Listening Skills



Di sebuah sekolah publik di Pennsylvania terdapat papan tulis yang konon dibuat pada tahun 1840. Yang menarik tentu bukan papan tulisnya, melainkan plakat yang tertempel di atasnya. Plakat yang terbuat dari logam tersebut bertuliskan “If wisdom’s ways you would wisely seek, these five things observe with care: of whom you speak, to whom you speak, how, when, and where.”

Sewaktu masih kuliah dulu, saya pernah berkonsultasi tentang hal sepele dengan seorang dosen yang juga businessman sukses. Di luar dugaan, beliau mendengarkan “keluhan gak penting” saya dengan penuh atensi sembari menjaga kontak mata dan body language yang positif — seolah-olah saya orang yang mahapenting di matanya.

Berbeda dengan tipikal dosen lain yang cenderung meremehkan mahasiswanya, anomali ini tentu merupakan ketidakbiasaan. Ketika saya tanyakan, beliau menjawab, “Listening is one of the most effective ways of learning what others value. When I listen to you, I learn what you value.” Katanya, ini adalah skill dan attitude yang mutlak dimiliki siapapun agar bisa memahami dan menghargai orang lain pada tingkat yang lebih tinggi.

Mendengarkan (listening) merupakan salah satu skill yang harus dimiliki siapapun — tak cuma pemimpin bisnis atau pejabat pemerintah, tetapi juga kita sendiri. Mendengarkan bukan merupakan solo performance, melainkan circular connection yang saling terkait. I listen, you respond; you listen, I respond.

Seperti kita tahu, komunikasi merupakan proses penyampaian ide antara dua pihak yang berbeda. Agar berjalan dengan efektif, kita tak cuma harus menjaga apa yang kita ucapkan — melainkan juga mendengarkan dengan engagement yang penuh. Dosen saya itu juga berpesan, “When it’s obvious we’re not being heard, it’s time to listen, time to deliver the message differently.”

Dalam dunia bisnis, kemampuan mendengarkan menjadi sangat krusial. Seorang pemimpin (leader) bertanggung jawab terhadap kinerja dan hasil dalam suatu organisasi. Sukses tidaknya leader dipengaruhi oleh sebarapa efektif ia memobilisasi orang-orang di sekitarnya dengan misi, visi, nilai yang diemban organisasi; serta bagaimana orang-orang tersebut mendengar customer dengan baik. Dengan itu kita juga akan mendapatkan feedback positif yang berguna bagi pertumbuhan dan produktivitas.

Mendengarkan orang lain memang penting. Tetapi bagaimana kita mendengarkan hati kita — our inner self — juga tak kalah penting. Semakin tinggi intelektualitas seseorang semakin mudah mengabaikan bisikan hati kita. Makin sering kita mengabaikan, makin mudah kita menjadi seorang yang ignorant.

Kenapa bangsa ini terpuruk dan carut marut tak karuan? Kenapa bangsa ini mulai kehilangan nilai-nilai ketimurannya? Barangkali karena kita terlalu banyak berbicara — bukannya mendengarkan orang-orang di sekeliling kita dan memperhatikan apa-apa yang ada di sekitar kita.

Mungkin inilah saatnya untuk mulai belajar menghargai orang lain. Belajar mendengarkan orang lain.