Bacalah, yang tersirat bukan yang tersurat.


Ternyata membaca yang tersirat dari apa yang tersurat bukanlah sesuatu yang mudah. Sekedar membaca apa yang tersurat, setiap orang yang melek-huruf kendati buta-mata, bisa melakukannya. Makanya, seseorang bisa saja hafal di luar kepala apa yang pernah dibacanya, tapi sama-sekali tak mengerti apa yang dimaksud. Padahal kata-kata bukanlah sekedar yang tertulis atau terucap, namun mengandung suatu makna yang bisa jauh melampaui kehadiran kata-kata atau sekedar deretan huruf-huruf.


Demikian juga menyimak dari apa yang terdengar. Telinga ini bisa saja saat itu mendengar berbagai bunyi dan suara, akan tetapi, apabila kita tidak memberi cukup perhatian kepada semua itu, kita sebetulnya sama-sekali tidak menyimaknya; apalagi mencamkannya, meresapinya, memasukkannya ke hati. Kendati kita menyimaknya sekalipun, kita belum tentu mengerti apa yang dimaksud; sehingga kita tidak berhasil menangkap pesan —yang boleh jadi sangat penting dan bermanfaat— daripadanya.

Saat kita berbicara, menyampaikan apa yang ada di benak kita, kita tidak ada dalam status yang siap menyimak. Begitu pula ketika kita ngoceh di benak kita. Untuk bisa benar-benar menyimak, bukan saja kita tidak boleh tuli atau mulut ini bungkam, namun benak inipun harus bungkam, sepi dari ocehan, omelan, sepi dari bentuk-bentuk pemikiran dan perasaan. Singkatnya, benak ini mesti hening.


Untuk bisa menangkap yang tersirat dari yang tersurat, menangkap pesan atau maksud dari apa yang terdengar, bukan saja dibutuhkan perhatian secukupnya, namun juga butuh ketajaman dan kejernihan; butuh batin yang tajam dan jernih. Dimana, dalam batin yang hening inilah mungkin punya ketajaman dan kejernihan.


Mungkin ada yang menyangka kalau persoalannya adalah menghenengkan gelora dan gejolak batin ini. Tidak hanya itu. Menggunakan obat-obatan tertentu gelora perasaan dan gejolak pikiran bisa dipaksa heneng dengan relatif mudah —sehingga telaga batinpun heneng. Tapi keheningan yang timbul karena pemaksaan, bukan saja lembam, tapi juga tumpul dan tidak awas; tak punya ketajaman dan kejernihan. Batin meditatiflah yang punya kualitas-kualitas yang dibutuhkan itu, yang punya kualitas-kualitas yang dibutuhkan untuk menangkap yang tersirat dari yang tersurat serta menyimak yang terdengar.