Pandai-pandailah menghargai yang ada !


“Rubahlah pemikiran-pemikiran Anda, bila Anda hendak merubah keadaan-keadaan Anda. Sejauh hanya Andalah yang bertanggung-jawab atas bentuk-bentuk pemikiran Anda sendiri, maka hanya Andalah yang bisa merubahnya. Hasrat Anda untuk merubahnya muncul manakala Anda menyadari bahwa setiap pemikiran mencipta sesuai sifatnya sendiri. Ingat bahwa hukum ini bekerja setiap waktu, dan bahwa Anda selalu berdemontrasi menurut jenis pemikiran-pemikiran yang Anda pertontonkan sebagai kebiasaan. Oleh karenanya, sejak saat ini biasakanlah hanya memikirkan pemikiran-pemikiran yang akan membawakan Anda kesehatan dan kebahagiaan.” ( Sri Paramahansa Yogananda )

Kita umumnya kurang pandai dalam menghargai yang ada, sebaliknya cenderung sibuk mengidam-idamkan yang belum ada. Kekurang-pandaian kita inilah seringkali terekspresikan dalam sikap uring-uringan. Ungkapan seperti “rumput tetangga selalu tampak lebih hijau”, juga merujuk langsung pada fenomena mental ini.

Kendati kecenderungan mengidam-idamkan yang belum ada ini telah menjadikan manusia giat untuk berkreasi, berinovasi, yang sudah barang tentu bermanfaat; tetapi, ia juga telah membuat banyak orang merasa susah, sedih, merasa sengsara, secara tidak proporsional. Ia menghadirkan sejenis kekosongan dalam hati yang merajuk dan mendesak untuk diisi. Dan, dalam suasana batin serupa ini, kenteraman tak akan pernah hadir.

Uring-uringan tidaklah tipikal dan hanya para remaja saja; gejala ini juga diidap oleh banyak orang-dewasa, dalam format dan intensitas berbeda-beda. Padahal, sesungguhnya alam telah menyediakan segala kebutuhan-hidup kita semua secukupnya. Hanya karena keserakahanlah, karena sedemikian banyaknya keinginanlah, kita selalu merasa kekurangan, dan jadi uring-uringan.

Suatu ketika seorang ayah yang hidup sederhana berkata kepada putra-putrinya: “Tak ada lagi yang ayah inginkan di dunia ini, kecuali kebahagiaan kalian” Beliau memang tampak tenteram dan bahagia ketika itu. Namun bersamaan dengan berjalannya waktu, perubahan demi perubahanpun terjadi. Menurut ‘standar’ kebahagiaan yang beliau tetapkan sendiri itu, ternyata salah seorang anaknya tidak bahagia. Beliau jadi murung dan uring-uringan lagi.

Seringkali kedapatan kalau kita semena-mena dalam menetapkan ‘standar’ kebahagiaan. Bahkan, kitapun cenderung terus-menerus meningkatkan ‘standar’ itu. Kenapa? Apa yang sebetulnya terjadi pada diri ini?

Kita sebetulnya tidak mengetahui, tidak memahami apa sebenarnya kebahagiaan itu. Kita umumnya mengukur derajat kebahagiaan orang lain dan juga diri sendiri, hanya dari tampakan luar saja, dari sesuatu yang kasat-indria saja. Yang lebih konyol lagi, kita cenderung mengukurnya dari jumlah harta-benda yang berhasil ditimbun. Sungguh menyedihkan.

Kurang pandai menghargai yang ada, juga telah menjadikan kita tidak pernah merasa puas dan berkecukupan sehingga kurang pandai bersyukur. Bahkan, yang adapun belum benar-benar dinikmati, tapi sudah uring-uringan menginginkan yang lainnya lagi. Padahal, kepandaian ini berperan amat penting didalam menghadirkan ketenteraman dan kedamaian-hati. Hanya dalam hati yang damailah bisa terbit kebahagiaan.

Bilamana Anda tidak bisa berdamai dengan diri Anda sendiri, dengan siapa Anda akan mungkin berdamai? Kedamaian diawali pada batin kita sendiri. Dan kitalah yang sepenuhnya bertanggung-jawab atasnya. Hanya setelah itulah ia terpancarkan keluar, dan akan dirasakan juga oleh orang-orang di sekeliling Anda.

Mereka yang pandai menghargai dan memanfaatkan yang ada, yang bisa merasa puas dan berkecukupan dengan apa adanya, berhati damai dan bahagia. Yoga Vashistha, kitab yogashastra yang tertua di muka bumi ini, menyebut-nyebut shanti dan santosha sebagai penjaga dua pintu-gerbang Kemokshaan, Kemahardikaan. Dimana, bilamana seseorang mengenal dan berteman baik dengan salahsatu saja daripadanya, maka ia akan diperkenalkan juga pada yang lainnya, yang memungkinkan kita akrab dengan semua penjaga gerbang.

Bilamana kita bisa berbahagia sekarang dan di sini, bisa merasa bebas sekarang dan di sini, mengapa mesti menanti untuk menikmatinya nanti dan disana? Mari jauhi sikap uring-uringan itu, dan belajar menghargai dan menikmati yang ada...sekarang...di sini.

Semoga Kebahagiaan menyertai Anda selalu!