Kenapa Kematian Begitu Menakutkan?


Manakala kita menatap yang tak dikenal dan mengabaikan rasa kedirian, maka yang tak dikenal itu berubah dari menakutkan menjadi sesuatu yang misterius, penuh dengan ketakjuban. Batin dibiarkan dalam keterheranan, bukannya teror. Transmutasi inilah yang membebaskan, ia memerdekakan ...

Kematian menjadi sesuatu yang sedemikian menakutkan bagi kebanyakan dari kita karena, bagi kita, ia ‘serba gelap’. Kita serba tidak tahu tentangnya. Pada saat yang bersamaan, kita juga telah terlanjur mendengar dan mempercayai sedemikian banyak ‘takhyul’ tentang itu. Yang lebih menakutkan lagi adalah, sangkaan kita bahwasanya kematian sama artinya dengan ‘peniadaan eksistensi secara total’. Kita menyangka, dengan mati serta hancur-leburnya jasad ini, musnah juga seluruh eksistensi kita ini. Kita beranggapan demikian karena kita terlanjur mengidentikkan keberadaan kita dengan keberadaan atau keutuhan jasad ini.

Alih-alih memberi rasa yakin di dalam menghadapi kematian, berbagai ‘takhyul’ itu malah menimbulkan keraguan besar, rasa waswas, ketidak-pastian, mengingat mereka jauh dari fakta eksperensial kita tentang keberadaan —sesuatu yang luarbiasa penting bagi kita— itu sendiri. Faktanya, kita ‘merasa ada’. Baik dalam jaga maupun mimpi, kita ‘merasa ada’. Diri ini ada, benar-benar eksis. Dan rasa ini tiada terbantahkan. Argumentasi sehebat apapun diberikan untuk menyanggah rasa itu, tidak akan mau kita terima. Fakta lain terkait dengan keberadaan diri ini seperti penuaan, pengkerutan, dan jenis-jenis degradasi lainnya, tetap tidak menyangkal keberadaannya.

Anggapan bahwasanya kita hanya ada kalau diri ini juga ada, atau segenap keberadaan semata-mata adalah keberadaan dari si diri ini telah sedemikian kuatnya merasuki kalbu ini. Bagi kebanyakan dari kita, secara eksperensial dan emosional, ini merupakan kebenaran satu-satunya yang tidak bisa diganggu gugat lagi.