Musuhilah Kebencian !

Agama saya tak punya batas-batas geografis.
Agama saya berdasarkan kesujatian dan tanpa-kekerasan.
Agama saya melarang saya membenci siapapun.

Agama bukan untuk memisah-misahkan orang-orang
melainkan untuk menyatukan mereka.

~ Mahatma Gandhi ~


Ada suatu hasrat untuk menyakiti, atau sekurang-kurangnya menyaksikan kalau orang yang sangat kita benci menderita, ditimpa kemalangan atau sejenisnya. Kita merasa tidak senang menyaksikan ia tidak menderita, apalagi kalau ternyata mereka berbahagia. Kita membencinya karena merasa pernah disakitinya. Sangat jarang kita tak membenci orang yang kita anggap pernah menyakiti kita, baik secara fisikal, apalagi secara mental bukan?

Begitulah ....umumnya, kita punya alasan kita sendiri untuk membenci seseorang atau sesuatu. Namun ada bentuk kebencian lain, yang tidak umum, yakni ‘membenci tanpa alasan’ —apakah alasan itu suatu kejadian yang tidak mengenakkan, ataupun sekedar dicari-cari. Kalau alasannya karena kita pernah disakiti —secara fisik ataupun mental— itu masih bisa dibilang lumrah. Tapi kalau alasannya adalah kedengkian, karena yang kita benci itu kita anggap lebih dari kita, walaupun ia tidak pernah merendahkan kita dengan sengaja melalui kelebihannya itu, ini sama sekali tidak bisa dianggap lumrah, apalagi wajar.

Namun, secara faktual, memang ada orang-orang yang seperti ini; membenci orang-orang tanpa alasan yang dapat diterima, membenci sementara orang yang bahkan orang-orang itu tidak mengenalnya sama sekali, tidak pernah berbuat apapun terhadap mereka dan tidak tahu kalau mereka dibenci. Sementara umat Islam Indonesia yang sedemikian membenci Israel dan Amerika Serikat, dapat kita jadikan contoh konkrit kita disini. Memang, mereka punya alasannya sendiri, yang bisa kita ketahui dengan mudah, yang bila ditelusuri akan terlihat kalau itu mengakar pada rasa solidaritas di antara umat seagama.

Rasa solidaritas, rasa kesetia-kawanan, atau sejenisnya, adalah baik. Namun, bagi kita pertanyaannya adalah, apakah rasa solidaritas yang luhur itu mesti kita nodai dengan membenci? Tidak cukupkah kalau rasa solidaritas itu disikapi secara positif dengan mengasihi dan mengulurkan bantuan sebisanya kepada saudara-saudari atau kawan-kawan kita itu saja, tanpa mesti mencampuri urusan regional mereka dengan musuh-musuhnya? Atau sederhananya, apakah kita harus ikut-ikutan membenci mereka yang tidak kita kenal dan tidak mengenal kita?

Agaknya mesti kita akui kalau, kita membenci karena memang ada rasa benci itu di hati manusia. Rasa mana telah kita bawa-bawa, entah sejak kapan. Sebab, kalau memang tak ada rasa itu, maka manusia tak akan pernah mampu membenci, apalagi tanpa alasan yang bisa diterima seperti itu. Ia terpendam ibarat bara api di dalam, yang menunggu pemicu untuk menyala, berkobar-kobar untuk kemudian menghanguskan kita. Bagi yang menapaki jalan kemuliaan, justru kebencian inilah yang patut dimusuhi, bukannya dipelihara, disuapi dan dipeluk erat-erat bukan?