Kenapa Bertanya ?

Ada banyak motif yang melatar-belakangi kenapa kita bertanya. Kita bertanya bisa digerakkan oleh ‘rasa ingin-tahu’ dimana kita memang benar-benar tidak tahu akan hal yang ditanyakan. Masih dalam kategori ini, kita juga bisa bertanya karena ingin-tahu lebih jauh lagi, lebih dalam lagi tentang sesuatu atau seseorang atau sekelompok orang. Yang seperti ini bisa kita sebut sebagai ‘pertanyaan murni’.

Motif lain adalah ‘menguji’ —apakah itu untuk menguji sampai dimana seseorang memahami hal yang ditanyakan itu, ataukah sekedar untuk menguji apakah apa yang sudah kita ketahui tentangnya bersesuaian atau setara dengan yang diketahui oleh orang yang kita tanyai. Dalam yang disebutkan belakangan ini, terjadi proses membandingkan, menilai maupun mengukur. Yang seperti ini bisa kita kelompokkan kedalam jenis ‘pertanyaan menguji’.

Kita juga bisa bertanya untuk mengklarifikasi sesuatu, karena sesuatu itu belum begitu jelas buat kita. Berbeda dengan yang sebelumnya, kita sudah punya pengetahuan tentang yang dipertanyakan, namun kita merasakannya sebagai kurang lengkap, sehingga kurang jelas buat kita. Yang seperti ini, sebutlah dengan ‘pertanyaan klarifikasi’. Yang sangat mirip dengan ini adalah —apa yang kita sebut saja dengan— ‘pertanyaan mengusut’.

Jadi, berdasarkan motifnya, terlihat kalau sekurang-kurangnya adanya empat jenis pertanyaan, dengan empat motif yang menggerakkan kita untuk bertanya. Atau kalau diciutkan lagi, malah hanya ada dua —‘pertanyaan murni’ dan ‘pertanyaan tidak-murni’— dimana di dalam ‘pertanyaan tak-murni’ termasuk juga pertanyaan yang tak butuh jawaban, yang hanya bersifat ‘peyakinan’.

Nah ... sekarang pertanyaannya adalah: Di dalam kehidupan sehari-hari, pertanyaan yang manakah yang paling sering kita tanyakan? Yang murni ataukah yang tak-murni? Jawaban daripadanya bisa memberi sebagian gambaran tentang siapa kita ini, orang macam apakah kita ini, yang boleh jadi sangat berguna bagi kita, bagi pembelajaran-diri di dalam kelahiran berjasad ini.


" Tiada cara logis untuk mengungkap hukum-hukum elemental. Yang ada hanyalah cara intuitif, yang dibantu oleh suatu ketajaman rasa, terhadap runtutan yang melandasi di balik suatu penampakan. "

- Albert Einstein -