerakan2 ini harus bisa menyusupi pemerintahan dan menguasai semua badan legislatif untuk memaksakan Syariah untuk ditegakkan di-daerah2 dulu sebelum dipaksakan di pusat itu sendiri.Untuk test case janganlah mengusik gereja2 di pusat maupun agama2 Hindu dan Buddha karena backingnya diluar negeri adalah Amerika,China,Jepang
dan Korea yang sangat mustahil untuk bisa cari gara2 dengan mereka.

Sebagai test case yang paling baik adalah setelah menyusupkan orang2 penting di Gubernur, Polisi, dan Abri untuk mendukung gerakan ini, maka pertama adalah MUI mengeluarkan fatwa melarang Ahmadiah.Dengan cara begini, pemerintah dipaksa untuk tunduk kepada gerakan mereka terutama untuk terpilih kembali.Ancaman inilah yang membuat SBY tak berkutik sehingga tidak ada keputusan apapun yang bisa dikeluarkannya.

Kalau dia berpegang kepada Pancasila sebagaimana seharusnya, maka dia akan kehilangan jabatan sebagai presiden kedua kalinya.Sebaliknya kalau dia menentangnya dan tunduk kepada Syariah Islam,juga sulit baginya untuk bisa menang tetap jadi presiden hanya didukung oleh
sekelompok Arab2 Indonesia yang tidak banyak mau memberikan dana kampanye kepada dirinya.Tawar menawar menjadi deadlock karena SBY bingung tak berani mengeluarkan keputusan apapun juga,kesini salah kesana terjungkal,sedangkan diam saja bermain dengan waktu merupakan nasib2an.

Dilain pihak, mayoritas umat Islam yang dianut orang2 lokal bangsa Indonesia pribumi yang tergabung dalam ormas2nya seperti NU,Ahmadiah,dan Muhammadiah seperti orang Jawa, Dayak,dll,sangatlah mengerti dan memahami apa yang sedang terjadi.Mereka cenderung melindungi warisan budaya nenek moyang mereka,kebanggaan akan suku budaya mereka turun temurun dan bertekad melestarikan dan mewariskan kepada generasinya dimasa depan.


Mayoritas umat Islam Indonesia menyadarinya kemana tujuan arah pembubaran Ahmadiah ini yang akan membawa bencana nasional keseluruhannya. Akhirnya tanpa harus berkonspirasi mereka bersatu dalam bentuk ALIANSI KEBANGSAAN UNTUK KEBEBASAN BERAGAMA DAN BERKEYAKINAN. Meskipun aliansi ini merupakan campuran berbagai agama, semua pihak mempunyai satu tujuan, yaitu mempertahankan kesatuan Nasional bukan memecah belah seperti mengusir umat Ahmadiah yang jelas2 orang Indonesia seperti halnya mengusir orang2 Yahudi dari tanah airnya.


Bentrokan yang baru2 ini terjadi di Monas memang sudah merupakan perencanaan yang matang, kejadian ini merupakan testcase bagi sikap pemerintah. Kalo pemerintah tidak menindak membubarkan Ahmadiah, maka kejadian ini dijadikan alasan untuk pecahnya pembunuhan massal diseluruh Indonesia terutama di-daerah2 di Jawa dimana katanya lebih
dari 7 juta anggauta2 FPI yang terlatih sudah siap menggorok semua umat Islam dengan tuduhan pendukung Ahmadiah karena tidak mendukung pembubarannya. Banjir darah ini akan terulang.

Siapakah negara luar yang terlibat dalam project Syariah ini??? Mulanya gerakan ini didanai Amerika sewaktu mau menggulingkan Bung Karno, namun dengan naiknya Suharto, Amerika tidak melanjutkan mendanai project ini. Namun belakangan Raja Arab Saudia yang mengambil alih dan meneruskan project ini dengan sepengetahuan Amerika. Mungkin pengalaman buruk perusahaan2 Amerika di Aceh juga terkait sikap Amerika untuk melibatkan Raja Arab Saudia yang berusaha mensukseskan project Syariah ini. Yang jelas, biaya explorasi minyak bumi menjadi tidak effisien, terlalu mahal kalo harus ikut membiayai memerangi kerusuhan2 tsb.

Itulah sebabnya, SBY tidak punya pilihan lain menaikkan harga minyak bumi di Indonesia dimana selisih kenaikan harga ini bisa digunakan oleh kelompok Raja Arab Saudia yang telah ditanamkan dalam organisasi Pertamina untuk membiayai gerakan2 Project tegaknya Syariah di
Indonesia ini.

SBY persis seperti telur diujung tanduk, mau menolak gagasan pembubaran Ahmadiah akan bisa mencetuskan pembunuhan2 massal yang jauh lebih effisien dibandingkan dari yang dulu dilakukan Suharto. Kalo dizaman Suharto terjadinya pembunuhan2 massal diseluruh Indonesia
hanya cukup dibacking oleh 1 brigade Kompi RPKAD, maka pembunuhan massal yang akan dilakukan oleh anggaut2 FPI yang lebih 7 juta anggotanya ini akan dibacking oleh setiap KODAM dan KORAMIL setempat. Dilain pihak kalo SBY menerimanya, maka kelompok ini akan makin kuat dengan dana pemerintah dari kenaikan bensin ini yang digunakannya yang disadari juga akhirnya akan menggusur SBY ketiang jemuran.

Kalo dulu mereka yang jadi korban pembunuhan massal dituduh sebagai pendukung PKI, maka yang akan jadi korban pembunuhan massal yang sekarang akan dituduh sebagai Pendukung Islam Murtad Ahmadiah. Namun yang dibunuh sebenarnya mereka yang tetap mempertahankan keberhalaan budaya2 Jawa dengan wayang2nya. Nama2 mereka dan tokoh2 yang akan dibunuh ini sudah dicatat dalam masing2 AMIR dari masing2 wilayah FPI.

Situasinya memang sudah serba salah, apapun keputusan yang akan diambil hasilnya akan tetap salah. Karena memang start mulanya sudah salah.




[ Dari Milis sebelah. Believe it or not? Silakan anda tanya nurani anda sendiri... ]

Stop Radikalisme !!!

Ini menarik, kenapa mayoritas masyarakat Indonesia yang beragama islam seolah 'membiarkan' tindakan radikalisme yang ada.

Ada satu hal mendasar yang perlu kita mengerti bersama. Karakter agama islam sebenarnya agak berbeda dengan agama lain pada umumnya. Penyebaran agama islam tidak memiliki institusi formal keagamaan,berkembang secara kultural.

Mesjid juga bukanlah tempat formal, melainkan hanya sarana melakukan ibadah bagi siapa saja yang menganut agama islam. Itupun tidak mutlak harus dilakukan didalam gedung yang berbentuk mesjid, tempat apa saja bisa dijadikan sebagai tempat sembahyang, bahkan ditanah lapang, sayangnya tidak digereja,pura atau vihara...hehe...

Imam yang berada disuatu mesjid, lebih berfungsi sebagai orang yang memimpin sembahyang berjemaah. Siapa saja boleh menjadi imam, tanpa harus ada persyaratan tertentu kecuali yang mengerti menjalankan syariat sembahyang berjemaah tersebut tentunya.

Karena itu semisal ada artist yang mulai tua dan tobat, tiba tiba bisa saja menjadi kiai kondang berkat media masa. Selama bisa berkhotbah, hafal ayat ayat Quran, suara agak sengau sedikit, ditambah jenggot dan jubah dll, maka ia bisa saja menyandang gelar ulama, kiai dll.

Hal ini dimungkinkan karena pertama apapun alirannya kitab yang dipakai hanya satu yaitu kitab Al Quran. Kedua, dogma yang turun temurun diajarkan juga selalu sama. Ketiga, untuk menjadi penganut islampun tidak diperlukan prosesi yang formal, cukup dengan membaca
syahadat maka seseorang sudah bisa disebut penganut agama islam. Dan ini berlaku diseluruh dunia, sehingga inilah yang membentuk umat islam itu bersatu. Perbedaan adanya aliran dan mazhab didalam islam lebih kepada perbedaan menafsirkan hadist-hadist, riwayat nabi dan para
sahabat nabi Muhammad.

Para sepuh pendiri pesantren akan dianggap sebagai ulama dipesantrennya. Ulama ini bukanlah diangkat oleh suatu dewan formal yang bisa mengatasnamakan semua pemeluk agama islam. Tapi orang yang diluar pesantren juga tetap bisa menganggap orang itu sebagai ulama, selama menurut dia orang tersebut memang sesuai menjadi ulama.

Rhoma Irama si anak ngeband dangdut akan lebih cepat terkenal sebagai ustadz ketimbang si Miun guru ngaji di desa Kauman...hehe...

MUI bukanlah ulama ulama yang bisa dikatakan mewakili umat islam, itu dibentuk lebih demi kepentingan politik dijaman Orde Barunya Soeharto.

Apa yang bisa kita tarik dari sini, adalah, sebenarnya penganut agama islam itu lebih menganut pola demokrasi, individu-individunyalah yang menjadikan orang orang tertentu sebagai ulama, kiai lebih bersifat bottom up, bukan sebaliknya.

Contohnya, Paus adalah pimpinan resmi gereja Katolik Roma. Dia berhak mengatas namakan semua umat Katolik diseluruh dunia. Bagi yang tidak setuju mereka bisa dikeluarkan dari gereja.

Didalam islam, si Bejo yang beragama islam seandainya dia menjadi teroris, sayangnya dia tidak akan bisa dikeluarkan dari mesjid atau dikeluarkan dari islam. Lha ndak ada yang punya hak untuk itu kok,disinilah duduk perkara yang seharusnya dimengerti oleh kita bersama.

Bahkan penganut islam sendiri ada juga yang tidak mengerti hal ini. Sehingga bila menjawab pertanyaan tentang radikalisme yg terjadi oleh islam, mereka cenderung defensif menjawab ngalor ngidul.

Jadi kalau melihat penganut agama islam secara umumnya, haruslah dilihat secara individu. Ulama yang berteriak teriak di khotbah Jumat, tidaklah menyuarakan jemaat yang ada.

Setiap individu yang kharismatik, dan mampu menarik simpatisan maka dia bisa menjadi kiai. Sekarang tergantung bagaimana karakter kiai yang bersangkutan mempengaruhi masanya. Bila ia kiai yang baik maka ademlah masanya, bila ia kiai yang radikal maka jadi radikallah masanya.

Jadi disini jawabannya. Adakah komunitas islam berada dibawah satu pimpinan formal? tidak ada. Yang ada adalah pemeluk agama islam yang memegang kitab dan dogma yang sama, itu saja.

Dari sisi positifnya, pola inilah yang menyebabkan penyebaran agama islam itu pesat. Karena metodanya lebih baku dan seragam. Dari sisi negatifnya, sangat mudah dipengaruhi oleh masing-masing individu yang dianggap sebagai pemimpin dikelompoknya. Tapi tidak mudah untuk seia sekata secara masal, karena itulah ada opini seolah mayoritas pemeluk islam 'membiarkan' adanya radikalisme.

Damailah negeriku,damailah Bangsaku... Piss Man...!!

Terang bukan lawan Gelap

Terang bukan lawan dari gelap; terang tidak bertentangan —apalagi bermusuhan—dengan gelap. Kitalah yang memposisikan mereka demikian; kitalah yang menempatkannya sebagai oposan satu dengan yang lainnya. Padahal adanya terang dan gelap hanya lantaran kita membutuhkannya. Kita membutuhkannya bukan secara fisikal saja, kita juga membutuhkannya secara mental, di dalam mendidik dan menggembleng mental kita.


Tanpa adanya gelap, kita tak pernah akan bisa menghargai terang. Tanpa adanya kebodohan dan ketidak-tahuan, kita tak akan bisa menghargai pengetahuan itu. Tanpa adanya yang buruk, kita tak akan pernah bisa menghargai yang baik itu. Demikianlah, kontroversi di dalam dualisme itu mendidik dan menggembleng mental kita, mematangkannya, membimbing kita pada sesuatu yang lebih dan lebih hakiki lagi.


Seperti juga kita membutuhkan terang untuk bisa melihat dengan jelas, kita juga butuh gelap untuk tidur atau di ruang mencetak foto. Kita tak bisa hanya mencintai terang, dan oleh karenanya memusuhi gelap. Ketika kita menginginkan sesuatu, maka kita menganggap sesuatu itu baik, bahkan yang terbaik, dan memposisikan yang kita anggap berlawanan dengannya sebagai buruk, jelek.


Adanya baik-buruk, bagus-jelek, menyenangkan-menyedihkan dan sejenisnya, hanya lantaran kita, hanya bentuk-bentuk penilaian kita. Bentuk-bentuk penilaian subjektif itu muncul dan bekerja karena kita masih menganut ‘faham’ cinta-benci, suka-tak-suka. Padahal segala sesuatunya tidaklah baik ataupun buruk, bagus ataupun jelek, menyenangkan ataupun menyedihkan; segala sesuatunya hanya ‘apa adanya’.



‘Faham’ yang sama ini jualah yang membentuk ‘selera’ kita. Ketika kita berbicara masalah ‘selera’, maka kita sudah bicara masalah yang bersifat amat-sangat relatif. Setiap orang punya ‘selera’ sendiri-sendiri, yang bisa saja mirip, namun bisa juga sangat jauh berbeda.


Dan ‘faham’ ini juga telah melahirkan kebiasaan untuk mempertentangkan segala sesuatunya. Pria yang sebetulnya adalah pasangan wanita misalnya, kita sebut sebagai berlawanan jenis; kanan yang sebetulnya adalah pasangan dari kiri misalnya, juga kita posisikan sebagai berlawanan; banyak lagi contoh-contoh yang bisa disebutkan untuk itu. Menganut ‘faham’ ini tak pelak lagi telah melahirkan kebiasaan mempertentangkan segala sesuatunya pada kita.


Demikian juga halnya dengan kebenaran-duniawi, yang bersifat amat sangat relatif. Kebenaran-duniawi sangat bergantung kepada desa-kala-patra, kepada ruang, waktu, pelaku dan penilainya serta segenap kausasi terkait dengannya. Walapun pikiran, perasaan dan akal-budi bisa menerimanya sebagai sebentuk kebenaran, ia tetap bukan kebenaran-absolut. Ia jelas tidak mengindikasikan sesuatu yang absolut.



Oleh karenanya, ia hanya bisa dipegang hingga tataran kesadaran tertentu saja. Ia tak mampu melewati tataran kesadaran itu. Bagi seorang pendaki rohani, selalu akan tiba saatnya untuk menanggalkan dan meninggalkan ‘faham’ itu. Ia tidak bisa dibawa-bawa di dalam pendakian menuju Yang Absolut. Ia bahkan hanya akan menjadi penghalang bagi aktivitas pendakian.


Manakala Anda sudah mulai bisa melihatnya sebagai pasangan, dan tidak lagi sebagai lawan, Anda mulai bisa menyatukannya —yang berarti leburnya dualisme itu oleh api viveka. Dan oleh karenanya, Anda akan segera melihat Kesejatian, Kenyataan dari segala sesuatu.

Mencari kebahagiaan di luar...

Lebih baik meraba-raba di dalam kegelapan dan menyeberangi sejuta kesalahan menuju Kebenaran ketimbang mempercayakan diri kepada seseorang yang 'tidak sadar kalau ia tidak tahu'. ~ M. K. Gandhi ~

Setidak-tidaknya bisa kita lihat kalau ada dua alasan pokok kenapa kita mencari kebahagiaan di luar sana. Yang pertama karena kita telah terbiasa memaknai kata 'mencari' itu sebagai pencarian ke luar. Kedua, karena kita terlanjur menyangka kalau kebahagiaan hanya bisa ditemukan di luar sana, di antara objek-objek indria. Inilah dua alasan pokok kenapa kita cenderung mencari kebahagiaan di luar sana.

Dengan terbiasanya kita memaknai sebuah pencarian itu sebagai pencarian ke luar, 'mencari ke dalam diri' merupakan sesuatu yang benar-benar asing, bahkan tanpa makna buat kita. Bagi kita 'mencari' haruslah di luar sana, mencari sesuatu yang tidak atau belum ada di wilayah kepemilikan kita. Anggapan inilah yang memunculkan sangkaan keliru kalau kebahagiaan hanya bisa ditemukan di luar sana, yang selanjutnya kian memperkuat pemaknaan keliru bahwasanya sebuah pencarian haruslah ke luar dan ke luar.

Daripadanya, lewat berbagai kesan-kesan mental yang menyenangkan serta gairah temporer yang timbul dari kontak-kontak serta kenikmatan indriawi yang pernah dialami, pemaknaan dan sangkaan keliru itu diperkuat dan diperkuat lagi. Kita kemudian dibuat sedemikian yakinnya kalau setiap 'pencarian' memang harus ke luar, dan kebahagiaan memang ada di luar sana, di antara gelimangan objek-objek indriawi. Kita menjadi sedemikian yakinnya kalau kesenangan temporer yang timbul dari kenyamanan dan kenikmatan yang diberikan oleh objek-objek itulah kebahagiaan itu adanya; tak ada kebahagiaan lain di luar itu.

Matangnya pemaknaan dan sangkaan keliru itu membentuk pandangan keliru yang kita anut hingga saat ini. Kalaupun suatu ketika ada yang memberitahu atau mengingatkan kita akan kekeliruan kita itu, kalau tidak menolaknya, setidak-tidaknya kita akan mengalami kesulitan besar untuk bisa menerimanya. Ia telah terlanjur membentuk pandangan-hidup kita. Kita telah menjalani kehidupan seumur-hidup di atas pandangan-hidup itu; terlebih lagi kalau kita tidak menemukan adanya persoalan dengan itu.

Sebetulnya masih ada alasan pokok yang ketiga —yakni anggapan keliru bahwasanya sesuatu hanya bisa dianggap 'nyata' kalau ia 'kasat-indria', atau sejauh-jauhnya 'kasat-pikiran-perasaan', yang juga sangat mendasar sifatnya. Yang ketiga ini menopang dua alasan pokok sebelumnya sedemikian rupa, sehingga mereka saling menguatkan satu-sama-lain. Namun, hanya dengan dua alasan pokok yang sebelumnya saja, kita telah dibuat sedemikian yakinnya akan kekeliruan kita itu. Makanya, kekeliruan adalah kekeliruan hanya jika kita bisa melihat atau menyadari kekeliruan itu. Sebelumnya, ia bukanlah suatu kekeliruan; mungkin malah suatu kebenaran buat kita.

Lahir sebagai Ulat,Mati sebagai Kupu-kupu

Change is the law of life.
Truth is the law of life.
Love is the fulfilling of the law of life.
Death is the gate to another life.
Life is endless.

~ Sri Swami Sivananda Sarasvati ~

Proses metamorfosis yang dialami oleh sebutir telor kupu-kupu sampai dengan menjadi kupu-kupu sungguh menakjubkan. Ia acapkali juga digunakan secara analogis di dalam mengilustrasikan pendakian dari seorang pejalan di jalan spiritual. Seorang pejalan di jalan spiritual lahir sebagai ulat yang menggelikan namun mati sebagai kupu-kupu yang indah.


Di dalam telur kupu-kupu, tersimpan calon kupu-kupu, tersimpan segala potensi dan kapasitas untuk jadi seekor kupu-kupu indah; bukan sekedar calon ulat, yang nantinya mati hanya sebagai seekor ulat saja. Menetasnya ulat dari telor, hanyalah salahsatu tahapan yang mesti dilalui dalam proses panjang yang menakjubkan, yang disebut dengan metamorfosa ini. Semasih berwujud ulat, memang kerjanya hanya makan dan makan saja sepanjang hari. Namun, kalau ia tidak terlalu malang, si ulat tidak berhenti hanya sampai sebagai ulat saja seumur-hidupnya. Walaupun sama-sama berwujud ulat, ia tidak bisa dipersamakan dengan cacing-tanah. Ia ulat calon kupu-kupu yang indah.


Menyudahi status ulatnya, ia berhenti makan, berhenti kelayapan kesana-kemari mencari makan. Ia diam. Tak jauh bedanya dengan semasih sebagai sebutir telor. Mati sebagai ulat, ia tidak lagi si ulat. Si ulat sudah almarhum. Yang ada kini adalah sebuah kepompong. Selama ngepompong, ia kembali diam berkepanjangan, beku, sunyi, seakan-akan tanpa kehidupan sama-sekali. Padahal, saat itu sedang berlangsung kerja dahsyat yang amat menakjubkan. Inilah bekerjanya diam. ‘Kerja-diamnya’ ini sebetulnya serupa dengan kerja-diam yang juga pernah dilasungkannya ketika masih bewujud sebutir telor. Walaupun sesama kerja dan sama-sama diam, mereka tidak bisa dipersamakan, sejauh fase serta yang dihasilkan dari kerja-diam masing-masing berbeda. Diamnya kepompong teramat halus, namun luarbiasa aktif, dahsyat.


Kalau kerja-diam itu sendiri kita analogkan dengan tapa-brata —yang dilangsungkan oleh seorang penekun spiritual, maka tapa-brata dari seorang penekun pemula dengan penekun lanjut akan kelihatan sangat mirip. Tapi, tapa-brata pemula hanya mengantarkannya menjadi “ulat” —yang makan saja seumur-hidupnya. Dibandingkan sebuah “kepompong”, si ulat memang tampak jauh lebih lincah —kesana-kemari dan siang-malam mencari makan, seakan-akan tak penah kenyang. Tapi semua itu hanyalah pengumpulan bekal untuk “mati”, untuk berdiam diri —“ngepompong”.


Diamnya “kepompong” —yang sangat mirip dengan diamnya telor itu— bukan lagi tapa-brata, melainkan yoga-samadhi. Diam dalam yoga-samadhi inilah yang menjadikannya “seekor kupu-kupu yang indah” itu. Kini, si calon telah menjadi yogi sempurna. Tidak lagi “merayap” kian-kemari seperti sebelumnya yang tampak menggelikan itu. Kini ia ‘terbang”. Tidak hanya makan “dedaunan” atau sejenisnya, seperti sebelumnya, kini ia mengisap “sari-sari bunga dan madu”. Bila tiba saatnya nanti, iapun akan menghasilkan banyak “telor-telor baru”, “para calon kupu-kupu indah baru” sepanjang hayatnya. Yang pasti, walau dulu ia terlahir sebagai seekor “ulat” yang menggelikan, ia akan mati sebagai seekor “kupu-kupu indah” yang telah melahirkan banyak “kupu-kupu indah baru”.

Ayat-ayat Penari

"Yang tak siap memasuki Gerbang itu, pergilah sebelum Aku mencintai-Mu."

~ Jalaluddin Rumi ~



(Ayat 1)

Datanglah ke mari, wahai Sahabat Tercinta. Sentuhlah kedua tangan-Ku dengan ujung jemari-Mu. Datanglah ke mari, wahai Sahabat Tercinta. Marilah menari bersama-Ku, marilah Kita tarikan kehidupan dan kematian, marilah Kita bebaskan diri dari kesia-siaan pencarian, marilah Kita satukan seluruh napas bersama gerak sunyi kuntum-kuntum yang bermekaran, marilah Kita lepaskan kebencian bersama daun-daun yang berguguran.

Datanglah ke mari, wahai Sahabat Tercinta. Tak ada yang perlu Kaulakukan lagi, tak ada yang perlu Kaukatakan lagi, kini cukuplah Kau menjadi Sang Saksi dari tarian agung kehidupan yang bersama tengah Kita mainkan. Teruslah menari bersama-Ku, janganlah Kaulepaskan genggaman jemari-Mu dari tangan-Ku, teruslah menari di dalam Cinta, hingga akhirnya Kita pun dapat tenang istirah di dalam pelukan-Nya.


(Ayat 2)

Cinta! Inilah jiwa dari jiwa para Penari Agung Kehidupan. Tetapi, di manakah pula akan Kita rasakan belain halus jemari-Nya? Di manakah akan Kita cium wangi tubuh-Nya? Di manakah akan Kita dengar suara merdu-Nya? Di manakah akan Kita pandang keindahan wujud-Nya sehingga Kita pun dapat memeluk, menyentuh, dan mengecup-Nya? Hanya, di sini, di dalam keheningan hati para Penari yang terbakar oleh Cinta, di dalam Kesunyian Maha Agung yang senantiasa menyala: Kita akan dapat bersenda dan memandang keindahan wajah-Nya.


(Ayat 3)

Kini telah Kutinggalkan semua pencarian yang sia-sia, semua ibadah rutin yang tanpa jiwa, semua nasehat munafik para ulama, semua dogma buta para pendeta, semua janji-janji hampa para filsuf dan silang-saling permainan logika, ya, kini telah Kutinggalkan semua pikiran yang Kuanggap paling berharga. Kini semua ilusi itu telah Kulepaskan hanya agar Aku dapat penuh berpasrah dan meletakkan kening-Ku di lantai kuil-Nya. Kini seluruh ibadah-Ku telah menjadi abu di kaki suci-Nya.


(Ayat 4)

Aku tak lagi peduli apakah Mereka akan menyebut-Ku kafir atau murtad.

Aku tak lagi peduli apakah Mereka akan mengerat, menyayat, atau mencincang tubuh-Ku. Kini telah Kutinggalkan cahaya kematian bersama dengan padamnya nyala api pikiran. Kini telah Kumasuki Cahaya-Kegelapan tanpa rasa takut dan harapan.

Aku telah cukup menjadi mabuk oleh pandangan mata-Nya yang menyala-nyala bagaikan kobaran Api di Bukit Tursina. Kini Kubiarkan hati-Ku terbakar tatapan mata-Nya.


(Ayat 5)

Janganlah takut kepada-Nya, wahai Sahabat Tercinta, janganlah tertipu oleh janji keselamatan yang keluar dari mulut para penjual agama. Sebab, di dalam Kesunyian Yang Maha Agung ini, hanya ada Cinta dan Cinta dan Cinta yang tiada bersyarat dan tiada berhingga.


(Ayat 6)

Sengaja Kutuliskan kesaksian ini untuk-Mu, duhai Sahabat Tercinta.

Tidak! Janganlah sebut Aku sebagai semacam pribadi, sebab Aku bukanlah siapa-siapa. Aku tidak sedang berjuang untuk menjadi diri-Ku, atau menjadi diri yang bukan diri-Ku. Aku telah sempurna sejak semula sebagaimana ada-Nya.

Tidak! Jangan pula sebut Aku sebagai seorang pencari kebenaran, sebab saat ini Aku tak sedang berjuang untuk mencari kebenaran, atau sibuk mengejar tujuan-tujuan hampa lainnya. Aku telah sempurna sejak semula sebagaimana ada-Nya.

Tidak! Jangan sebut Aku sebagai seorang penguasa yang sibuk menyihir dunia untuk menutupi rasa sakit dalam batinnya. Dan jangan pula samakan Aku dengan para petualang yang sibuk menjual ayat-ayat agama untuk memuaskan hasratnya. Tidak! Aku telah sempurna sejak semula sebagaimana ada-Nya.

Sengaja Kutuliskan kesaksian ini untuk-Mu, duhai Sahabat Tercinta, karena Aku hanyalah Sang Saksi yang tengah asyik memandang kemilau cahaya purnama, atau terbitnya bintang fajar di langit utara, atau mekarnya bunga-bunga rumput di halaman taman yang telah lama ditinggalkan pemiliknya. Dan seandainya para pemarah itu menganggap kesaksian-Ku ini sebagai sesuatu yang tak berharga, atau sebagai ocehan pemabuk di tengah malam buta, maka biarlah Kukatakan: “Aku telah sempurna sejak semula sebagaimana ada-Nya.”


(Ayat 7)

Kita telah berulangkali jatuh di jalan yang sama, tapi janganlah menyerah untuk bangkit kembali. Kita telah berulangkali jatuh di lubang yang sama, tapi janganlah ragu untuk bangkit kembali.

Jangan tanyakan apa makna perjalanan ini. Jangan tanyakan bagaimana caranya Kita bangkit kembali. Cukup pejamkan mata dan temukan kembali Cahaya-Kegelapan yang senantiasa berpendar di dalam batin Kita. Lalu, jadilah Cahaya-Kegelapan itu sendiri. Lupakan tujuan dan jadilah perjalanan!

Marilah Kita leburkan seluruh keraguan di dalam debu kepasrahan, marilah Kita larutkan seluruh kebencian di dalam embun kedamaian. Marilah kita menari bersama para Sahabat Tercinta yang telah memandu Kita sepanjang ribuan tahun perjalanan. Kini saatnya Kita merayakan Kehidupan, kini saatnya Kita menarikan Kehidupan!


(Ayat 8)

Wahai, Sahabat Tercinta, Kunyatakan kini pada-Mu: sejak semula Kita adalah Kesadaran Murni. Sejak semula Kita tak pernah lahir dan tak pernah mati. Sejak semula Kita tak pernah terpisah dari semesta. Sejak semula Kita tak pernah berdosa. Sejak semula Kita senantiasa bebas dan berbahagia.


(Ayat 9)

Rayakanlah Kekosongan ini! Itulah artinya mati sebelum mati.

Rayakanlah Kekosongan ini dengan seluruh tubuh-Mu, pikiran-Mu, hati-Mu, dan keberadaan-Mu.

Tak ada dosa, tak ada pahala, tak ada surga, tak ada neraka, tak ada dunia sini, tak ada dunia sana, ya!, tertawakan semua permainan kata-kata kosong itu, kata-kata itu hanya untuk menakuti dan menghibur-Mu.

Bangun! Karena kini Kau bukanlah semua itu!

Rayakanlah Kekosongan ini! Itulah artinya mati sebelum mati.

Rayakanlah kebebasan-Mu, rayakanlah kematian kata-kata dan pikiran-Mu, rayakanlah saat Kau menyadari bahwa ternyata Kau adalah Keberadaan itu sendiri. O, rayakanlah hidup-Mu bersama gelora Cinta yang menggerakkan dan menghidupkan semesta. Tak ada masa lalu, tak ada masa depan. Tak ada harapan, tak ada ketakutan. Tak ada sang pelaku: tak ada Kau, Aku, atau Dia. Bangun! Kita adalah Segala Sesuatu: kita adalah Satu!

Bangun! Karena kini Sang Pencipta akan bersujud di kaki-Mu.


(Ayat 10)

Menjadi Yang Ilahi berarti menjadi seorang Hamba, menjadi Pelayan Sejati bagi kebahagiaan Sesama. Ia selalu hidup dalam sukacita. Matahari dan bulan akan selalu melantunkan lagu Cinta bersama-Nya. Langit dan awan-awan akan senantiasa menari dalam hati-Nya. Karena kini Ia bagaikan setetes embun yang telah kembali kepada samudera, Ia telah menyadari Jatidiri-Nya sebagai Yang Maha Ada, dan yang tersisa dalam diri-Nya hanyalah Cinta.

Menjadi Yang Ilahi berarti menjadi seorang Hamba, menjadi Pelayan Sejati bagi kebahagiaan Sesama. Dalam setiap perkataan-Nya terkandung keheningan. Dan dalam setiap keheningan-Nya terkandung firman. Ia bekerja dengan hati yang gembira. Ia tak lagi memiliki harapan, karena seluruh hidupnya telah menjadi sebuah perayaan.

Dialah Sang Penuntun itu, Dialah Sang Guru, Dialah Perwujudan Ilahi yang turun ke bumi. O, Sahabat Tercinta, menarilah selalu bersama-Nya, niscaya hidup-Mu akan menjadi keberkahan bagi semesta.

Ungkapan anak usia 12 tahun di hadapan PBB

Halo, nama Saya Severn Suzuki, berbicara mewakili E.C.O - Enviromental Children Organization

Kami Adalah Kelompok dari kanada yg terdiri dari anak-anak berusia 12 dan 13 tahun. Yang mencoba membuat Perbedaan: Vanessa Suttie, Morga, Geister, Michelle Quiq dan saya sendiri. Kami menggalang dana untuk bisa datang kesini sejauh 6000 mil. Untuk memberitahukan pada anda sekalian orang dewasa bahwa anda harus mengubah cara anda, Hari ini Disini juga. Saya tidak memiliki agenda tersembunyi. Saya menginginkan masa depan bagi diri saya saja.

Kehilangan masa depan tidaklah sama seperti kalah dalam pemilihan umum atau rugi dalam pasar saham. Saya berada disini untuk berbicara bagi semua generasi yg akan datang.

Saya berada disini mewakili anak-anak yg kelaparan di seluruh dunia yang tangisannya tidak lagi terdengar.

Saya berada disini untuk berbicara bagi binatang-binatang yang sekarat yang tidak terhitung jumlahnya diseluruh planet ini karena kehilangan habitat nya. Kami tidak boleh tidak di dengar.

Saya merasa takut untuk berada dibawah sinar matahari karena berlubang nya lapisan OZON. Saya merasa takut untuk bernafas karena saya tidak tahu ada bahan kimia apa yg dibawa oleh udara.

Saya sering memancing di di Vancouver bersama ayah saya hingga beberapa tahun yang lalu kami menemukan bahwa ikan-ikannya penuh dengan kanker. Dan sekarang kami mendengar bahwa binatang-binatang dan tumbuhan satu persatu mengalami kepunahan tiap harinya - hilang selamanya.

Dalam hidup saya, saya memiliki mimpi untuk melihat kumpulan besar binatang-binatang liar, hutan rimba dan hutan tropis yang penuh dengan burung dan kupu-kupu. tetapi sekarang saya tidak tahu apakah hal-hal tersebut bahkan masih ada untuk dilihat oleh anak saya nantinya.

Apakah anda sekalian harus khawatir terhadap masalah-masalah kecil ini ketika anda sekalian masih berusia sama seperti saya sekarang?

Semua ini terjadi di hadapan kita dan walaupun begitu kita masih tetap bersikap bagaikan kita masih memiliki banyak waktu dan semua pemecahan nya. Saya hanyalah seorang anak kecil dan saya tidak memiliki semua pemecahan nya tetapi saya ingin anda sekalian menyadari bahwa anda sekalian juga sama seperti saya!

Anda tidak tahu bagaimana caranya memperbaiki lubang pada lapisan ozon kita.
Anda tidak tahu bagaimana cara mengembalikan ikan-ikan salmon ke sungai asalnya..
Anda tidak tahu bagaimana caranya mengembalikan binatang-binatang yang telah punah.

Dan anda tidak dapat mengembalikan Hutan-Hutan seperti sediakala di tempatnya yang sekarang hanya berupa padang pasir.
Jika anda tidak tahu bagaima cara memperbaikinya.
TOLONG BERHENTI MERUSAKNYA!

Disini anda adalah deligasi negara-negara anda. Pengusaha, Anggota perhimpunan, wartawan atau politisi - tetapi sebenarnya anda adalah ayah dan ibu, saudara laki-laki dan saudara perempuan, paman dan bibi - dan anda semua adalah anak dari seseorang.

Saya hanyalah seorang anak kecil, namun saya tahu bahwa kita semua adalah bagian dari sebuah keluarga besar, yang beranggotakan lebih dari 5 milyar, terdiri dari 30 juta rumpun dan kita semua berbagi udara, air dan tanah di planet yang sama - perbatasan dan pemerintahan tidak akan mengubah hal tersebut.

Saya hanyalah seorang anak kecil namun begitu saya tahu bahwa kita semua menghadapi permasalahan yang sama dan kita seharusnya bersatu untuk tujuan yang sama.

Walaupun marah, namun saya tidak buta, dan walaupun takut, saya tidak ragu untuk memberitahukan dunia apa yang saya rasakan.

Di Negara saya, kami sangat banyak melakukan penyia-nyiaan, kami membeli sesuatu dan kemudian membuangnya, beli dan kemudian buang. Walaupun begitu tetap saja negara-negara di utara tidak akan berbagi dengan mereka yang memerlukan.
Bahkan ketika kita memiliki lebih dari cukup, kita merasa takut untuk kehilangan sebagian kekayaan kita, kita takut untuk berbagi.

Di Kanada kami memiliki kehidupan yang nyaman, dengan sandang, pangan dan papan yang berkecukupan - kami memiliki jam tangan, sepeda, komputer dan perlengkapan televisi.

Dua hari yang lalu di Brazil sini, kami terkejut ketika kami menghabiskan waktu dengan anak-anak yang hidup di jalanan. Dan salah satu anak tersebut memberitahukan kepada kami: " Aku berharap aku kaya , dan jika Aku kaya, Aku akan memberikan anak-anak jalanan makanan, pakaian dan obat-obatan, tempat tinggal . dan Cinta dan Kasih sayang " .

Jika seorang anak yang berada dijalanan yang tidak memiliki apapun, bersedia untuk berbagi, mengapa kita yang memiliki segalanya masih begitu serakah?

Saya tidak dapat berhenti memikirkan bahwa anak-anak tersebut berusia sama dengan saya , bahwa tempat kelahiran anda dapat membuat perbedaan yang begitu besar. bahwa saya bisa saja menjadi salah satu dari anak-anak yang hidup di Favellas di Rio; saya bisa saja menjadi anak yang kelaparan di Somalia ; seorang korban perang timur tengah atau pengemis di India .

Saya hanyalah Seorang anak kecil namun saya tahu bahwa jika semua Uang yang dihabiskan untuk perang dipakai untuk mengurangi tingkat kemisikinan dan menemukan jawaban terhadap permasalahan alam, betapa indah jadinya dunia ini.

Di sekolah, bahkan di taman kanak-kanak anda mengajarkan kami untuk berbuat baik. Anda mengajarkan pada kami untuk tidak berkelahi dengan orang lain.
Mencari jalan keluar, membereskan kekacauan yang kita timbulkan.
Tidak menyakiti makhluk hidup lain, Berbagi dan tidak tamak.

Lalu mengapa anda kemudian melakukan hal yang anda ajarakan pada kami supaya tidak boleh dilakukan tersebut?

Jangan lupakan mengapa anda menghadiri Konfrensi ini. mengapa anda melakukan hal ini - kami adalah anak" anda semua , Anda sekalianlah yang memutuskan dunia seperti apa yang akan kami tinggali. Orang tua seharus nya dapat memberikan kenyamanan pada anak-anak mereka dengan mengatakan " Semuanya akan baik-baik saja ". 'kami melakukan yang terbaik yang dapat kami lakukan' dan ' ini bukanlah akhir dari segalanya'

Tetapi saya tidak merasa bahwa anda dapat mengatakan hal tersebut kepada kami lagi. Apakah kami bahkan ada dalam daftar prioritas anda semua?
Ayah saya selalu berkata ' kamu akan selalu dikenang karena perbuatan mu bukan oleh kata" mu '

Jadi, apa yang anda lakukan membuat saya menangis pada malam hari. kalian orang dewasa berkata bahwa kalian menyayangi kami.

Saya menantang A N D A , cobalah untuk mewujudkan kata-kata tersebut.


Sekian dan terima kasih atas perhatiannya.

============================================


Servern Cullis-Suzuki telah membungkam 1 ruang sidang Konfrensi PBB, membungkam seluruh orang-orang penting dari seluruh dunia hanya dengan pidatonya, setelah pidato nya selesai serempak seluruh Orang yang hadir diruang pidato tersebut berdiri dan memberikan tepuk tangan yang meriah kepada anak berusia 12 tahun.

dan setelah itu ketua PBB mengatakan dalam pidato nya..

" Hari ini Saya merasa sangatlah Malu terhadap Diri saya sendiri karena saya baru saja disadarkan betapa pentingnya lingkungan dan isinya disekitar kita oleh Anak yang hanya berusia 12 tahun yang maju berdiri di mimbar ini tanpa selembar pun Naskah untuk berpidato, sedangkan saya maju membawa berlembar naskah yang telah dibuat oleh assisten saya kemarin Saya ... tidak kita semua dikalahkan oleh anak yang berusia 12 tahun "

============================================

Cerita ini benar-benar terjadi... So,Apa yang anda dapat dari cerita tersebut?