Sorga dan Neraka tidak jauh


Jika kita tidak mampu menyentuh sumber dari welas-asih di dalam diri kita, kita tidak akan punya waktu dan energi untuk membantu menyelamatkan makhluk-makhluk hidup yang sedang sekarat setiap hari.

Sedemikian menginginkan sesuatu yang bukan milik kita, sungguh menyiksa; hanya membuat kita gelisah, resah, bahkan bingung sepanjang hari. Kondisi mental yang kurang-lebih sama, juga akan kita rasakan ketika kita diharuskan menerima sesuatu atau seseorang sebagai milik kita, padahal kita sama-sekali tidak menyukainya, apalagi malah membecinya. Kita serasa ditempatkan di atas panggangan, di dalam oven, atau sejenisnya. Dalam kondisi seperti ini, emosi menjadi sangat labil. Hal-hal kecil saja, yang sepele saja, bisa meletup, membara dan berkobar menjadi kemarahan. Sungguh menyiksa ....

Begitulah bentuk-bentuk siksaan fisiko-mental yang ditimbulkan oleh dan merupakan konsekuensi —yang tiada terelakkan— dari nafsu-keinginan, oleh rasa suka-tak-suka, oleh cinta-benci. Dimana, entah sudah berapa banyak energi hidup ini terkuras, hanya untuk meladeninya. Dan kalau enerji itu berhasil dimanfaatkan untuk hal-hal yang konstruktif, membantu meringankan beban hidup sesama misalnya, entah berapa banyak kebajikan yang telah tertimbun. Pernahkah ini terlintas di benak Anda?

Makanya, patutlah kita syukuri pengingatan-pengingatan dari para bijak ribuan tahun lampau yang wanti-wanti mengingatkan kita akan siksaan ‘api neraka’ ini. Kita tak perlu mengkhayalkan kalau neraka itu sedemikian jauh —dalam ruang dan waktu— dari kehidupan ini, karena ia ada disini, sekarang ini, dalam kehidupan ini juga. Ia bisa kita rasakan langsung. Demikian juga halnya dengan sorga. Baik sorga maupun neraka tidak jauh dari kehidupan ini.