Selamat Tinggal Kemurnian dan Kesederhanaan!


Hidup sesungguhnya sederhana, bahkan sangat sederhana. Ia apa adanya. Kitalah, pikiran kitalah, ketakutan kita, kekhawatiran kita, kecemasan kita, khayalan kita, angan-angan kita, ingatan kita, kenangan kita, beraneka keinginan dan kemelekatan kitalah yang menjadikannya rumit, bahkan cenderung menyusahkan. Hidup tak perlu disederhanakan lagi; ia sudah sederhana dalam kemurniannya.

Anak-anak yang belum mulai tanggal gigi-susunya, adalah makhluk-makhluk sederhana yang merupakan contoh-contoh yang sangat mudah dilihat dimanapun kita berada, yang mempertontonkan kepada kita tentang kesederhanaan dan kemurnian hidup ini. Cobalah luangkan sedikit waktu untuk bermain dan berbincang-bincang dengan mereka, Anda akan dapat merasakan vibrasi lain, vibrasi yang terpancar dari kesederhanaan dan kemurnian hidup.

Bersamaan dengan bertambahnya usia, pengalaman, pengetahuan, kontak-kontak indriawi, kehidupan seseorangpun jadi kian tak murni. Pikiran yang tadinya bersih, mulai terisi oleh pemikiran-pemikiran yang sarat dengan motif egoistis, pementingan diri sendiri dan hasrat pemenuhan tuntutan-tuntutan keinginan akan berbagai kenikmatan indriawi. Dan kini .... bagi kita, kehidupan sudah tidak murni lagi, tidak sesederhana dulu lagi. Ia telah jadi rumit, menyulitkan dan menyusahkan.

Hidup sederhana, murni, polos, lugu kini hanya tinggal kenangan buat kita. Bahkan, kita tak lagi mampu mengingat seperti apa itu adanya. Pikiran dan kecerdasan serta ingatan kita terlanjur kita jejali dengan berbagai persoalan, sehingga tak menyisakan lagi ruang bagi kehadiran rasa itu.

Nah...inilah potret kebanyakan dari kita, inilah kita yang mengatakan diri sebagai manusia dewasa, manusia moderen, manusia terdidik, yang notabene manusia yang tak murni lagi. Selamat tinggal Kemurnian dan Kesederhanaan!