Agama apapun yang kita anut tidaklah penting

Religion is the recognition of all our duties as divine commands.

[ Immanuel Kant ]


Soal beragama sebetulnya bukan pada apa agamanya melainkan pada bagaimana kitanya, umat penganutnya itu sendiri. Agama apapun yang kita anut sesungguhnya tidak begitu penting, tidak sepenting bagaimana kita menganutnya. Ketika seorang umat beragama menginjakkan kakinya pada tataran hakikat, bukan saja nama organisasi agama tidak lagi penting, namun nama Tuhan-nyapun tidak penting lagi.

Anda bisa saja menaiki pesawat dengan tiket kelas bisnis dan saya dengan tiket kelas ekonomi ke Jakarta, namun ketika kita sampai, kita sampai di bandara dan Jakarta yang sama —dengan segala kemacetan, kerawanan, dan banjir tahunan dan lima-tahunannya. Sama saja….

Makanya, seperti apa yang pernah diucapkan oleh Benjamin Franklin, ‘mereka yang mempertengkarkan soal agama, justru kebanyakan adalah mereka yang tidak mempraktekkan ajaran agamanya’. Mereka yang fanatik justru umumnya mereka yang dangkal pemahamannya akan agamanya sendiri; oleh karenanya mereka merasa perlu memamerkan kefanatikannya secara superfisial sebagai kompensasi. Mereka yang sok paling militan di tengah kerumunan sesamanya yang mayoritas, umumnya takut setengah-mati ketika harus berada di tengah-tengah yang lainnya sendirian. Yang seperti ini beraninya hanya di bawah-kolong, di bawah perlindungan kelompoknya yang kebetulan mayoritas di suatu wilayah geografis tertentu itu; padahal sebetulnya luarbiasa pengecut.



Note : Saya posting ini dalam keadaan jengkel setengah mati sekaligus geli karena ada seorang teman yang menyatakan bahwa sebelum mati saya harus ber-agama Is*** agar masuk surga. Katanya hanya agama itulah yang boleh masuk ke surga hehehe… Oke,btw saya tak pernah mengharap surga tuh… Saya hanya jalani takdir saya sebagai manusia sebaik-baiknya. Sebagai manusia seutuhnya di hadapan Tuhan saya. How about you?