Mengharap Kesenangan dengan ''membuat orang senang''

If you are honest and frank,

people may cheat you;

Be honest and frank anyway.

~Mother Theresa~


Saya merasa senang kalau disanjung, dan tidak senang kalau dicerca. Ketika saya membuat sesuatu atau melakukan sesuatu, saya mengharapkan sanjungan dari pihak-pihak tertentu yang menikmati apa yang saya buat atau yang menjadi sasaran dari perbuatan saya. Dengan demikian rasa senang-susah saya, saya gantungkan pada orang-orang, pada sanjungan dan cercaan mereka.

Padahal, jangankan menggantungkan susah-senang kita pada hal-hal di luar, menggantungkannya pada fenomena di dalam saja masih labil, terlalu banyak ketidak-pastian, walaupun sudah lebih mantap ketimbang menggantungkannya pada hal-hal atau ke jadian-kejadian luar. Dengan berbuat demikian, perasaan akan sangat mudah terombang-ambing oleh sesuatu yang ada di luar kewenangan kita untuk mengaturnya, mengkondisikannya.

Sebab faktanya, kita tak bisa membuat semua orang senang, walaupun kita telah berusaha mati-matian untuk itu. Atau sebaliknya, kita tak bisa menghindari kemungkinan menyusahkan orang lain, walaupun itu memang tidak kita sengaja. Kita bisa saja memperlakukan seseorang dengan cara sedemikian rupa, yang menurut anggapan kita akan disukai orang lain, hanya lantaran kita sendiri memang suka diperlakukan demikian; namun, orang itu belum tentu menyukainya. Orang punya seleranya sendiri-sendiri bukan?

Sanjungan yang tidak tulus, yang dipaksakan misalnya, boleh jadi menyenangkan hati saya, namun tidak hati Anda karena Anda bisa melihat dan tak menyukai kemunafikan atau kepura-puraan itu. Atau, saya boleh jadi merasa senang kalau ada yang bersikap 'menjilat', tetapi bagi Anda itu najis.

Oleh karenanya, sejauh kita sendiri masih butuh disenangkan dan tak suka diperlakukan tak senonoh oleh orang lain, adalah sangat arogan sekaligus munafik untuk mengusung slogan 'membuat orang senang'. Karena sebetulnya kita sendirilah yang mengharapkan kesenangan dengan cara 'membuat orang senang'.